Anak-anak siswa SD belajar bersama jalan kampung di Bintaran Kidul, Yogyakarta, Rabu (29/7). | Republika

Kabar Utama

Belajar Jarak Jauh Mesti Adaptif 

Belajar jarak jauh masih menjadi barang mahal bagi sebagian masyarakat Indonesia.


JAKARTA -- Sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) di tengah pandemi Covid-19 mesti disesuaikan dengan kondisi siswa. Metode belajar yang adaptif diperlukan karena setiap siswa memiliki latar belakang berbeda-beda. 

Kegiatan belajar secara virtual menjadi kendala bagi siswa yang tak memiliki gawai dan jaringan internet. Tak sedikit siswa yang harus menumpang belajar di rumah teman hingga mencari sinyal ke tepi jalan.  

Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah Alpha Amirrachman mengatakan, setiap siswa harus tetap dipenuhi hak pendidikannya. Untuk mengatasi masalah siswa dalam hal fasilitas, PJJ yang dilakukan sekolah Muhammadiyah dilakukan secara daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan). 

Ia mengatakan, PJJ daring menggunakan internet sebagai media pembelajaran. Sementara luring, guru-guru menghampiri langsung siswanya secara berkala untuk memberi tugas.

Alpha menegaskan, pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi siswa, sehingga semuanya mendapatkan pendidikan sebagaimana mestinya. "Tapi prinsipnya adalah hak-hak anak didik tidak boleh hilang. Jiad hak-hak mereka untuk mendapatkan pembelajaran tetap dipenuhi oleh sekolah-sekolah Muhammadiyah," kata Alpha kepada Republika, Rabu (29/7).

Dalam pelaksanaan PJJ, kata dia, komunikasi antara sekolah dengan orang tua atau wali murid penting untuk terus diperkuat. Sebab, peran orang tua atau wali murid sangat besar dan fungsional selama PJJ. 

Menurut dia, sekolah-sekolah yang sukses melakukan PJJ adalah sekolah yang berhasil membina hubungan komunikasi yang baik dengan orang tua. "Jadi orang tua tidak merasa terbebani," kata Alpha.

Alpha mengatakan, PJJ bisa saja dikembangkan menjadi salah satu metode pembelajaran ke depannya. Sebab, saat ini seluruh masyarakat memahami bahwa belajar tidak perlu dilakukan dengan tatap muka. Melalui jaringan internet, belajar ternyata bisa dilakukan secara lebih efektif dan efisien.

Kendati demikian, untuk mencapai PJJ yang lebih baik, tidak cukup hanya dengan mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi. Materi yang diberikan juga harus dipastikan memiliki makna dan nilai, sehingga pembangunan karakter bisa dilakukan melalui PJJ.

Oleh karena itu, Alpha berharap seluruh pemangku kepentingan dapat merumuskan konten PJJ yang pembelajarannya bermakna. "Harus meaningful, jangan hanya sekadar efektif dan efisien. Bukan hanya transfer ilmu, tapi juga transfer nilai agar anak juga berkembang kepribadiannya," katanya.

 
Harus meaningful, jangan hanya sekadar efektif dan efisien. Bukan hanya transfer ilmu, tapi juga transfer nilai agar anak juga berkembang kepribadiannya.
 
 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebelumnya melakukan evaluasi terhadap PJJ selama masa pandemi. Hasil evaluasi tersebut berakhir pada kesimpulan dibutuhkannya kurikulum adaptasi.

Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Naim mengatakan, kurikulum darurat tersebut sedang dalam tahap penyelesaian. "Sedang kita finalisasi," ujar Ainun.

Adaptasi kurikulum yang dilakukan Kemendikbud menyangkut tiga fokus. Ketiga fokus tersebut adalah prioritas dasar, yakni literasi, numerasi, dan pendidikan karakter. Selain itu, Kemendikbud menyiapkan modul-modul yang bisa digunakan untuk siswa selama menjalani PJJ. Modul-modul akan dibuat menarik, sehingga bisa mengurangi kebosanan anak.

Pengamat Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Cecep Darmawan menilai, PJJ masih menjadi barang mahal bagi sebagian masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, selain pemenuhan infrastruktur dan adaptasi konten PJJ, perlu adanya bantuan biaya bagi masyarakat yang membutuhkan. "Bagaimana agar PJJ ini berbiaya murah bahkan nol rupiah kalau bisa," kata Cecep.

Ia mengatakan, masalah yang banyak terjadi selama PJJ adalah anak tidak memiliki gawai. Sementara mereka tidak boleh melakukan tatap muka. Di daerah-daerah tertentu guru kunjung menjadi jalan keluar. Namun, guru kunjung pun tidak jarang terkendala geografis. 

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan, pelaksanaan PJJ tak bisa dipukul rata ke semua daerah dan perlu dievaluasi. 

Hetifah mengaku mendapat banyak keluhan dari para siswa, orang tua, maupun para tenaga pendidik. Kebanyakan keluhan muncul dari daerah daerah terpencil atau tertinggal yang memiliki keterbatasan teknologi dan fasilitas untuk menunjang pembelajaran daring. 

"Kemendikbud harus ada data dan evaluasi. Kemendikbud harus menyampaikan data mengenai peta perkembangan hasil evaluasi PJJ yang sudah berlangsung," kata dia. 

Di samping itu, kompetensi guru pun berbeda-beda. Bahkan, kata Hetifah, masih banyak guru yang belum menguasai teknologi untuk memberikan pembelajaran jarak jauh. "Dan tidak semua tempat memiliki koneksi Internet memadai. Ini semua harus dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan," kata Hetifah. 

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) berharap Kemendikbud segera mencarikan solusi bagi daerah-daerah yang belum melaksanakan kegiatan belajar mengajar sebagaimana diatur dalam surat keputusan bersama (SKB) empat menteri. "Kemendikbud perlu mempertanyakan alasan maupun kendala yang dihadapi oleh 79 kabupaten/kota tersebut," kata dia, kemarin. 

Pernyataan Bamsoet tersebut merujuk pada data pemantauan internal Kemendikbud per 27 Juli 2020 yang menyatakan ada sebanyak 79 kabupaten/kota belum melaksanakan pembelajaran sesuai dengan panduan dalam keputusan bersama empat menteri. Sebanyak 18 daerah berada di zona hijau, 39 daerah berada di zona kuning, 20 kabupaten/kota berada di zona oranye, dan 2 daerah lainnya di zona merah.

Pada zona hijau, Ainun menjelaskan sebagian besar bentuk pelanggaran yang terjadi adalah tidak melaksanakan protokol kesehatan, seperti penggunaan masker dan jaga jarak saat masuk sekolah. Sedangkan di zona kuning, oranye dan merah bentuk pelanggarannya adalah melaksanakan pembelajaran tatap muka di sekolah.

 
Kemendikbud harus ada data dan evaluasi. Kemendikbud harus menyampaikan data mengenai peta perkembangan hasil evaluasi PJJ yang sudah berlangsung.
 
 

Bamsoet mengatakan, Kemendikbud harus menanyakan kendala yang dialami di daerah-daerah tersebut sehingga dapat memberikan solusi yang tepat agar sekolah bisa melaksanakan ketentuan yang ditetapkan. Ia juga mendorong pemerintah pusat agar terus meningkatkan komunikasi dengan pemerintah daerah terkait implementasi SKB empat menteri. Selain itu, dinas pendidikan perlu memilah sistem belajar  yang dilakukan di sekolah secara bijak, baik sistem PJJ maupun tatap muka.

Sekolah Pinjamkan Gawai

Pemerintah daerah (pemda) terus memperbaiki pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pemda dan pihak sekolah kini menyediakan internet gratis dan meminjamkan perangkat atau gawai bagi para siswa yang membutuhkan.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan, sejumlah sekolah di Jateng telah memanfaatkan bantuan operasional sekolah (BOS) ataupun bantuan operasional pendidikan (BOP) sebagai solusi kebutuhan kuota akses internet. Beberapa sekolah juga telah memfasilitasi siswa yang belum memiliki akses telepon pintar dan komputer sebagai penunjang kegiatan belajar dari rumah, dengan meminjamkan laptop kepada peserta didik yang membutuhkan.

“Saya sudah mengecek sendiri ke sejumlah sekolah penyelenggara PJJ di Semarang, untuk keterbatasan sarpras (sarana prasarana--Red) bagi PJJ relatif tidak ada persoalan,” kata Ganjar di Semarang, Rabu (29/7).

Ganjar mengeklaim, beberapa kendala yang sempat muncul, seperti kuota internet dan siswa yang tidak memiliki fasilitas gawai sudah bisa teratasi. Aktivitas pembelajaran daring pun disebut sudah bisa dilaksanakan dengan lancar.

photo
Sejumlah siswa belajar secara daring di serambi masjid At Taqwa Dusun XIV, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (29/7/2020). Pihak takmir masjid setempat menyediakan layanan internet gratis khusus untuk pembelajaran daring guna meringankan beban ekonomi warga dalam belanja paket data sekaligus untuk memakmurkan masjid - (ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN)

Terkait kebutuhan kuota internet, pihak sekolah memberikan bantuan berupa voucer internet senilai Rp 50 ribu. Hal seperti itu salah satunya dilakukan SMAN 11 Semarang. Berdasarkan data yang disampaikan oleh sekolah, ada sekitar 130 peserta didik yang mendapat bantuan voucer internet yang bersumber dari dana BOS dan BOP tersebut.

Semangat gotong royong, lanjutnya, juga tumbuh di lingkungan siswa yang ada di sekolah tersebut. Siswa mampu ada yang meminjamkan telepon pintarnya kepada siswa yang selama ini belum memiliki agar tetap bisa mengikuti kegiatan belajar.

Bahkan, menurut Ganjar, telepon pintar milik kepala sekolah sementara dipinjamkan kepada siswa yang belum punya. Di sisi lain, sekolah juga mengupayakan agar siswa yang membutuhkan perangkat pendukung pembelajaran daring mendapatkan pinjaman laptop aset sekolah.

Beberapa hari lalu, Ganjar juga sudah melihat proses KBM daring di SMAN 5 Semarang dan SMKN 7 Semarang. Di dua sekolah itu juga ada pemberian bantuan untuk kuota internet yang bersumber dari BOS dan BOP.

Seperti halnya di SMAN 11, di SMAN 5 Semarang, siswa yang tidak memiliki sarana telepon pintar juga dipinjami laptop milik sekolah. “Sekolah //kan// punya aset laboratorium IT, sementara laptopnya dipinjamkan terlebih dahulu kepada siswa yang butuh,” kata dia.

Kepala Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Semarang, Sukaton Purtomo mengungkapkan, masih ada sejumlah kendala PJJ yang dihadapi di lapangan. Ia mengatakan, tidak semua wilayah di Kabupaten Semarang mudah mengakses sinyal telepon seluler. Guna menyiasati kendala ini, guru harus melakukan kunjungan kepada siswa di rumah yang wilayahnya tidak memiliki akses internet. Agar kunjungan guru efektif, siswa yang masih berada di satu desa dikumpulkan di balai desa.

photo
Sejumlah murid SD Negeri Jakung mengikuti proses belajar mengajar dalam jaringan (daring) di pos ronda di tepi jalan supaya bisa mendapat sinyal di Kampung Gunungsari, Serang, Banten, Rabu (29/7/2020). Sejumlah siswa sekolah di pelosok Banten masih kesulitan mengikuti proses belajar mengajar jarak jauh dalam jaringan selama masa pandemi COVID-19 akibat kesulitan mendapat sinyal dan keterbatasan peralatan serta biaya - (ANTARA FOTO/ASEP FATHULRAHMAN)

“Seperti di SMPN 1 Bringin, guru datang ke lokasi yang tidak punya akses internet. Selanjutnya, siswa dari berbagai dusun yang ada dalam satu desa dikumpulkan untuk menerima materi pembelajaran daring dari guru, dengan memanfaatkan fasilitas internet yang ada di balai desa,” ujarnya.

Di provinsi lain, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, meminta kepala desa (kades) menyediakan internet gratis untuk media pembelajaran anak pada masa pandemi Covid-19. Khofifah mengatakan, pengadaan internet dirasa mudah bagi masyarakat berpenghasilan lebih. Tapi, bagi keluarga kurang mampu akan mengalami kesulitan dalam membeli paket data. 

Khofifah berharap, kades bisa menyediakan wifi dengan koneksi internet yang dibarengi bandwidth yang cukup. Dengan begitu, anak-anak bisa menggunakan fasilitas tersebut untuk mengikuti materi pembelajaran di sekolah. "Kades bisa menggunakan balai desa yang tentunya sudah memiliki jaringan internet sehingga bisa digunakan anak untuk belajar secara virtual," kata Khofifah saat menghadiri puncak peringatan Hari Anak Nasional di Gresik, Rabu (29/7). 

Khofifah berpendapat, tersedianya fasilitas internet juga menjadi bagian perlindungan pendidikan dan proses tumbuh kembang anak-anak di tengah pandemi Covid-19. Khofifah khawatir, apabila pembelajaran secara virtual tidak dilakukan secara merata, akan ada ketimpangan kualitas.

"Itu dikhawatirkan dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Oleh sebab itu, dengan adanya kesanggupan dari kades menyediakan fasilitas internet di balai desa akan dapat mengurangi kekhawatiran tadi," kata dia.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DPPPAK) Provinsi Jawa Timur, Andriyanto menuturkan, untuk menciptakan generasi yang berbudi luhur dan berkualitas, anak harus dibekali keimanan, kepribadian, kecerdasan, keterampilan jiwa, dan semangat kebangsaan. Anak juga harus dibekali kesegaran jasmani agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berbudi luhur, bersusila, cerdas, dan bertakwa. 

“Upaya pembinaan anak di masa mendatang, harus diarahkan untuk menggugah dan meningkatkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan tanggung jawab kepada orang tua, masyarakat, bangsa, dan negara,” ujarnya. 

Kemudian, untuk menumbuhkan kepedulian, kesadaran dan peran aktif semua pihak, dalam menciptakan lingkungan yang berkualitas bagi anak maka perlu diberikan perhatian dan diberikan informasi seluas-luasnya. Keluarga juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas anak, yaitu melalui peningkatan pengasuhan keluarga yang berkualitas.

Menurut dia, untuk mendukung upaya tersebut, perlu ada dorongan mulai dari pemerintah, dunia usaha, lembaga kemasyarakatan, dunia pendidikan, hingga media massa untuk melakukan kerja aktif yang berimplikasi terhadap tumbuh kembang anak. “Caranya adalah melalui pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak di sektor masing-masing,” kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat