Rika, kakak perempuan dari Sepri (24), salah satu Anak Buah Kapal (ABK) Long Xing 629 menunjukkan foto adiknya di Desa Serdang Menang, Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, Sabtu (9/5). Sepri (24) merupakan salah satu dari tig | Triyan Wahyudi/ANTARA FOTO

Opini

Perbudakan ABK Indonesia

Akibat status hukum yang tidak jelas, ABK Indonesia harus menerima fasilitas serbaminimal, bahkan jauh dari layak.

Oleh BAGONG SUYANTO, Guru Besar Sosiologi FISIP Universitas Airlangga; NADIA EGALITA, Asisten Dosen di FIB Universitas Airlangga

 Anak buah kapal (ABK) asal Indonesia dewasa ini tidak hanya rawan menjadi sasaran penculikan dan penyanderaan perompak, tetapi juga rawan menjadi korban perbudakan modern. Sinyalemen ini bukan mengada-ada.

Salah satu kasus terbaru yang terungkap di media massa asal Korea Selatan, MBC adalah adanya sejumlah ABK Indonesia yang dipekerjakan di kapal Cina tak ubahnya seperti budak-budak zaman modern.

ABK Indonesia ini bukan hanya dipaksa bekerja 20 jam lebih setiap harinya, mereka juga kerap diperlakukan tak manusiawi, bahkan menjadi korban pelecehan seksual. ABK hanya diberi minum air laut dan terkadang bekerja hingga 30 jam secara nonsetop.

Berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan, saat ini ada sekitar 250 ribu ABK Indonesia bekerja di kapal asing yang belum terlindungi dan rawan menjadi korban eksploitasi serta diperlakukan tak manusiawi.

ABK Indonesia yang bekerja di kapal-kapal berbendera asing itu tak jarang menjadi korban perdagangan orang atau //trafficking//. Di lapangan, ABK yang diperlakukan buruk bahkan disinyalir jumlahnya jauh lebih besar.

 
Karena ilegal, ABK Indonesia sering memperoleh perlakuan buruk, rentan mengalami tindak kekerasan, bahkan mengalami berbagai bentuk pelanggaran HAM selama bekerja.
 
 

Dari sekitar 700 ribu orang yang menjadi korban trafficking, diperkirakan sekitar 50 persennya ABK dari Indonesia. Tidak sekali, aparat menangani dan berhasil menyelamatkan ABK yang menjadi korban perbudakan modern di kapal-kapal asing.

Bagi ABK yang bernasib sial, jatuh sakit ketika bekerja di kapal dan kemudian meninggal, mereka biasanya dilarung di laut dengan alasan mencegah penularan penyakit ke ABK lain.

Konsekuensi

Dengan status ABK ilegal, sudah bukan rahasia lagi para pelaut asal Indonesia yang bekerja di kapal biasanya tak punya visa kerja dan kerap menggunakan buku pelaut palsu. Sehingga, tidak ada jaminan kelangsungan kerja, bahkan keselamatan mereka. ABK ilegal ini biasanya diberangkatkan calo atau agen pengirim yang juga tidak memiliki izin resmi dari pemerintah.

photo
Orang tua dari Ari (24), salah satu Anak Buah Kapal (ABK) Long Xing 629 menunjukkan foto anaknya di Desa Serdang Menang, Sirah Pulau Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, Sabtu (9/5). Ari (24) merupakan salah satu dari tiga ABK yang meninggal dunia di kapal Long Xing 629 dan jenazahnya dilarung ke laut. - (Triyan Wahyudi/ANTARA FOTO)

Secara garis besar, konsekuensi bagi ABK Indonesia akibat statusnya yang ilegal di antaranya, pertama, karena ilegal mereka tak diakui di mata hukum dan otomatis tidak terpayungi UU tenaga kerja yang berlaku di negara tempat mereka bekerja.

Alih-alih memperoleh gaji dan jaminan sosial memadai, tak jarang ABK Indonesia ilegal tidak mendapatkan asuransi kesehatan yang bisa dimanfaatkan tatkala mereka sakit atau mengalami kecelakaan kerja.

Kedua, karena ilegal, ABK Indonesia sering memperoleh perlakuan buruk, rentan mengalami tindak kekerasan, bahkan mengalami berbagai bentuk pelanggaran HAM selama bekerja.

Menurut testimoni sejumlah ABK yang diekspos media massa, selama bekerja di atas kapal, ABK Indonesia sering  menjadi korban tindak kekerasan sang kapten, diperlakukan kasar, dan tidak bisa turun dari kapal ketika berlabuh karena takut tertangkap aparat di negara mereka merapat.

Ketiga, akibat status hukum yang tidak jelas, ABK Indonesia harus menerima fasilitas serbaminimal, bahkan jauh dari layak.

Sejumlah ABK yang berhasil diselamatkan polisi menceritakan, mereka terkadang terpaksa minum air lelehan es batu yang dipakai untuk mengawetkan ikan tangkapan tatkala air tawar bekal mereka habis di tengah perjalanan.

Para ABK umumnya tidak bisa berbuat banyak menuntut apa yang menjadi hak mereka karena rata-rata mereka telah meneken kontrak kerja yang didesain sedemikian rupa demi keuntungan pemilik kapal dan agen pengirim.

Kesulitan

Tidak adanya pilihan menarik bagi para pelaut atau ABK untuk mencari kerja di kapal-kapal dalam negeri menyebabkan tidak sedikit orang nekat mengadu nasib mencari kerja di kapal-kapal asing.

Bagi orang-orang yang sehari-hari hidup di bawah garis kemiskinan dan lama tidak memperoleh pekerjaan layak, menjadi ABK kapal asing terdengar menjanjikan.

Namun, karena mereka biasanya tidak memiliki dana cukup untuk mengurus dokumen sah yang dibutuhkan, akhirnya jumlah ABK ilegal makin banyak.

Walaupun pemerintah berkali-kali mengimbau dan mencegah kemungkinan orang mencari kerja di luar negeri secara ilegal, desakan kebutuhan hidup sering lebih kuat. Kemiskinan membuat orang-orang terpaksa berspekulasi dengan nasibnya.

Pemerintah yang berniat melindungi agar tidak jatuh korban baru akhirnya tidak dapat berbuat banyak. Kesulitan yang dihadapi untuk menyelamatkan ABK Indonesia sebagian karena wilayah kapal asing itu beroperasi bukan termasuk wilayah Indonesia.

photo
Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (8/5). Sebanyak 14 WNI ABK yang diduga mengalami eksploitasi di kapal berbendera China tersebut tiba di Indonesia dan akan menjalani karantina kesehatan di asrama milik Kementerian Sosial - (Hasnugara/ANTARA FOTO)

Kesulitan lainnya, praktik pelibatan orang-orang menjadi ABK ilegal memang sifatnya tersembunyi, bahkan tertutup dari pemantauan aparat. Sudah lazim, mulai rekrutmen hingga penempatan di kapal asing dilakukan sembunyi-sembunyi.

Untuk mencegah agar tidak muncul ABK ilegal, yang dibutuhkan selain jaminan perlindungan hukum yang tegas,  tak kalah penting adalah tersedianya lapangan kerja yang cukup bagi ABK asal Indonesia di tanah airnya sendiri.

Di tengah keinginan pemerintah memajukan bidang kemaritiman, tentu ironis jika masih banyak ABK Indonesia yang terpaksa mencari kerja di kapal asing meski hal itu mengorbankan keselamatan dan kelangsungan hidup mereka. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat