
Mujadid
Sang Ulama dan Pejuang dari Bogor
KH Sholeh Iskandar turut berjuang melawan penjajah. Di masa tuanya, ia mendirikan lembaga pendidikan dan kesehatan.
KH Sholeh Iskandar lahir pada tanggal 22 Juni 1922. Lukman Hakiem dalam buku Jejak Perjuangan Ulama-Patriot KH Sholeh Iskandar menerangkan, tokoh ini berasal dari Kampung Gunung Handeleum, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Kedua orang tuanya bernama Haji Muhammad Arif dan Hajjah Atun Halimah.
Sholeh Iskandar muda mulai memasuki pesantren sejak menamatkan pendidikan sekolah rakyat di Buitenzorg—nama Bogor pada era kolonial. Ponpes Cangkudu di Serang (Banten) menjadi pilihan pertamanya. Sesudah itu, ia meneruskan ke Pondok Pesantren Cantayan Sukabumi.
Sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Sholeh turut larut dalam perjuangan fisik. Ia bergabung dengan Laskar Hizbullah, terutama yang berjuang di daerah Bogor, termasuk kawasan antara Leuwiliang dan Jasinga.
Keterlibatan Sholeh Iskandar sendiri dengan dunia kemiliteran sesungguhnya bermula sejak masa menjadi santri. Ia pertama kali mengikuti pelatihan laskar secara intensif saat bergabung dengan Barisan Islam Indonesia (BII). Kesatuan itu dibentuk pada 1939 sebagai anak organisasi al-Ittihadiyatul Islamiyah (AII). Pemimpinnya adalah guru Sholeh Iskandar di Ponpes Cantayan, yakni KH Ahmad Sanusi.
Pada masa revolusi, Sholeh Iskandar turut dalam pelbagai gerilya untuk mematahkan kekuatan militer musuh. Pada Oktober 1945, ia memimpin Laskar Rakyat Leuwiliang untuk menyergap dan melucuti belasan tentara Jepang di Kracak. Berbagai logistik dan persenjataan pun dapat mereka amankan dari kawasan perkebunan Nirmala Nanggung.
Ia juga mengatur perlawanan terhadap pasukan Inggris dan Belanda yang berpatroli di daerah Ciseeng, Parung, dan Depok, pada masa menjelang Perjanjian Renville. Laskar pimpinan Kiai Sholeh Iskandar juga beberapa kali menyerbu markas pasukan NICA, termasuk yang berada di Kotaparis Bogor dan Loji Sindangbarang. Saat memimpin Batalyon Perjuangan (Baperdju) di Cigudeg, timnya berhasil mengamankan Desa Nanggung dan Desa Karacak Leuwiliang.
Ia (Kiai Sholeh Iskandar) juga mengatur perlawanan terhadap pasukan Inggris dan Belanda yang berpatroli di daerah Ciseeng, Parung, dan Depok.
Jasanya yang paling dikenal adalah menghalau pasukan Belanda yang hendak menguasai Bogor. Waktu itu, Sholeh Iskandar memimpin pasukan gerilya Bataliyon Tirtayasa Siliwangi. Berkat taktik yang digunakannya, para pejuang dapat mematahkan mobilisasi musuh.
Kepiawaiannya dalam merumuskan dan menerapkan strategi perang terbukti dengan palagan di Bogor itu. Bahkan, aparat militer Belanda mengakui kehebatan Sholeh Iskandar. Hingga 1950-an, ulama yang aktif di perjuangan bersenjata itu berpangkat mayor. Titel tersebut sudah cukup tinggi karena kepala staf Angkatan Darat saja berpangkat kolonel ketika itu.
Peran Kiai Sholeh dan pasukannya pada masa mempertahankan kedaulatan RI diakui kalangan luas. Jenderal AH Nasution mengenang perjuangan mereka di front Bogor Barat. Tokoh TNI yang di kemudian hari berbintang lima itu menuturkan, “Kami berkunjung ke Resimen Jayarukmantara Rangkasbitung, kemudian ke front Bogor Barat, di mana Mayor H Dasuki dari Resimen 2 bertanggung jawab. Daerah ini diperkuat oleh pasukan-pasukan asal Hizbullah, yang dipimpin Mayor Sholeh Iskandar.”
Beberapa tahun sesudah pengakuan kedaulatan RI, personel-personel Hizbullah yang dipimpin Sholeh Iskandar bergabung dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat.

Aktif di politik
Di pengujung tahun 1949, RI akhirnya mendapatkan pengakuan kedaulatan dari Belanda. Sejak saat itu, Mayor KH Sholeh Iskandar merasa tugas kelaskarannya telah usai. Ia pun meneruskan perannya di tengah masyarakat sebagai seorang mubaligh.
Bagaimanapun, sang kiai tidak berlepas tangan akan nasib para anak buahnya. Ia pun mendirikan Persatuan Bekas Anggota Tentara (Perbata) untuk menghimpun orang-orang yang dahulunya terlibat dalam laskar perjuangan. Mereka diarahkan agar turut mendukung pembangunan dan pembinaan negara.
Kiai Sholeh juga pernah menjabat sebagai wakil ketua Gabungan Organisasi-organisasi Perjuangan dan ketua umum Persatuan Pejuang Islam Bekas Bersenjata Seluruh Indonesia. Di samping itu, ia didaulat menjadi salah seorang ketua markas besar Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI). Andilnya turut mendirikan Yayasan Carya Dharma guna meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota LVRI.
Di luar dunia pendidikan dan sosial, Kiai Sholeh pun terjun di ranah politik. Waktu itu, Masyumi merupakan satu-satunya partai berideologi Islam di Tanah Air. Ke sanalah ulama karismatik itu mencurahkan pemikiran dan energinya. Bersama dengan sejumlah alim, semisal Mohammad Natsir dan KH Noer Alie, ia menjadi salah seorang pengurus parpol “Bulan Bintang.”
Pada masa pemerintahan Orde Lama, Kiai Sholeh beberapa kali dipanggil Presiden Sukarno ke Istana Bogor. Bung Karno sempat memintanya agar bersedia menjadi menteri veteran. Akan tetapi, tawaran itu ditolaknya.
Waktu itu, Orde Lama berjarak dengan Partai Masyumi. Salah satu sebabnya, Bung Karno menggagas konsep “Nasionalisme, Agama, dan Komunisme” (Nasakom). Dengan rumusan itu, Partai Komunis Indonesia (PKI) diberi ruang atau bahkan dirangkul. Padahal, partai tersebut pada 1948 pernah memberontak terhadap pemerintahan yang sah, yakni Dwi Tunggal Sukarno-Hatta.
Tidak bisa didekati, orang-orang Masyumi pun dijadikan sasaran. Kiai Sholeh darat termasuk yang ditangkapi. Ulama ini kemudian dijebloskan ke dalam penjara sebagai tahanan politik selama empat tahun. Semua itu terjadi tanpa proses pengadilan yang terbuka.
Darul Falah
Usai bebas dari status tahanan politik, Kiai Sholeh Iskandar memutuskan untuk lebih banyak bergerak di bidang sosial dan pendidikan. Pada Juni 1960, ia bersama dengan sejumlah tokoh Islam lainnya mendirikan Pondok Pesantren Pertanian Darul Fallah di Bojong Jengkol, Ciampea, Bogor, Jawa Barat.
Hingga wafatnya pada tahun 1992, Kiai Sholeh merupakan ketua Yayasan Darul Fallah. Secara penamaan, darul fallah berarti “rumah petani” atau ”kampung pertanian.” Disebut demikian karena para pendirinya bermaksud menghadirkan sebuah lembaga pendidikan Islam yang tidak hanya mencetak generasi yang berilmu agama, tetapi juga memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang pertanian dan kewirausahaan. Hingga kini, yayasan tersebut menyelenggarakan pendidikan islami mulai dari jenjang taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Selain Darul Fallah, Kiai Sholeh juga mendirikan Ponpes Darul Muttaqien di Parung, Bogor. Di samping itu, perannya adalah merintis Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor. Institusi itu dibinanya bersama sejumlah tokoh, seperti Dr Marzuki Mahdi dan RSA Karta Djumena pada 1961.
Tidak hanya bidang pendidikan, ia juga terlibat dalam pendirian Rumah Sakit Islam Bogor. Baginya, semua kerja kerasnya itu semata-mata dengan niat ibadah, mengharapkan ridha Allah SWT. Edi Sudrajat dalam buku Bogor Masa Revolusi 1945-1950 menuturkan, KH Sholeh Iskandar berkontribusi nyata dalam upaya mengentaskan praktik ketidakadilan yang dirasakan kaum tani.
KH Sholeh Iskandar berkontribusi nyata dalam upaya mengentaskan praktik ketidakadilan yang dirasakan kaum tani.
Atas inisiatifnya, berdirilah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amanah Ummah. Lembaga keuangan mikro ini diperuntukkan untuk mempermudah akses ekonomi dan permodalan bagi kelompok usaha kecil dan menengah (UKM). Bank tersebut masih bertahan hingga saat ini.
Dalam usia 70 tahun, KH Sholeh Iskandar meninggal dunia. Untuk mengenang jasa-jasanya, pada 1995 pemerintah RI menganugerahkan Bintang Jasa Nararya kepada sang patriot.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Nasihat Luqman: Jangan Selalu Dengarkan Komentar Orang
Beberapa kali, Luqman terus dikomentari orang-orang saat sedang berada di pasar.
SELENGKAPNYAKisah Takfiri di Zaman Rasulullah
Muhallim bin Juttsamah langsung menebas orang yang dianggapnya non-Muslim itu.
SELENGKAPNYAAdaKami Ancam Tempuh Jalur Hukum
Pihak AdaKami mengeklaim belum menemukan informasi data nasabah yang diduga bunuh diri akibat teror penagihan.
SELENGKAPNYA