Kupu-kupu mengisap nektar atau sari bunga di halaman rumah warga Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis (6/2/2020). Kupu-kupu yang masuk ke dalam ordo Lepidoptera atau serangga bersayap sisik merupakan binatang yang sangat p | SYAIFUL ARIF/ANTARA FOTO

Sains

Perubahan Iklim dan Bahaya Ketidaksinkronan Penyerbukan

Kupu-kupu dan ngengat adalah kelompok serangga yang paling sensitif terhadap ketidaksesuaian waktu musiman ini.

Sebuah studi baru menemukan, waktu musiman tanaman maju rata-rata empat kali lebih cepat daripada serangga. Hal ini membuat interaksi kunci seperti penyerbukan tidak sinkron.

Studi yang dilakukan oleh para peneliti di University of Oxford dan Chinese Academy of Sciences ini dipresentasikan pada British Ecological Society Annual Meeting yang diadakan di Belfast pada 12-15 Desember. Sebuah studi terhadap lebih dari 1.500 spesies serangga herbivora di Eropa, yang mencakup data selama 34 tahun, menemukan bahwa 60 persen serangga telah berjuang untuk mengimbangi tanaman yang mereka andalkan karena perubahan iklim memajukan waktu musiman utama (fenologi).

Seperti mekarnya tanaman atau kemunculan serangga, lebih awal di awal tahun, dengan kecepatan yang berbeda. Seiring dengan meningkatnya perubahan iklim, tanaman ditemukan menyesuaikan waktu musiman mereka empat kali lebih cepat daripada serangga dalam menanggapi perubahan kondisi lingkungan.

photo
Pameran Foto Capung. Pengunjung melihat foto saat pameran foto Dragonfly di Yogyakarta, Senin (2/12). Pameran seni foto Dragonfly ini mengangkat tema Pengetahuan & Citra. Foto-foto karya Wahyu Sigit adalah kegiatan pameran seni foto yang akan menampilkan keragaman capung yang ada di kawasan nusantara. Sebagian masyarakat kita mungkin tidak banyak yang mengetahui kekayaan keragaman jenis capung yang ada di negeri ini. Capung yang merupakan serangga terbang kehidupannya ada di sekitar kita tetapi sering disepelekan kehadirannya. Wihdan/ Republika - (Republika/ Wihdan)

Kupu-kupu dan ngengat adalah kelompok serangga yang paling sensitif terhadap ketidaksesuaian waktu musiman ini. Sebagai contoh, serangga Dark Green Fritillary sedang berjuang untuk mengimbangi fenologi tanaman yang terus berkembang yang diandalkan oleh tahap ulat, seperti dog-violet dan marsh violet.

Serangga lain yang mengalami ketidaksinkronan yang signifikan dengan tanaman yang mereka andalkan adalah silver-ground carpet, lebah berwajah kuning, dan kumbang lebah Eurasia. Secara umum, para peneliti menemukan bahwa fenologi serangga yang bertelur satu kali setiap tahun, lebih terpengaruh daripada serangga yang bertelur banyak.

Sinkronisasi antara aktivitas biologis utama, seperti waktu pertumbuhan dan reproduksi, pada tanaman dan serangga sangat penting untuk menjaga keseimbangan, ekosistem yang sehat, dan produksi pangan. “Ketidaksesuaian antara fenologi tanaman dan serangga yang kami amati dalam penelitian ini menimbulkan ancaman yang signifikan bagi ekosistem dan mata pencaharian kita," kata Yanru Huang, seorang mahasiswa PhD di University of Chinese Academy of Sciences dan University of Oxford, yang akan mempresentasikan penelitian ini pada BES Annual Meeting.

photo
Pelajar SMPN 1 Wonosalam yang tergabung dalam Polisi Air bersama aktivis Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) melakukan pengamatan kesehatan air Sungai Gogor menggunakan serangga air atau biolitik di Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Ahad (27/2/2022). Pengamatan dengan menggunakan 17 jenis serangga air yang didominasi oleh larva sensitif terhadap pencemaran tersebut untuk mengetahui kandungan air di Sungai Gogor Wonosalam, dan ditemukan bahwa sungai Gogor Wonosalam kawasan hulu Brantas itu masih sehat atau belum tercemar. - (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)

Menurutnya, kita dapat segera melihat kepunahan spesies yang saling bergantung satu sama lain, bahkan runtuhnya jaringan jaring-jaring makanan. Roberto Salguero-Gomez, Profesor Ekologi di Departemen Biologi Universitas Oxford, Inggris, dan penulis senior penelitian ini, mengatakan, ketidaksesuaian waktu musim tidak hanya berdampak pada keanekaragaman hayati, tetapi juga pada manusia.

Mengingat 84 persen tanaman di Eropa secara langsung bergantung pada serangga untuk penyerbukan, jelas terlihat betapa kita sangat bergantung pada jasa ekosistem yang disediakan oleh serangga. “Jika Anda memikirkan apa yang Anda makan untuk sarapan pagi ini, semuanya berasal dari alam dan sebagian besar dari serangga. Jika Anda makan buah beri, almon, teh atau kopi, itu tidak akan terjadi tanpa jasa serangga. Jadi, tentu ada dampaknya bagi manusia,” kata Salguero-Gomez seperti dilansir Phys, Selasa (13/12/2023).

Dalam penelitian ini, para peneliti menggunakan data dari basis data Global Biodiversity Information Facility. Mereka meneliti bagaimana perubahan iklim memengaruhi spesies di Eropa karena wilayah ini dipantau dengan baik oleh para ahli ekologi dan masyarakat umum. 

photo
Pengunjung mengamati koleksi tumbuhan kantong semar di Taman Nepenthes Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Selasa (6/12/2022). Kebun Raya Bogor kembali membuka wahana edukasi Rumah Kaca Taman Nepenthes yang memiliki koleksi lebih dari 50 jenis kantong semar yang merupakan tumbuhan karnivora asli Indonesia yang dapat memakan serangga. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Sehingga memungkinkan untuk melakukan penelitian pada skala spasial dan temporal yang besar. Mereka termasuk empat kelompok serangga yang paling banyak dipelajari yaitu Hemiptera (serangga sejati), Hymenoptera (misalnya lebah, semut), Coleoptera (misalnya kumbang), dan Lepidoptera (misalnya kupu-kupu dan ngengat).

Huang berharap penelitian ini semakin meningkatkan kesadaran tentang bagaimana perubahan iklim mengganggu kestabilan sistem alam. Beberapa tahun terakhir ini, keanekaragaman serangga di Eropa menurun drastis, seiring dengan meningkatnya dampak perubahan iklim terhadap lingkungan kita. “Kami ingin penelitian kami dapat mempromosikan strategi untuk menghadapi tantangan-tantangan ini,” kata Huang.

Huang akan mempresentasikan hasil penelitiannya pada pertemuan tahunan British Ecological Society. Penelitian ini saat ini belum dipublikasikan. Konferensi ini akan mempertemukan lebih dari 1.300 ahli ekologi untuk mendiskusikan terobosan terbaru dalam bidang ekologi.

 

 
Jika Anda memikirkan apa yang Anda makan untuk sarapan pagi ini, semuanya berasal dari alam dan sebagian besar dari serangga.
 
ROBERTO SALGUERO-GOMEZ, Profesor Ekologi di Departemen Biologi Universitas Oxford, Inggris. 
 
 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Penyakit dan Bencana Alam yang Dipicu Perubahan Iklim

Genting bagi seluruh pihak untuk melakukan upaya pengendalian perubahan iklim.

SELENGKAPNYA

Menagih Janji Mitigasi Perubahan Iklim

Inisiatif pembiayaan kota berkelanjutan sebagai upaya mengurangi emisi karbon.

SELENGKAPNYA

Erick Thohir: Aksi Laut Krusial Atasi Perubahan Iklim

Erick menegaskan komitmen Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim.

SELENGKAPNYA