Burung kangkareng perut putih (Anthraceros albirotris) terbang mencari makan di pohon gebang kawasan Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, Kamis (3/8/2023). Habitat burung tersebut terdiri dari hutan primer yang masih terjaga ekosistemnya, hutan | Antara/Budi Candra Setya

Sains

Gelombang Panas dan Musnahnya Populasi Burung

Panas ekstrem berdampak pada berbagai spesies burung di semua tipe habitat.

Memburuknya kondisi gelombang panas di kawasan pertanian di Amerika Serikat (AS) memengaruhi kelangsungan hidup para fauna, khususnya burung. Berdasarkan studi terbaru, tercatat sudah ada jutaan bayi burung yang mati akibat kondisi panas ekstrem.

Studi itu digagas oleh tim peneliti dari University of California Davis di AS. Menurut para peneliti, kematian bayi burung serta unggas yang masih berusia muda dipicu dehidrasi dan gangguan termoregulasi atau kemampuan makhluk hidup untuk meregulasi suhu tubuh.

Kebanyakan bayi burung ada di sarang terbuka di area lahan yang tidak teduh. Kelangsungan hidup mereka juga bergantung pada kemampuan induknya untuk mencari makan dan mendukung sarang, yang keduanya berpotensi terhambat oleh suhu ekstrem.

photo
Ribuan burung ilegal hasil tangkapan Balai Karantina Pertanian (BKP) Lampung segera dilepasliarkan, Senin (24/7/2023).  - (Dok BKP)

Salah satu penulis utama studi, Katherine Lauck, menyebutkan bahwa selama ini konversi habitat untuk pertanian telah memengaruhi keanekaragaman hayati dan kesehatan spesies di pertanian. Kini, hal tersebut kian diperburuk oleh gelombang panas.

"Jika menggabungkannya dengan panas ekstrem yang terkait dengan perubahan iklim, hal ini akan menciptakan kondisi unik yang tidak dapat dialami burung saat berevolusi. Pada dasarnya, ini adalah soal apakah anak burung dapat bertahan hidup atau tidak," kata Lauck.

Dikutip dari laman Scientific American, Sabtu (28/10/2023), Lauck yang merupakan kandidat doktor di bidang ekologi menjelaskan lebih lanjut soal temuan studi. Hasil itu didasarkan pada analisis terhadap 152.000 catatan sarang yang dikumpulkan oleh NestWatch.

photo
Kawanan burung bangau mencari makan di rawa yang sudah surut akibat kemarau di daerah Sapan, Kabupaten Bandung, Rabu (6/9/2023). Areal rawa, selain berfungsi sebagai kolam retensi, juga salah satu pemasok air untuk sawah. - (Edi Yusuf/Republika)

Di program NestWatch besutan Laboratorium Ornitologi Cornell, sukarelawan setempat memantau sarang dan melaporkan tanda-tanda kesehatan dan perilaku burung menggunakan aplikasi daring. Data mencakup hal-hal seperti jumlah telur yang dihasilkan, perilaku bersarang burung dewasa, dan aktivitas bayi burung.

Pendekatan tersebut memungkinkan para peneliti menilai kondisi 58 spesies burung di habitat, seperti peternakan, hutan, padang rumput, dan kawasan lain. Temuan studi University of California Davis (UC Davis) sudah diterbitkan di jurnal Science.


Meski panas ekstrem amat berpengaruh, ancaman terhadap para bayi burung juga disebabkan oleh berbagai faktor. Beberapa di antaranya hilangnya habitat, predator, kelangkaan makanan, dan banyaknya kemunculan bangunan yang dibangun manusia.

photo
Warga menunjukan hasil memancing Burung Walet (Collocalia Vestita) di Desa Ciganjeng, Kabupaten Pangandaran Jawa Barat, Jumat (15/9/2023). Menangkap burung walet menggunakan umpan hama kungkang atau serangga walang sangit (Leptocorisa oratorius) itu dilakukan warga saat musim panen padi, dalam sehari bisa mendapatkan 200 ekor-300 ekor untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan. - (Antara/Adeng Bustomi)

Profesor biologi di UC Davis yang memimpin pengumpulan data, Daniel Karp, menyampaikan bahwa suhu di lahan pertanian yang tidak memiliki naungan bisa 10 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan di hutan. Itu turut berpengaruh pada proses reproduksi hewan.

Alhasil, keberhasilan reproduksi hewan berkurang secara signifikan jika dibandingkan dengan hewan yang tinggal di kawasan hutan. Para ilmuwan mendefinisikan keberhasilan reproduksi adalah munculnya setidaknya satu anakan dari sarangnya setiap musim kawin.

Panas ekstrem berdampak pada berbagai spesies burung di semua tipe habitat. Namun, para peneliti menemukan bahwa spesies western bluebird dan burung layang-layang pohon lebih rentan terhadap panas ekstrem si pedesaan AS.

photo
Petugas menunjukkan barang bukti Burung Kakaktua saat rilis kasus perdagangan satwa dilindungi di Gembira Loka Zoo, Yogyakarta, Kamis (20/7/2023). Sebanyak 10 Burung Kakatua dan burung paruh bengkok lainya berhasil diamankan dari tersangka RAW (25) asal Kendal. RAW diketahui sudah menjualbelikan 100 burung paruh bengkok beraneka jenis. Akibat perbuatannya RAW diancam dengan hukuman penjara selama lima tahun. - (Republika/Wihdan Hidayat)

Peneliti juga menemukan, burung yang tinggal di sarang terbuka dan kotak burung yang tidak teduh lebih rentan terhadap gelombang panas dibandingkan burung yang bersarang di lubang pohon dan tempat yang lebih teduh. Tren ini diamati di setiap wilayah pertanian AS.

"Hal ini menunjukkan bahwa spesies yang sudah mengalami penurunan populasi mungkin akan mengalami kesulitan yang lebih besar untuk membesarkan anak-anaknya karena gelombang panas terus terjadi dan semakin banyak lahan yang diubah menjadi pertanian," ujar Karp.

Temuan studi ini menambah deretan dampak perubahan iklim terhadap kerentanan populasi burung, yang menurut para ilmuwan merupakan indikator penurunan ekologi. Pada 2019, para ahli dari tujuh lembaga ornitologi besar dan organisasi nirlaba memperkirakan bahwa perkembangbiakan burung dewasa di Amerika Utara telah menurun sebesar 30 persen sejak 1970. Kondisi itu mengakibatkan hilangnya hampir tiga miliar burung.

 

 
Burung yang tinggal di sarang terbuka dan kotak burung yang tidak teduh lebih rentan terhadap gelombang panas.
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Menggali Sebab Panas Menyengat yang Berujung Kekeringan

Panas menyengat terjadi karena Indonesia memiliki kondisi miskin awan.

SELENGKAPNYA

Kalau Jakarta Terasa Kurang Panas, Bisa Coba Main-Main ke Sini

Assab biasanya hanya mengalami tiga hari hujan per tahun.

SELENGKAPNYA

Deretan Alasan Dunia Terasa Makin Panas Saat Ini

Dampak yang ditimbulkan oleh umat manusia terhadap iklim adalah pemanasan global sekitar 1,2 derajat Celsius.

SELENGKAPNYA

Kapankah Panas Menyengat Ini akan Berakhir?

Suhu maksimum yang tercatat paling tinggi adalah 38 derajat Celsius.

SELENGKAPNYA