Warga korban banjir bandang melihat rumahnya yang hancur diterjang material lumpur di Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Jumat (17/7). | ABRIAWAN ABHE/ANTARA FOTO

Tajuk

Waspada Cuaca Ekstrem

Di tengah pandemi, pemerintah daerah harus menyiapkan kekuatan untuk memantau wilayah-wilayah rawan bencana.

Bencana banjir kembali menjadi ancaman. Dalam sepekan terakhir ini, banjir besar melanda sejumlah daerah di Indonesia. Setelah menerjang Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, pada awal pekan, bencana hidrometeorologi itu juga melanda Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Kalimantan Barat, hingga Papua Barat. Puluhan jiwa meninggal dunia.

Banjir terparah pada pekan ini terjadi di Luwu Utara. Total 14.438 jiwa dari 3.627 kepala keluarga (KK) mengungsi akibat banjir bandang disertai lumpur dan pasir pada lima kecamatan, Senin (13/7) lalu. Jumlah korban jiwa mencapai 32 orang, luka-luka 51 orang, dan hilang 67 orang. Sementara di Sorong, Papua, korban jiwa dilaporkan mencapai empat orang.

Masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan. Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengingatkan, cuaca ekstrem berupa hujan lebat masih berpotensi mengancam dan akan terjadi hingga akhir tahun. Meski saat ini 64 persen daerah zona musim sudah memasuki musim kemarau, masyarakat di berbagai daerah harus siap menghadapi dampak cuaca ekstrem, seperti longsor, banjir bandang, dan banjir.

 
Meski saat ini 64 persen daerah zona musim sudah memasuki musim kemarau, masyarakat di berbagai daerah harus siap menghadapi dampak cuaca ekstrem, seperti longsor, banjir bandang, dan banjir.
 
 

Wilayah yang berpotensi diguyur hujan deras itu, menurut BMKG, pada 18 Juli adalah Aceh, Sumbar, Sumsel, Kepulauan Babel, Lampung, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Kalsel, Gorontalo, Sulteng, Sulbar, Sulsel, Sultra, Maluku, Sumut, Jambi, Bengkulu, Jabar, Kaltara, Papua, dan Papua Barat. "Daerah pertemuan atau perlambatan kecepatan angin (konvergensi) terpantau memanjang dari Sumsel, Bengkulu, Sumbar, Sumut bagian Barat hingga Aceh, serta memanjang dari Papua bagian Tengah, hingga pesisir Barat Papua Barat. Kondisi ini dapat meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di sepanjang daerah tersebut," kata Dwikorita.

Itu artinya, masyarakat dan pemerintah daerah tak boleh lengah. Di tengah pandemi Covid-19, pemerintah daerah harus menyiapkan seluruh kekuatannya untuk memantau wilayah-wilayah rawan bencana banir, banjir bandang, dan tanah longsor. Pemerintah daerah yang wilayahnya akan diguyur hujan deras harus segera turun ke lapangan, melihat secara langsung kondisi di daerah-daerah rawan longsor.

Kita berharap, peristiwa yang terjadi di wilayah Kabupaten Bogor dan Provinsi Banten pada awal tahun 2020 tak terulang. Pemerintah daerah harus segera merelokasi warganya yang tinggal di wilayah rawan longsor dan rawan banjir bandang. Upaya preventif ini penting demi mencegah jatuhnya korban jiwa akibat bencana. Setiap tahun, longsor, banjir bandang, dan banjir selalu menjadi bencana terbesar yang melanda wilayah Indonesia. Keselamatan rakyat di atas segala-galanya. 

Tak hanya banjir, pemerintah daerah yang wilayahnya sudah memasuki musim kemarau juga harus mengerahkan segala daya, untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kita juga tentu tak ingin bencana karhutla seperti tahun lalu terulang. Berdasarkan data BNPB, karhutla pada 2019 adalah yang terluas dalam tiga tahun terakhir. Kerugian ekonomi yang disebabkan karhutla tahun lalu mencapai Rp 75 triliun. Total lahan yang terbakar mencapai 942.485 hektare, terdiri atas 269.777 hektare lahan gambut dan 672.708 hektare lahan mineral.

Kewaspadaan dan antisipasi terhadap ancaman karhutla harus segera dimulai. Terlebih, pada masa pandemi ini, ada potensi peningkatan karhutla yang disebabkan oleh menurunnya kesejahteraan masyarakat dan PHK massal. Potensi-potensi seperti ini harus bisa segera ditanggulangi. Bencana karhutla tak hanya merusak alam dan lingkungan, tapi juga menurunkan muruah bangsa di mata negara tetangga.

Saat ini, sebagian daerah juga sudah dilanda kesulitan air bersih. Padahal, air termasuk sumber utama kehidupan kita. Pemerintah harus memastikan agar semua rakyatnya bisa mendapatkan haknya untuk menikmati air bersih. Tentu tak semuanya digantungkan pada pemerintah, lembaga-lembaga filantropis juga harus segera bergerak membantu masyarakat yang tengah kesulitan air bersih. Kita patut mengapresiasi lembaga filantropis yang telah bergerak membantu. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat