Pejuang Hamas dan Jihad Islam menahan kerumunan saat mobil yang membawa sandera Israel, di Khan Younis, Jalur Gaza selatan , Kamis 30 Januari 2025. | AP Photo/Abdel Kareem Hana

Internasional

Faksi Palestina: Pasukan Asing di Gaza Bentuk Penjajahan Terselubung

Israel ingin pasukan asing melawan Hamas.

GAZA – Rencana kehadiran pasukan internasional di Jalur Gaza mendapat tentangan dari faksi-faksi perlawanan Palestina. Rencana yang dilayangkan Presiden AS Donald Trump itu dinilai merupakan pelanggaran langsung terhadap kedaulatan nasional Palestina. 

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Ahad malam, faksi-faksi tersebut mengkritik rancangan resolusi AS yang akan diputuskan Senin waktu AS di Dewan Keamanan PBB. Mereka mengatakan bahwa hal tersebut berbahaya karena membuka jalan bagi dominasi asing dalam pengambilan keputusan nasional Palestina. 

“Inti dari proyek ini adalah memberlakukan perwalian internasional baru yang melayani kepentingan pendudukan, membuka jalan bagi pelucutan senjata perlawanan, serta mengabaikan hak rakyat Palestina untuk mempertahankan diri,” tulis pernyataan bersama yang diterima Republika kemarin.

Faksi-faksi itu menegaskan bahwa setiap pasukan internasional yang dipaksakan ke Gaza dengan nama atau alasan apapun, merupakan upaya untuk menciptakan kembali penjajahan dengan cara-cara terselubung yang mengabaikan kehendak dan keteguhan rakyat Palestina.

“Keberadaan pasukan semacam ini hanya akan digunakan untuk melemahkan perlawanan dan memberlakukan pengaturan keamanan yang sepenuhnya melayani kepentingan pendudukan.”

Latihan Pilar Perkasa yang digelar kesatuan faksi perlawanan Palestina di GAza pada September 2023. - (Dok Hamas)  ​
 

Faksi-faksi tersebut menolak setiap upaya memberlakukan perwalian internasional atau manajemen asing atas Jalur Gaza dalam bentuk apapun, baik melalui pasukan PBB maupun mekanisme internasional lainnya. Mereka menegaskan bahwa rakyat Palestina mampu mengatur urusan mereka sendiri dan bahwa pemaksaan kekuatan asing merupakan bentuk perampasan kedaulatan serta hak mereka untuk merdeka.

Mereka menegaskan bahwa penolakan terhadap proyek AS ini bukan hanya sikap faksional, tetapi merupakan sikap rakyat Palestina secara keseluruhan, yang menolak segala bentuk penjajahan baru yang disamarkan sebagai pasukan internasional. Mereka menekankan bahwa rakyat Palestina, yang telah bertahan menghadapi agresi dan blokade, tidak akan menerima keberadaan kekuatan asing apapun yang dipaksakan kepada mereka.

Faksi-faksi tersebut memperingatkan bahwa rancangan resolusi Amerika Serikat secara eksplisit mencakup rencana pelucutan senjata perlawanan, yang merupakan serangan langsung terhadap hak sah rakyat Palestina untuk mempertahankan diri. Mereka menilai bahwa pelucutan ini adalah bagian dari rencana untuk melemahkan rakyat Palestina dan mencabut alat kekuatan yang memungkinkan mereka menghadapi pendudukan.

Kelompok perlawanan juga menyerukan kepada pemerintah negara-negara Arab dan Islam untuk mengambil sikap tegas dan jelas dalam menolak proyek Amerika Serikat ini, serta berdiri bersama hak-hak sah rakyat Palestina. Mereka menegaskan bahwa dukungan terhadap perlawanan dan penolakan perwalian internasional merupakan tanggung jawab politik dan moral yang harus dipikul oleh negara-negara tersebut.

photo
Presiden Donald Trump berpose dengan perjanjian yang ditandatangani pada pertemuan puncak para pemimpin dunia tentang mengakhiri perang Gaza, di Sharm el-Sheikh, Mesir, Senin, 13 Oktober 2025. - ( Suzanne Plunkett/Pool Photo via AP)

Mereka menyerukan kepada umat Arab dan Muslim untuk berdiri di sisi rakyat Palestina dan menolak semua proyek yang menargetkan Gaza atau berupaya melikuidasi perlawanan dengan kedok internasional. Mereka menegaskan bahwa peran umat selalu menjadi kekuatan utama dalam melindungi isu Palestina dan menghadapi upaya-upaya penghapusannya.

Sebelumnya pada Ahad malam, juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan bahwa amandemen rancangan resolusi AS yang akan diajukan ke Dewan Keamanan tidak mendukung stabilitas situasi di Jalur Gaza, dan memperingatkan bahwa rancangan ini menggantikan pendudukan Israel dengan jenis perwalian yang berbeda.

Qassem mengkonfirmasi kepada Aljazirah bahwa amandemen terhadap proyek tersebut memberikan perwalian kepada entitas non-Palestina atas realitas internal Palestina dalam hal pemerintahan dan keamanan, selain campur tangan dalam urusan dalam negeri tanpa menunggu pengaturan yang diprakarsai sendiri oleh Palestina.

Menurut juru bicara Hamas, alternatifnya adalah mengeluarkan resolusi PBB yang memperkuat gencatan senjata dan pasukan penjaga perdamaian internasional di Gaza.

Dia menekankan perlunya proyek tersebut menyatakan dengan jelas misi pasukan ini, yaitu untuk menahan dan memisahkan tentara pendudukan dari warga sipil yang terkepung di Gaza, dan untuk mempertahankan gencatan senjata.

photo
Faksi Bersenjata di Palestina - (Republika)

Akal-akalan Israel

Pemerintahan Israel dilaporkan tengah mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa mandat Dewan Keamanan PBB terhadap pasukan internasional yang akan dikerahkan di Jalur Gaza bersifat luas. Ini termasuk mandat untuk bertindak tegas melawan Hamas dengan tujuan melucuti senjatanya. 

Tindakan Israel ini dilakukan menjelang pemungutan suara mengenai masalah ini di Dewan Keamanan PBB pada Senin. Otoritas penyiaran Israel mengutip para pejabat yang mengatakan bahwa Israel menuntut agar mandat yang diberikan kepada pasukan stabilitas internasional berada di bawah Artikel VII DK PBB. Artinya, tanggung jawab pasukan nantinya adalah melaksanakan stabilisasi bahkan dengan menggunakan kekuatan, dan bukan sekadar menjaga perdamaian.

Artikel VII memberikan kekuatan internasional kekuasaan yang luas, karena pembentukannya tidak memerlukan persetujuan semua pihak. Artikel ini juga memberikan pasukan internasional hak untuk menegakkan ketertiban dan keamanan melalui kekuatan militer, dan menggunakan senjata untuk melindungi warga sipil dan melucuti kelompok bersenjata, selain mandat yang diberikan kepadanya untuk melaksanakan inisiatif di lapangan guna mencegah eskalasi.

Otoritas Penyiaran Israel mengatakan bahwa keputusan yang akan diambil Dewan Keamanan mengenai kekuasaan pasukan internasional akan menentukan siapa saja negara-negara yang akan berpartisipasi di dalamnya. Perlu dicatat bahwa Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa kedatangan pasukan stabilisasi internasional di Jalur Gaza sudah sangat dekat, dan dia yakin bahwa segala sesuatunya "sejauh ini berjalan baik" dalam kerangka gencatan senjata. 

photo
Peta garis penarikan pasukan IDF di Jalur Gaza yang diusulkan Presiden AS Donald Trump. Peta itu menunjukkan wilayah Gaza yang menyusut. - (Truth Social)

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan beberapa menteri di pemerintahannya juga bakal menolak rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang disponsori AS tentang rencana perdamaian di Jalur Gaza. Penolakan itu muncul karena dalam rancangan resolusi tersebut terdapat kalimat yang memungkinkan berdirinya negara Palestina. 

Netanyahu dan para menteri di kabinetnya menyuarakan penolakan mereka karena Dewan Keamanan PBB diagendakan menggelar pemungutan suara atas rancangan resolusi yang disponsori AS pada Senin (17/11/2025). "Penolakan kami terhadap negara Palestina di wilayah mana pun tidak berubah," kata Netanyahu dalam rapat kabinet pada Ahad (16/11/2025), dikutip laman Times of Israel. 

"Saya telah menentang upaya-upaya ini (pembentukan negara Palestina) selama bertahun-tahun, dan saya melakukannya sekarang melawan tekanan dari luar dan dalam," tambah Netanyahu. 

Penolakan tersebut juga diumumkan oleh sejumlah menteri di kabinet pemerintahan Netanyahu, salah satunya Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz. “Kebijakan Israel jelas: tidak akan ada negara Palestina yang didirikan,” ujarnya pada Ahad. 

Rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang disponsori AS akan menyetujui kesepakatan gencatan senjata Gaza yang telah disepakati Israel dan Hamas. Pemerintahan Presiden AS Donald Trump diketahui ikut berperan dalam kesepakatan menengahi gencatan senjata tersebut.

photo
Suasana rapat Dewan Keamanan PBB membahas resolusi gencatan senjata di Gaza di Markas Besar PBB di New York, New York, AS, 4 Juni 2025. - (EPA-EFE/Mark Garten)

Dalam rancangan resolusi yang diagendakan akan menjalani proses voting pada Senin waktu AS,  diatur soal pemerintahan transisi dan pengerahan pasukan internasional ke Gaza. Pasukan multinasional tersebut akan bekerja sama dengan Israel dan Mesir untuk menstabilkan Gaza serta menggantikan pemerintahan Hamas. 

Rancangan resolusi juga membayangkan pasukan polisi Palestina yang terlatih akan beroperasi di Gaza guna membantu mengamankan perbatasan. Tak hanya itu, rancangan resolusi yang disponsori AS tetap membuka ruang bagi berdirinya negara Palestina. 

Dalam resolusi tersebut, terdapat kalimat, "Kondisi akhirnya mungkin tersedia untuk jalur yang kredibel menuju penentuan nasib sendiri dan kenegaraan Palestina". Kalimat tersebut disusul dengan penjelasan bahwa hal itu dimungkinkan setelah Otoritas Palestina menjalani reformasi. 

Rancangan resolusi juga menyatakan bahwa AS akan memulai dialog antara Israel dan Palestina untuk mencapai cakrawala politik bagi koeksistensi damai.

Saat ini, sebanyak 160 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui negara Palestina. Sejumlah negara, seperti Inggris, Prancis, dan Australia, memutuskan mengakui negara Palestina menyusul terus berlanjutnya agresi brutal Israel ke Gaza. 

Pembentukan pasukan stabilisasi internasional (ISF) mendasari 20 poin “rencana perdamaian” Trump. AS berharap rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang memberikan mandat resmi kepada pasukan tersebut akan disahkan awal pekan depan dan mengharapkan rincian tegas mengenai komitmen pasukan akan menyusul.

 “Langkah pertama adalah kita harus mendapatkan [resolusi],” kata pejabat AS dikutip the Guardian. “Negara-negara tidak akan membuat komitmen tegas sampai mereka benar-benar melihat kesepakatan yang telah disepakati.” 

Trump telah mengesampingkan penempatan tentara AS untuk membuka jalan bagi penarikan Israel, atau mendanai rekonstruksi. “AS sudah sangat jelas menyatakan bahwa mereka ingin menetapkan visi tersebut dan tidak membayarnya,” kata salah satu sumber diplomatik.

Awal bulan ini, komando regional militer AS Centcom menyusun rencana untuk menempatkan pasukan Eropa – termasuk ratusan tentara Inggris, Prancis, dan Jerman – sebagai inti ISF, menurut dokumen yang dilihat oleh Guardian

Mereka mencakup hingga 1.500 tentara infanteri dari Inggris, dengan keahlian termasuk penjinak bom dan petugas medis militer, dan hingga 1.000 tentara Prancis untuk menjaga pembersihan jalan dan keamanan. AS juga menginginkan pasukan dari Jerman, Belanda, dan negara-negara Nordik untuk menangani rumah sakit lapangan, logistik, dan intelijen. 

Salah satu sumber menggambarkan rencana tersebut sebagai “delusi”. Setelah misi panjang di Irak dan Afghanistan, sangat sedikit pemimpin Eropa yang bersedia mempertaruhkan nyawa tentara mereka di Gaza, meskipun mereka telah menjanjikan dukungan lain. Hanya Italia yang menawarkan potensi kontribusi pasukan.

Lini Masa Invasi Irak - (Republika)  ​

Dokumen-dokumen tersebut ditandai bukan rahasia, yang menunjukkan bahwa AS tidak menganggap rencana militer tersebut sebagai hal yang sangat sensitif. Sifat dokumen itu juga menunjukkan potensi dijalankan dalam hitungan hari. 

Seorang pejabat AS mengatakan angka-angka yang tercantum dalam dokumen tersebut mengandung “banyak ketidakakuratan” dan Washington tidak merancang pasukan Eropa akan menjadi inti ISF. Ia menambahkan bahwa perencanaan untuk Gaza berjalan cepat. "Ini sangat dinamis. Sangat cair," kata pejabat AS itu. 

Yordania tercatat sebagai salah satu negara yang mungkin akan menyumbangkan ratusan pasukan infanteri ringan dan hingga 3.000 petugas polisi, meskipun Raja Abdullah secara eksplisit mengesampingkan pengiriman pasukan karena negaranya “terlalu dekat secara politik” dengan Gaza.

Lebih dari separuh warga Yordania adalah keturunan Palestina, dan menyetujui untuk mengawasi reruntuhan wilayah tersebut dengan berkoordinasi dengan pasukan Israel akan menjadi ancaman yang sangat tidak populer terhadap keamanan nasional Yordania.

Sikap ini disampaikan Raja Abdullah sebelum berkunjung ke Indonesia menemui sahabatnya Presiden Prabowo Subianto. Prabowo sebelumnya menjanjikan 20 ribu prajurit TNI untuk diterjunkan ke Gaza. Selepas pertemuan keduanya pekan ini, kedua kepala negara menyatakan akan berbagi intelijen soal Gaza.

Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan sejauh ini pemerintah Indonesia masih berkomitmen mengirimkan pasukan. Menurutnya, Indonesia punya dua jalan untuk mendapatkan restu mengirimkan pasukan perdamaian ke Gaza.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (republikaonline)

Restu itu harus didapatkan pemerintah guna memastikan pengiriman pasukan perdamaian bisa berjalan dengan lancar. "Ada dua alternatif. Alternatif pertama adalah di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)," kata Sjafrie saat ditemui di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Jumat.

Indonesia dan PBB sendiri sudah lama saling bekerja sama dalam pengiriman pasukan perdamaian di beberapa daerah konflik seperti Afrika dan Lebanon. "Alternatif kedua yakni di bawah persetujuan organisasi internasional yang diinisiasikan oleh Presiden Amerika Serikat," kata Sjafrie.

Skema kedua ini mirip dengan saat Amerika Serikat  bersama sekutu menyerang Irak pada 2003 silam. Kala itu, PBB tak memberikan lampu hijau untuk invasi ke Irak. Perang panjang itu akhirnya membuat kondisi kian runyam di Timur Tengah dan menelan korban ratusan ribu jiwa.

Untuk mendapatkan restu dari organisasi internasional ini, Sjafrie mengatakan diperlukan pendekatan dan komunikasi antar kepala negara agar tercipta sebuah kesepakatan tingkat internasional.

Tidak hanya itu, Indonesia juga harus mendapatkan dukungan dari negara-negara yang dinilai kompeten terkait persoalan konflik di Gaza.

"Bagi negara-negara Arab, yaitu Arab Saudi, Yordania, Mesir, Qatar dan Uni Emirat Arab, kalau itu menyatakan silahkan, maka Indonesia dengan senang hati akan melibatkan," jelas Sjafrie.

Ia juga menyinggung Israel sebagai salah satu negara tersebut. "Tentu saja (termasuk) Israel, karena Israel adalah bagian yang sangat kompeten di dalam persoalan ini," kata Sjafrie.

Sjafrie memastikan pihaknya sudah menyiapkan 20.000 personel yang terdiri dari pasukan kesehatan dan pasukan Zeni untuk diterjunkan dalam misi perdamaian di Gaza. Dia berharap seluruh persyaratan dan dukungan dari negara lain dapat dikantongi pemerintah sehingga dalam waktu dekat dapat mengirim pasukan perdamaian ke Gaza.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Pengungsi Gaza Berjuang Lawan Musim Dingin

Hujan deras membanjiri tenda-tenda pengungsi di Gaza.

SELENGKAPNYA