160 Kabupaten Kategori Merah Penanganan Stunting | Republika

Opini

Mengatasi Ancaman Stunting

Stunting harus dipahami merupakan hasil siklus pola makan dan pola asuh yang tidak mempertimbangkan kesehatan tubuh.

 

Oleh Andre Notohamijoyo

Pemerhati Pembangunan, Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia

 

Saat ini, masyarakat Indonesia tengah menghadapi kepanikan menghadapi penyebaran Covid-19  yang awalnya menyebar luas di Cina. Masalah serius ini perlu segera ditangani pemerintah dalam jangka pendek.

Setelah penanganan Covid-19, masalah serius lainnya dalam kesehatan masyarakat yang perlu segera ditangani secara khusus adalah stunting. Stunting merupakan keadaan kekurangan gizi yang dialami anak usia balita.

Stunting menyebabkan kegagalan tumbuh kembang anak. Anak stunting mengalami hambatan perkembangan kognitif baik di sekolah hingga pendidikan lanjutan. Selain itu, pengaruh paling signifikan terjadi saat beranjak dewasa.

Stunting menyebabkan berbagai gangguan jasmani yang mengganggu aktivitas seseorang. Sebagai dampak ikutan adalah timbulnya risiko terkena penyakit diabetes mellitus tipe II, jantung, dan lainnya.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan menunjukkan, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia pada penduduk dengan usia pada ≥ 15 tahun terus mengalami peningkatan.

Tahun 2007, prevalensi penderita diabetes melitus 1,1  persen, sementara pada 2018 mengalami peningkatan menjadi dua persen. Tahun 2019, balita di Indonesia yang mengalami stunting menunjukkan angka  27,67  persen. Itu artinya, tiga dari 10 anak balita di Indonesia atau sekitar 7 juta anak mengalami stunting.

Ini sangat mencemaskan karena Indonesia akan menghadapi masalah serius dalam pembangunan. Bonus demografi yang selalu digembar-gemborkan menjadi modal utama Indonesia dalam pembangunan nasional dapat menjadi masalah besar.

Bonus demografi merupakan keadaan atau kondisi komposisi jumlah penduduk berusia produktif lebih besar dibandingkan jumlah penduduk usia tidak produktif.

Adapun penduduk usia produktif berada pada rentang usia 15 tahun hingga 64 tahun. Jelas stunting akan menjadi masalah besar pada saat sebagian dari jumlah penduduk usia produktif tersebut mengalami stunting.

Masalah tersebut tidak dapat disepelekan dan dianggap remeh pemerintah. Momentum bonus demografi yang dialami Indonesia sejak 2020 hingga 2036 akan sia-sia tanpa penanganan masalah stunting secara berkesinambungan.

Penyebab langsung stunting adalah asupan zat gizi dan infeksi. Adapun penyebab tidak langsungnya adalah ketersediaan makanan, pola asuh yang keliru, sanitasi, dan air bersih yang tidak memadai. Kondisi ini terakumulasi menjadi penyebab stunting.

Salah satu hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi stunting adalah mendorong perbaikan pola makan dan pola asuh. Stunting harus dipahami merupakan hasil siklus pola makan dan pola asuh yang tidak mempertimbangkan kesehatan tubuh.

Pola makan dan pola asuh harus mempertimbangkan asupan makanan yang berimbang, baik gizi maupun ragamnya sejak usia dini. Bagi perempuan yang telah berkeluarga dan berencana memiliki anak, perbaikan pola makan dan pola asuh harus menjadi prioritas.

Seribu hari pertama kehidupan seorang anak sejak saat masih berupa janin harus terpenuhi kebutuhan gizinya. Seorang ibu yang mengandung harus mengonsumsi lebih banyak asupan makanan, baik dari sisi gizi, ragam, hingga jumlahnya.

Asupan tersebut bermanfaat dalam pembentukan fisik janin secara normal. Demikian pula, ketika telah melahirkan, menyusui, hingga memberi anak-anak makanan pendamping air susu ibu (ASI) yang bergizi tinggi.

Salah satu jenis makanan yang disarankan adalah ikan atau produk perikanan. Ikan merupakan sumber daya yang kaya protein, mineral, lemak sehat, omega 3, dan vitamin K yang sangat dibutuhkan tubuh.

Konsumsi ikan setiap hari akan mencegah penyakit jantung koroner, menjaga fungsi dan kesehatan otak, menjaga kesehatan tulang, dan mendukung pertumbuhan serta ketahanan fisik yang prima.

Keanekaragaman produk ikan, baik ikan laut maupun ikan air tawar, memberikan pilihan bagi masyarakat untuk menyesuaikan konsumsinya sesuai selera. Kekayaan gizi yang luar biasa berperan penting dalam pertumbuhan manusia.

Salah satu contohnya, ikan gabus. Manfaat ikan gabus, haruan, atau dalam bahasa Inggris //snakehead// sudah lama dikenal di Tanah Air kita sebagai salah satu ikan konsumsi.

Ekstrak saripati ikan gabus menghasilkan kolagen dan dapat dipasarkan sebagai makanan tambahan bagi pasien penderita luka bakar, gagal ginjal, hingga kanker di rumah sakit.

Malaysia telah melakukan terobosan dengan memproduksi sup haruan kolagen ke berbagai pasar internasional, seperti Singapura, Thailand, Jepang, dan Cina. Demikian pula, dengan ikan air tawar seperti ikan lele.

Ikan lele adalah ikan air tawar paling favorit dikonsumsi masyarakat. Manfaat ikan lele bagi pengobatan luka telah lama diketahui di Indonesia. Ini disebabkan kandungan albumin yang sangat tinggi dalam daging ikan tersebut.

Albumin adalah senyawa protein yang paling banyak ditemukan di dalam plasma darah manusia serta dihasilkan oleh hati (liver). Albumin memiliki fungsi sangat penting untuk menjaga tumbuh kembang janin dalam kandungan melalui asupan protein Ibu hamil.

Produk perikanan harus terus didorong sebagai sumber konsumsi yang mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia serta menyelesaikan masalah stunting.

Berbagai tantangan yang dihadapi sektor perikanan, seperti mutu, keamanan konsumsi, berikut logistik produk perikanan harus segera ditangani. Semoga hal itu segera diwujudkan pemerintah beserta pemangku kepentingan terkait di sektor perikanan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat