Seorang anak berusia tiga tahun penderita demam berdarah dangue (DBD) sedang dirawat di salah satu ruangan di RSUD Prof WZ Johanes di Kota Kupang, NTT, Jumat (7/2/2020). | Kornelis Kaha/Antara Foto

Nasional

‘Semua Terpapar DBD’

Terjadi peningkatan kasus DBD pada beberapa daerah meski sudah dilakukan pengasapan.

 

KUPANG -- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) menyatakan, 22 kabupaten/kota yang ada di provinsi berbasis kepulauan ini telah terpapar penyakit demam berdarah dengue (DBD). Total korban meninggal hingga Jumat (13/3) telah mencapai 39 orang dengan 3.284 kasus DBD.

“Semua kabupaten/kota di NTT telah terpapar dengan kasus penyakit DBD. Serangan penyakit DBD yang sebelumnya hanya terjadi pada lima kabupaten/kota, ternyata telah menyebar ke semua kabupaten di NTT,” kata Asisten Bidang Pemerintahan Setda NTT Jamal Ahmad di Kupang, Jumat (13/3).

Jamal mengatakan, Kabupaten Sikka merupakan wilayah yang mengalami kasus DBD tertinggi di NTT yang mengakibatkan 14 orang meninggal dunia dengan 1.264 kasus. Total sebanyak 3.284 kasus DBD di Provinsi NTT tercatat sejak Januari hingga Maret. “Serangan penyakit DBD di NTT saat ini sangat ganas,” kata dia.

Beberapa daerah yang sebelumnya telah ditetapkan kejadian luar biasa (KLB) DBD, seperti Lembata dan Alor, sudah dapat dikendalikan. Fogging atau pengasapan gencar dilakukan di permukiman warga yang memiliki kasus DBD.

Namun, kata Jamal, terjadi peningkatan kasus DBD di beberapa daerah lainnya, seperti Kabupaten Belu, Kota Kupang, dan Sikka, kendati pemerintah setempat juga gencar melakukan pengasapan. Dia meminta Dinas Kesehatan di masing-masing daerah mengkaji mengapa kasus DBD terus meningkat.

“Kami minta dalam penggunaan cairan asap dilakukan sesuai standar yang ditentukan karena kenyataannya serangan DBD semakin mengganas, padahal sudah dilakukan pengasapan. Apakah ada kekeliruan dalam penggunaan zat pembasmi nyamuk yang tidak sesuai?” ujar dia.

Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo mengeluarkan instruksi agar aktivitas belajar-mengajar di seluruh sekolah mulai dari SD hingga SMA dimundurkan menjadi pukul 10.00 WITA. Instruksi tersebut efektif diterapkan mulai Kamis (12/3).

“Aktivitas belajar-mengajar yang semula jam 07.00 WITA baru akan dimulai pukul 10.00 WITA karena anak-anak dilibatkan untuk pemberantasan sarang nyamuk,” ujar dia.

Sampai saat ini, kata dia, jumlah kasus DBD di Sikka mengalami kenaikan sebanyak 30 kasus dibandingkan dengan Rabu (12/3) lalu dengan jumlah kasus mencapai 1.234 kasus. Sementara itu, jumlah pasien yang dirawat, menurut data Dinas Kesehatan kabupaten setempat, mencapai 101 orang dan yang meninggal 14 orang.

Di Jawa Barat, dari 27 kota/kabupaten hanya dua daerah yang ada di zona hijau penyebaran epidemi DBD. Kedua daerah itu yakni Kota Cirebon dan Pangandaran. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Berli Hamdani Gelung Sakti, zona hijau adalah zona yang jumlah kasus DBD-nya rendah atau kurang dari 50 kasus.

“Hingga menjelang pertengahan Maret ini, kasus di Pangandaran terdapat 16 kasus, sedangkan di Kota Cirebon sebanyak 10 kasus,” ujar Berli.

Saat ini, kata dia, terdapat sembilan daerah yang ada di zona merah dengan jumlah kasus tinggi atau di atas 150 kasus dengan adanya kematian. Salah satunya yakni Kabupaten Bogor dengan jumlah kasus tertinggi, yaitu 443 kasus dengan dua kematian. Lalu, di Ciamis, terdapat 381 kasus dengan jumlah kematian tertinggi, yakni sebanyak tiga orang. “Lainnya yang ada di zona merah ini Kota Bogor, Depok, Kota dan Kabupaten Sukabumi, Kota Bandung, Kabupaten Cirebon, dan Kota Tasikmalaya.”

Sisanya, kata Berli, 16 daerah merupakan daerah dengan kasus yang jumlahnya di atas 50. Kebanyakan kasus terjadi di daerah padat penduduk. Adapun jumlah kasus di Jabar hingga saat ini mencapai 4.600 kasus. Sementara, untuk jumlah kasus kematian di Jabar, kata dia, mengalami peningkatan menjadi 16 kasus. Satu kasus kematian tambahan berasal dari Kota Bogor.

Di Banyumas, Jawa Tengah, jumlah warga terjangkit DBD terus mengalami peningkatan. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, Sadiyanto, mengatakan, jumlah warga yang terjangkit DBD sejak awal tahun 2020 hingga saat ini mencapai 90 orang. Jumlah ini mengalami kenaikan cukup tinggi dibandingkan dengan pertengahan Februari 2020 lalu.

“Saat itu, jumlah kasus DBD baru 28 kasus. Namun, saat ini sudah menjadi 90 kasus,” ujar dia. Namun, mengenai korban meninggal belum ada perubahan. “Jumlah korban meninggal akibat DBD masih tetap dua orang,” katanya.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan, pemerintah tidak mengesampingkan penanganan penyakit DBD meski saat ini pandemi Covid-19 menjadi isu global. Pemerintah, kata dia, sudah mengirimkan tenaga kesehatan tambahan ke daerah-daerah paling parah DBD, terutama NTT, Jawa Barat, dan Lampung.

“Kita kirim tenaga di Sikka (NTT) yang paling banyak meninggalnya. Sekarang insiden DBD sudah menurun, tapi kita tunggu. Tapi, sudah mulai bekurang bangsal-bangsal pasiennya,” ujar Terawan. 

Terawan mengajak pemerintah daerah menggencarkan pengasapan untuk mencegah sebaran nyamuk DBD. Masyarakat juga diminta menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) demi mengurangi risiko terjangkit berbagai penyakit, seperti DBD dan Covid-19. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat