Perahu motor melintasi Sungai Batanghari saat matahari terbenam di Kemingking Dalam, Muarojambi, Jambi, Selasa (21/4/). | WAHDI SEPTIAWAN /ANTARA FOTO

Opini

Pendanaan Parekraf

Healthy tourism and creative economics diprediksi menjadi tren baru pengembangan parekraf.

Oleh JOKO TRI HARYANTO, Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan

Saat ini terjadi tren perubahan signifikan di hampir seluruh dunia. Jika sebelumnya, mereka sangat bergantung pada kekayaan sumber daya alam (SDA), secara bersamaan terjadi tren pergeseran ke arah pemanfaatan industri jasa dan ekonomi berbasis kreativitas.

Ini didorong komitmen terkait isu keberlanjutan dan fakta munculnya wabah yang disinyalir menjadi buah dari masifnya destruksi SDA yang mengatasnamakan pertumbuhan ekonomi. Ratifikasi SDGs juga menjadi isu global yang wajib dipatuhi seluruh negara.

Pariwisata menjadi salah satu prioritas dari pengembangan industri berbasis jasa dan ekonomi kreatif. Tak heran jika banyak negara menggerakkan seluruh sumber daya yang dimilikinya dalam mengembangkan industri pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf).

Dalam perjalanannya, ekonomi kreatif diklasifikasikan lebih detail ke dalam beberapa rumpun, seperti permainan, seni pertunjukan, musik, penerbitan, seni kriya, desain komunikasi virtual, fesyen, kerajinan, kuliner, riset dan pengembangan, TV, film, desain interior.

Dengan penggolongan ini diharapkan, mampu menjadi dasar bagi upaya pengembangan ke depannya. Merujuk potensi pengembangannya, parekraf memang diakui memiliki daya pengungkit yang luar biasa.

Dari penelusuran multiplier effect yang ditimbulkan, dapat berupa pendapatan pemerintah, penyerapan tenaga kerja, pengurangan kemiskinan, sekaligus peningkatan ekonomi lokal dari masyarakat.

photo
Relawan menyerahkan sumbangan barang kebutuhan pokok kepada warga sebagai bantuan pangan akibat wabah Covid-19 di Lingkungan Suwung Batan Kendal Denpasar, Bali, Minggu (12/4). Bantuan sembako secara swadaya tersebut untuk meringankan beban perekonomian warga setempat yang sebagian besar bekerja di sektor pariwisata yang kini anjlok akibat wabah. - (ANTARA FOTO)

Namun, perlu dipahami bahwa pariwisata juga menyimpan potensi negatif terkait dampak kerusakan lingkungan, komodifikasi budaya, serta perubahan tata relasi hubungan antarmasyarakat.

 Masalah dan solusi model

Sebagai salah satu negara yang dikaruniai kekayaan budaya dan keindahan SDA luar biasa, Indonesia juga memprioritaskan parekraf sebagai salah satu //leading sector// ke depan.

Dilihat dari banyak indikator, kontribusi parekraf juga makin mencorong. Sumbangan terhadap PDB, misalnya, pada 2019 diproyeksikan mencapai 7,5 persen sekaligus menjadi salah satu yang utama bersama industri kelapa sawit.

Parekraf juga menggeser peran migas dan batu bara yang sebelumnya mendominasi dalam beberapa dekade terakhir. Kontribusi terhadap devisa pada 2019 juga melejit hingga Rp 280 triliun dengan penyerapan tenaga kerja 13 juta orang.

Dilihat dari kunjungan wisatawan mancanegara yang menembus 20 juta, sementara kunjungan wisatawan domestik sekitar 275 juta, daya saing pariwisata ditargetkan naik ke posisi ke-30 pada 2019.

Terkait indeks daya saing pariwisata yang dikeluarkan World Economic Forum (WEF), ada hal menarik untuk dicermati, khususnya pada era pandemi Covid-19 ini. Cukup mengejutkan daya saing Indonesia di ASEAN tertinggal dari Singapura, Malaysia, dan Thailand.

 
Healthy tourism and creative economics diprediksi menjadi tren baru pengembangan parekraf selanjutnya.
 
 

Sebenarnya, indikator pariwisata Indonesia sudah cukup mumpuni, seperti daya saing harga, keterbukaan internasional, prioritas pariwisata, serta sumber daya pariwisata.

Sayangnya, di beberapa indikator lainnya, Indonesia masih menghadapi kendala, seperti keselamatan dan keamanan, kebersihan dan kesehatan, ketahanan lingkungan, kualitas infrastruktur pariwisata dan layanan ICT. Ini harus menjadi perhatian serius.

Terlebih, beberapa pihak saat ini sedang memikirkan konsep jenis pariwisata baru pascapandemi dengan isu standardisasi kebersihan, kesehatan, keamanan, dan keselamatan.

Healthy tourism and creative economics diprediksi menjadi tren baru pengembangan parekraf selanjutnya dengan sejumlah perangkat pendukung, seperti sertifikasi kelayakan, tenaga kesehatan yang andal, serta destinasi yang higienis.

Jika arah pergerakan ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah, dampak penurunan industri parekraf pada masa pandemi akan dapat direduksi. Penulis merekomendasikan beberapa kebijakan, khususnya aspek pendanaan parekraf pascapandemi.

Perbaikan tata kelola menjadi kata kunci yang wajib dibenahi. Beberapa reformasi yang coba ditawarkan adalah penyusunan peta jalan total kebutuhan pendanaan parekraf hingga 2025.

 
Pembentukan dana abadi parekraf dengan nama Parekraf Nusantara menjadi puncak dari strategi pengembangan.
 
 

Dari total kebutuhan pendanaan, nantinya diterjemahkan ke dalam penghitungan kemampuan dan kapasitas pendanaan masing-masing pelaku ekonomi, baik pemerintah, swasta, CSO, internasional, maupun lainnya.

Langkah berikutnya, penyusunan mekanisme kelembagaan dengan strategi pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) berupa Lembaga Pengelola Modal Usaha Parekraf (LPMU Parekraf). BLU ini akan berfungsi mengelola pendanaan dan mekanisme pembiayaan pariwisata dan ekonomi kreatif melalui kemitraan dengan beberapa pihak, baik lembaga perbankan maupun lembaga nonperbankan.

Di daerah juga didorong untuk membentuk BLUD, BUMDES ataupun BUMD dalam pengelolaan parekraf. Tujuannya, mempermudah ruang gerak bisnis para pelaku, penguatan kapasitas, profesionalisme pengelolaan bisnis, serta perlindungan dari aspek hukum bisnis.

Pembentukan dana abadi parekraf dengan nama Parekraf Nusantara menjadi puncak dari strategi pengembangan. Platform ini menjadi jawaban akan kebutuhan pendanaan berkelanjutan lintas generasi. Parekraf Nusantara ini akan dikelola Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang sudah dibentuk pemerintah pada 2019 dengan bisnis proses dan pemanfaatan sesuai arahan Kementerian Parekraf.

Ketika seluruh model pengembangan pendanaan ini dapat diwujudkan, penulis yakin ke depan tujuan dan cita-cita parekraf menjadi //leading sector// dapat diwujudkan secara sempurna.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat