Sejumlah pelajar SMP N 4 Bawang berada di atas bangunan kamar mandi umum untuk mendapatkan sinyal jaringan internet gratis di Sigemplong, Bawang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Kamis (30/7). | ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra

Nasional

Mendikbud: Kuota Internet Masalah PJJ

Teknologi informasi dan komunikasi menjadi salah satu kebutuhan karena fasilitator utama PJJ.

JAKARTA — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengakui kuota internet masih menjadi permasalahan utama pembelajaran jarak jauh (PJJ). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan PJJ selama pandemi Covid-19.

"Jadi, kami benar-benar mengidentifikasi beberapa permasalahan utama," ujar Menteri Nadiem dalam taklimat media setelah mengunjungi lima sekolah di Kota dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/7).

Nadiem mengatakan, selama menjaring permasalahan yang muncul sepanjang pelaksanaan PJJ, ia menemukan bahwa kuota internet untuk dapat mengikuti PJJ daring merupakan salah satu masalah utama di lapangan. Ia juga melihat bahwa peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi karena menjadi fasilitator utama dalam PJJ.

"Jadi, satu yang besar dan selalu kami dengar adalah terkait pembiayaan kuota. Ini yang memang menjadi beban ekonomi bagi banyak sekali orang tua murid," katanya.

Kemendikbud, kata dia, memperbolehkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dimanfaatkan untuk membeli pulsa murid-murid dan guru yang terkendala secara ekonomi. "Kami sudah memperbolehkan dana BOS itu digunakan untuk pulsanya murid-murid. Tapi, mungkin ini perlu kita sosialisasikan lebih banyak dan mungkin akan kembali kami kaji sebagai masukan," ujarnya.

Kemudian, masalah berikutnya yang menurutnya menjadi persoalan utama guru dan siswa selama PJJ adalah terkait perlunya penyederhanaan dan fleksibilitas kurikulum sehingga tidak semua standar pencapaian harus terwujud. Nantinya, kurikulum ini akan diterapkan dalam kondisi darurat selama pandemi. Ia mengaku, model pembelajaran saat ini mengedepankan unsur fleksibilitas.

“Jadi, sekolah bisa mengatur apa yang cocok untuk kondisi mereka. Lakukan yang terbaik untuk anak. Ketika saya melihat institusi sudah melakukan yang terbaik untuk anak, saya menghargai kreativitas tersebut," kata Nadiem. Ia menjelaskan, ada tiga prioritas yang dimasukkan ke dalam kurikulum adaptasi nantinya. Ketiga prioritas tersebut adalah literasi, numerasi, dan pendidikan karakter.

Kemendikbud menilai, tiga hal tersebut merupakan fondasi dalam pendidikan sehingga harus dijadikan fokus. Nadiem menjelaskan, kurikulum ini akan diluncurkan dalam waktu dekat. Meskipun demikian, ia tidak menjelaskan kapan pastinya kurikulum ini akan diluncurkan untuk kemudian diterapkan di sekolah. 

Kontekstual

Pengamat pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan, menyarankan kurikulum harus adaptif pada masa seperti saat ini. Menurut dia, kurikulum adaptasi tidak hanya disederhanakan, tetapi juga bersifat kontekstual. Cecep mencontohkan, jika saat ini sedang dalam masa pandemi, kurikulum juga harus mengandung bagaimana kehidupan yang baik selama masa pandemi. 

"Kurikulum itu harus kontekstual. Misalnya, pada masa pandemi, menyangkut soal aktivitas sekarang itu bagaimana. Jadi, kurikulum itu sesuatu yang harus berkaitan dengan kehidupan kita," ujar Cecep pada Republika, Jumat (31/7). 

Selama ini, kata dia, sebenarnya guru bisa menyeleksi bahan-bahan ajar dan disederhanakan. Guru mestinya bisa memilih mana saja materi yang penting diberikan selama masa pandemi dan pembelajaran jarak jauh (PJJ). "Dengan tidak mengurangi kualitas, tapi bisa diajarkan melalui jejaring sosial dan anak bisa memahami materi itu," kata dia lagi. 

Sementara itu, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyarankan anggaran Program Organisasi Penggerak (PP) yang saat ini menjadi polemik dialihkan untuk kebutuhan kuota siswa selama PJJ. Artinya, Kemendikbud harus membatalkan POP. "Menurut saya, POP ini, kalau tetap dipaksakan, walaupun ada aspirasi, mendingan di-cancel seluruhnya," kata Syaiful Huda, Kamis.

photo
Sejumlah siswa belajar menggunakan fasilitas wifi gratis di Perumahan Depok Mulya 1, Depok, Jawa Barat, Kamis (30/7). Fasilitas wifi tersebut disediakan sebagai bentuk kepedulian atas kesulitan biaya untuk kebutuhan belajar daring. - (ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA)

Kendati demikian, Huda mengaku melihat gelagat bahwa Mendikbud Nadiem Makarim ingin tetap melaksanakan POP ini. Karena itu, menurut Huda, anggaran sebanyak Rp 100 miliar seharusnya sudah cukup bagus. "Selebihnya, kurang lebih sekitar Rp 495 miliar mendingan dipakai untuk menyubsidi kuota dan pembelian smartphone untuk anak-anak peserta didik di daerah-daerah yang mengalami kesulitan menyangkut soal ini," ujar Huda. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat