Vaksinasi (ilustrasi) | echodotnet.au

Opini

Melesatkan Imunitas

 

Abdurachman, Guru Besar FK Unair dan Dewan Pakar IDI Jatim

Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus kembali mengeluarkan press briefing pada 20 Maret 2020. Isinya antara lain mengajak solidaritas bangsa di dunia. Pernyataan yang bermakna sebagai ajakan menjauhi egoisme.

Pandemi global Covid-19 tak pilih tebang. Siapa pun bisa mereka serang. Entah menteri, entah yang lain. Pejabat atau bukan, siapa pun tak terbukti bisa tahan jika imunitas mereka berada di titik rentan. Tak peduli bangsa Eropa, Asia, Afrika, atau bangsa apa saja.

Kabar baiknya, Covid-19 tak betah bertahan pada mereka yang memiliki imunitas optimal. Imunitas adalah cara tubuh mengadang lawan. Ilmuwan dahulu atau belakangan ini, belum ada yang berhasil membuktikan, imunitas menjulang kalah perang melawan segala infektan termasuk Covid-19 yang berasal dari Wuhan.

Hukum pasangan

Newton terkenal membawa hukum aksi-reaksi (1687). Sir Isaac Newton adalah bapak ilmuwan modern. Ia memopulerkan hukum aksi-reaksi dalam karyanya yang terkenal Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica. Einstein (1905) menjadi ilmuwan kemutakhiran ilmu melalui teori relativitas. John Horgan dalam bukunya The End of Science: Facing the Limits of Knowledge in The Twilight of The Scientific Age (1996), menyebutkan, teori Einstein menandai puncak ilmu modern.

Artinya, tidak ada lagi kemajuan ilmu setelah teori ini. Kemajuan ilmu hanya ditandai dengan pengembangan relativitas Einstein. Termasuk biologi molekuler yang kemudian melahirkan penemuan pesat di bidang imunologi. Ilmu yang mendasari teori imunitas tubuh. Melalui teori relativitas, Einstein melahirkan hukum fisik-nonfisik.

Hukum ini senada dengan hukum aksi-reaksi Newton. Sesuai dengan Newton, seirama dengan Einstein, penulis (2014, dalam buku Dasar-dasar Kedokteran Timur) memajukan hukum pasangan. Menurut hukum pasangan, imunitas hanya berwujud tahan-rentan. Yang tahan berimunitas optimal, yang rentan berimunitas minimal, tak berbekas harapan, lalu meninggal.

Namun yang penting, siapa pemilik imunitas optimal, siapa pemilik imunitas minimal? Logika berujar, tak seorang pun bisa melarang orang memiliki imunitas optimal. Sesulit menghalangi orang menginginkan berimunitas minimal.

WHO sudah lama menyosialisasikan bagaimana meningkatkan higienitas diri, juga Indonesia bahkan seluruh bangsa di dunia. Mulai dari cuci tangan, semprotan lingkungan, cara bersin, cara batuk, cara karantina atau isolasi, bahkan cara berdekatan, social distancing. Itu merupakan serangkaian upaya memperoleh imunitas melalui jalur fisik. Terhadap upaya nonfisik, belum banyak dibincangkan. Baik WHO, AS, maupun negara lokasi Wuhan.

Padahal beribu riset, baik terdahulu maupun belakangan, menghasilkan sejumlah kesimpulan. Yakni, imunitas bisa dilesatkan melalui upaya nonfisik. Bersihkan egoisme sampai ke dasar. Egoisme adalah motivasi fokus untung bagi diri sendiri. Egoisme mengutamakan diri daripada orang lain. Siapa pun itu, teman, sahabat, bahkan orang yang diakui dicintai. Mereka tak peduli berkejaran menumpuk barang padahal dibutuhkan banyak orang. Ini salah satu tanda paling sahih egoisme.

Datang rapid test (tes laboratorium cepat, saat ini untuk Covid-19), tanpa gejala jelas merupakan gambaran lain menutup peluang pasien sungguhan. Begitu pun datang untuk periksa ke pusat rumah sakit rujukan walau tak ada gejala yang sangat merisaukan merupakan egoisme.

Kalau hal-hal keliru bersifat egoisme terus dilakukan, yang datang adalah kegelisahan yang semakin mencekam. Selanjutnya, imunitas menurun tajam dan kita menjemput kerugian. Pasangan egoisme adalah altruisme. Sifat yang mendahulukan selain dirinya.

Menyempurnakan manfaat bagi sebanyak mungkin orang. Bahkan, kepada tanaman juga benda sekitar. Intinya, apa saja yang manfaat dari dirinya bisa ia tebarkan.

Ia bersegera membantu siapa pun yang membutuhkan. Ini upaya nyata yang berbuah kebahagiaan, yang kemudian melahirkan imunitas menjulang, badan sehat bahagia, sejahtera tanpa penghalang.

Terkait potensi altruisme dalam melesatkan imunitas, seorang pakar bedah berkebangsaan AS, sabar menunggu hasil penelitian terhadap 57 orang wanita, yang menderita keganasan payudara, carcinoma (Ca) mamma. Mereka semua bisa sembuh total dari keganasan sel-sel carcinoma, melalui jalan love, altruisme.

Mereka membuka hari dengan senyum. Gambaran syukur dan senang. Mereka mengucapkan salam kepada siapa pun yang berpapasan. Mereka merawat tanaman. Memelihara hewan dengan hati lapang. Membantu siapa pun yang perlu uluran. Tak lama berselang, imunitas mereka mampu menahan laju pertumbuhan sel ganas itu.

Hasil temuan Siegel ini diabadikan dalam, “Love, Medicine, and Miracles”. Buku international best seller ini dicetak berulang dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Buku yang dipublikasikan pertama pada 1986 tersebut, sampai sekarang terus diminati kalangan ilmuwan. Heran terhadap apa yang disaksikannya, Siegel meneruskan penelitiannya. Sekali ini terhadap penderita HIV-AIDS.

Virus ganas yang menyerang imunitas tubuh penderita sendiri yang tidak memberi kesempatan siapa pun untuk hidup bertahan. Setidaknya, saat melakukan penelitian, Siegel tak lupa dengan kisah penderita keganasan Ca mamma yang berhasil sembuh cemerlang.

Kali ini, Siegel pun memperoleh hasil menakjubkan. Para pasien HIV-AIDS sembuh sempurna. Penderita HIV-AIDS berubah haluan. Mereka menjadi relawan yang setiap waktu menyiapkan bantuan bagi siapa pun.

Altruisme mereka meningkat tajam. Saat ini, altruisme menjadi pedoman terdepan bagi siapa pun yang merawat pasien HIV-AIDS. Covid-19 bukan HIV-AIDS yang sangat mematikan. Covid-19 sangat bisa diadang dengan jalan mendahulukan orang lain, altruisme, love.

Saling berkasih sayang atas nama Tuhan, imunitas menguat untuk mengadang Covid-19. Setiap kita sama-sama berpeluang melesatkan imunitas sampai optimal, menuntaskan problem global Covid-19 melalui altruisme. Empaskan egois dari setiap keadaan. Kita berpeluang menang menutup pandemi global ini. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat