Pengunjung membuang sampah elektronik bekas pada acara Langkah Membumi Festival (LMF) 2023 di SCBD Park, Jakarta Selatan, Sabtu (25/11/2023). Gelaran LMF tahun kedua yang mengusung tema besar ‘One Action, One Earth’, itu menjadi wadah yang mempertemukan e | Republika/Putra M. Akbar

Sains

Cerita Sedih Masyarakat dari Kelompok Rentan Perubahan Iklim

Mengatasi perubahan iklim memerlukan pemahaman tentang interaksi kompleks antara manusia dan alam

Indonesia merupakan salah satu negara paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sebanyak 199 kabupaten/kota yang terletak di wilayah pesisir terancam dampak perubahan iklim.

Selain itu, terdapat 40 kabupaten/kota yang mempunyai indeks kerentanan pesisir yang sangat tinggi. Di mana kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim menyebabkan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir akan kehilangan tempat tinggal.

Demikian yang disampaikan Anna Amalia dari Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Lebih lanjut Anna mengungkapkan, data sebanyak 11,65 juta orang yang masuk dalam kategori miskin di Indonesia menghadapi ancaman yang lebih tinggi dari dampak perubahan iklim.

photo
Aktivis lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) membawa manekin yang dibungkus oleh sampah kemasan sachet saat aksi di kawasan BSD, Tangerang, Banten, Rabu (15/6/2022). Mereka mendesak PT Unilever Indonesia untuk menghentikan produksi dan konsumsi sachet yang berpotensi mencemari saluran air dan kualitas udara serta dapat memperburuk kondisi lingkungan dan perubahan iklim. - ( ANTARA FOTO/Fauzan/aww.)

"Tak hanya kerugian fisik, perubahan iklim juga berpotensi menghilangkan mata pencaharian, sehingga berpotensi menambah jumlah penduduk miskin di Indonesia," ucap Anna seperti dikutip dalam keterangan tertulis, Jumat (24/11/2023).

Menurut Anna, mengatasi perubahan iklim memerlukan pemahaman tentang interaksi kompleks antara manusia dan alam, melalui pendekatan multidisiplin berdasarkan kesetaraan dan keadilan gender. Aksi terpadu dan kolaboratif dengan berbagai pihak, juga diperlukan dalam mewujudkan pembangunan berketahanan iklim.

Baik di tingkat nasional maupun regional pada masa depan dapat meningkatkan ketahanan terhadap dampak negatif perubahan iklim. "Kesetaraan gender dalam pembangunan berketahanan iklim perlu dijabarkan secara konkret dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk memastikan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di masyarakat bersifat inklusif, adil, dan berkelanjutan," ujarnya.

photo
Aktivis lingkungan hidup memegang plakat saat unjuk rasa Power Up di luar gedung KPU di Jakarta, Indonesia, 03 November 2023. Puluhan aktivis menggelar unjuk rasa menuntut komitmen calon presiden untuk memberikan solusi terhadap isu iklim dan transisi energi. Indonesia diperkirakan akan meningkatkan pembangkitan energi terbarukan hingga 44 persen pada tahun 2030 melalui kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP). - (EPA-EFE/MAST IRHAM)

Senada, Kepala Pusat Riset Hukum (PRH) BRIN, Laely Nurhidayah menjelaskan, masyarakat di wilayah yang terkena dampak perubahan iklim akan lebih rentan terhadap migrasi paksa, perdagangan manusia, dan kerja paksa. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat lokal di desa Sriwulan, Demak, Jawa Tengah, warga desa yang kehilangan lahan pertaniannya, kini mendapatkan pekerjaan sebagai buruh di industri di Semarang.

Pemerintah, ditegaskan Laely, perlu memperkuat perlindungan hukum dan meningkatkan upaya penegakan hukum, dan perusahaan perlu melakukan uji tuntas yang lebih intensif. "Melihat dari kerangka hukum dan kebijakan dalam perlindungan dari dampak perubahan iklim, saat ini belum ada hukum yang secara spesifik mengatur dampak dari perubahan iklim di Indonesia," kata Laely menjelakan.

Oleh karena itu, menurut dia, BRIN yang dimotori oleh Kepribadian dan Relasi Antar Manusia (PRH) melalui program "Koneksi" berkolaborasi bersama Griffith University, Universitas Diponegoro, dan para pemangku kepentingan, mengidentifikasi kebijakan dan undang-undang serta kesenjangan implementasi dalam mengatasi migrasi lingkungan dan kerja paksa. Kita juga perlu melakukan pemetaan pemangku kepentingan tentang cara mengatasi migrasi lingkungan dan kerja paksa," ujar dia.

photo
Peserta pameran memperlihatkan karya yang terbuat dari limbah tusuk sate saat acara Langkah Membumi Festival (LMF) 2023 di SCBD Park, Jakarta Selatan, Sabtu (25/11/2023). Gelaran LMF tahun kedua yang mengusung tema besar ‘One Action, One Earth’, itu menjadi wadah yang mempertemukan ecopreneur, pihak swasta / pelaku industri, penggiat sustainability dalam mewujudkan visi bersama menciptakan Indonesia yang lebih berkelanjutan guna mengurangi dampak perubahan iklim. - (Republika/Putra M. Akbar)

Amy Young dari Griffith University menjelaskan bahwa tim riset program "Koneksi" berujuan mewujudkan kolaborasi dan koneksi antarpemangku kepentingan, seperti lembaga riset, lintas instansi, organisasi nonpemerintah, hingga instansi lintas negara. "Goal dari riset program Koneksi adalah kolaborasi internasional untuk berfokus pada riset dampak dari perubahan iklim pada perempuan dan anak-anak," kata Amy menerangkan.

Sementara itu, Wiwandari Handayani dari Universitas Diponegoro menyebutkan, program "Koneksi" mencakup kebijakan dan tanggapan dunia usaha Indonesia terhadap kerja paksa. Termasuk, dampaknya terhadap perempuan dan anak-anak yang rentan.

Terutama mereka yang terkena bencana alam, yang diperburuk oleh perubahan iklim. Dikatakan lagi bahwa Studi kasus yang diambil berasal dari daerah Muara Angke Jakarta, Pekalongan, dan Demak. “Karakteristik yang diambil adalah area dengan komunitas masyarakat yang bermata pencaharian di daerah pesisir, seperti nelayan, di mana dalam bidang tersebut terdapat perempuan yang bekerja sebagai buruh industri perikanan,” kata Wiwandari.

Dampak Terhadap Masyarakat Adat

photo
Guna mendorong keterlibatan suara lokal dalam aksi mitigasi iklim, koalisi CSO yang tergabung dalam aliansi Voices for Just Clime Action menggelar diskusi media di Cikini, Jakarta, Selasa (21/11/2023). - (Republika/Gumanti)

Perubahan iklim bukan lagi sekadar omong kosong. Dampaknya kini semakin terasa di berbagai daerah dan lapisan masyarakat, tak terkecuali masyarakat adat di kawasan Indonesia Timur.

Kristian Hanggongu Wali, Pemuda Adat Wundut Kabupaten Sumba Timur, menceritakan bahwa kenaikan suhu bumi akibat perubahan iklim telah membuat hutan adat menjadi lebih sering mengalami kebakaran. Padahal, kata dia, hutan adat memiliki peran krusial sebagai sumber kehidupan sekaligus penghubung antar masyarakat adat dengan Sang Pencipta.

“Intensitas kebakaran menjadi lebih sering, karena saya kira suhu Bumi semakin panas. Kejadian kebakaran ini tentu merugikan kami. Hutan itu sangat penting dan berarti bagi kami. Masyarakat adat sangat bertopang pada hutan,” kata Kristian dalam diskusi media yang diinisiasi Voice for Just Climate Action di Cikini, Jakarta, Selasa (21/11/2023).

Dunia yang Berubah Karena Perubahan Iklim - (Republika)

  ​

Situasi iklim yang ekstrem juga berdampak pada kekeringan panjang pada padang gembalaan, stok air, dan gagal panen di lahan pertanian masyarakat Wundut. Tidak hanya itu, serangan hama belalang yang semakin intens membuat pertanian gagal panen. Karenanya, hutan menjadi stok pangan terakhir yang harus dijaga.

"Hutan bagi kami lebih dari sekitar lahan, tapi juga ada relasi spiritual, relasi sosial-ekologis, dan kebudayaan. Sehingga, kami berharap dukungan dari berbagai pihak, termasuk pengakuan hak-hak masyarakat adat," kata dia menegaskan.

Dampak perubahan iklim juga dirasakan oleh petani di Flores Timur. Maria Mone Soge, petani muda perempuan dari Flores Timur, mengatakan bahwa situasi iklim yang semakin tidak menentu telah membuat banyak petani gagal panen. Karena itulah, masyarakat di sana mulai didorong untuk mengonsumsi pangan alternatif karbohidrat lokal nonberas.

“Jadi, peningkatan ketahanan masyarakat melalui sumber daya lokal menjadi sangat penting sehingga kebijakan iklim harus mendukung petani, nelayan, perempuan, kelompok disabilitas, masyarakat adat, dan generasi muda di pedesaan,” kata Maria.

Sebagai petani muda yang tinggal di daerah, Maria mengaku ada banyak kendala yang dihadapinya ketika ingin beraksi melawan krisis iklim. Di antaranya tantangan bahasa, dana yang cukup besar untuk perjalanan dan partisipasi, serta penggunaan bahasa jargon yang cukup kompleks dan berbagai akronim membatasi keterlibatan bermakna dari kelompok rentan.

“Seharusnya, platform multi-pihak di berbagai tingkatan (nasional, regional, global--RED) perlu memberikan ruang bagi kita untuk menyampaikan keprihatinan kita dan mengembangkan solusi iklim yang tanggap terhadap kebutuhan lokal. Tentu saja, hal ini harus dibarengi dengan dukungan pendanaan serta peningkatan kapasitas bagi komunitas dan pemangku kepentingan di tingkat lokal,” ujar Maria.

Merespons hal tersebut, Vincent Bureni dari C4Ledger-SSN, menegaskan, keterlibatan masyarakat lokal dalam adaptasi dan mitigasi iklim sangatlah penting. Selain karena mereka termasuk kelompok rentan, masyarakat adat dan lokal juga dapat melestarikan hutan atau konservasi.

Ia pun mendorong pemerintah Indonesia untuk menggunakan momentum konferensi iklim PBB ke-28 (COP28) dan proses global stocktake (GST) untuk melibatkan Non-State Actors (NSAs) serta kelompok rentan dalam pembahasan lebih lanjut maupun kebijakan di tingkat negara, seperti pemutakhiran dokumen NDCs juga perencanaan di tingkat sub-nasional.

“Pemerintah jangan menjadikan masyarakat adat sebagai penonton saja, mereka harus dilibatkan. Suaranya harus didengar, dan diberi ruang sebesar-besarnya untuk ikut berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim,” kata Vincent. 

 

 
Hutan bagi kami lebih dari sekitar lahan, tapi juga ada relasi spiritual. 
 
KRISTIAN H WALI, Pemuda Adat Wundut Kabupaten Sumba Timur. 
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Kontribusi tak Proporsional Elite Global dalam Perubahan Iklim

Sekitar 12 miliarder terkaya di dunia telah menyumbangkan hampir 17 juta ton emisi.

SELENGKAPNYA

Perubahan Iklim dan Mengganasnya Nyamuk Demam Berdarah

Vaksinasi kini direkomendasikan oleh asosiasi medis dalam mencegah demam berdarah dengue.

SELENGKAPNYA

Perubahan Iklim Dipastikan Lebih Ngeri dari Film Horor

Dunia sedang berada di tengah-tengah kepunahan massal keenam,

SELENGKAPNYA

Lesatan Kepunahan Satwa Akibat Perubahan Iklim

Amfibi merupakan kelompok yang paling terancam punah.

SELENGKAPNYA