
Oase
Sempat Skeptis pada Agama, Mualaf Korea Ini Mantap Berislam
Lee Seong Yong bersyukur bahwa Allah SWT menganugerahkan hidayah kepadanya.
Seorang pembuat konten asal Korea Selatan, Lee Seong Yong, membagikan kisahnya dalam menemukan hidayah. Melalui saluran YouTube Yongsworld, ia menuturkan, dirinya tertarik dengan Islam sejak pergi berlibur ke Arab Saudi.
Sebelum perjalanannya ke Jazirah Arab itu, ia memandang Islam sebagai sesuatu yang "jauh." Lelaki kelahiran Busan itu lebih akrab dengan agama-agama lain, semisal Konghucu atau Kristen. Terlebih lagi, beberapa anggota keluarga besarnya merupakan Nasrani.
“Aku pernah rajin ke gereja. Namun, sampai usiaku 15 tahun, mulai merasa tak begitu terikat dengan agama yang itu,” ujar Lee Seong Yong melalui video di akun YouTube-nya, yang dilihat Republika beberapa waktu lalu.
Beranjak remaja, ia malah merasa agama tak terlalu penting. Ketika itu, Seong Yong memandang, seseorang dapat menjadi baik tanpa harus memeluk iman tertentu. Pemuda ini pun menjadi lebih kritis.
“Aku tidak bermaksud menjelekkan agamaku sebelumnya (sebelum memeluk Islam –Red), tetapi kumerasa yang aku sembah sebelumnya itu, sebutlah Buddha, Maria, Yesus, adalah manusia, bukan Tuhan,” ucap dia.
Tak jarang, kawan-kawannya di sekolah bertanya tentang agamanya. Yong pun selalu menjawab, hanya percaya pada diri sendiri. Jawaban ini tak berarti dirinya sombong, tetapi begitulah adanya. Ia merasa keberadaan manusia tak begitu bergantung pada Kekuatan Adikuasa.

Mencari kedamaian
Yong mengenang, waktu itu dirinya sempat mengalami bipolar. Ini suatu keadaan psikologis yang membuat penderitanya merasakan suasana hati tak menentu. Tiba-tiba merasa berada di antara dua kutub yang berlawanan: kebahagiaan dan depresi. Penyakit ini membuatnya merasa seperti terjerumus dalam lautan gelap.
“Dari sana, aku mulai berupaya mencari kedamaian batin. Dan, aku menemukan, Islam adalah agama yang damai,” kata dia.
Yong mengaku dirinya adalah pria pemalu. Sebelum bersyahadat, sebenarnya ia ingin mempelajari Islam dari orang-orang secara langsung. Akan tetapi, dirinya memilih penelusuran sendiri terlebih dahulu.
Pilihannya jatuh pada internet. Dengan berselancar di dunia maya, ia mendapatkan berbagai informasi tentang Islam. Di suatu laman, Yong menemukan, ternyata syarat untuk menjadi seorang Muslim cukup mudah. Hanya perlu mengucapkan dua kalimat yang disebut syahadat.
Maka, sebelum kakinya melangkah ke masjid terdekat di daerah tempat tinggalnya, ia sudah berlatih berhari-hari. Sehingga, ketika tiba saatnya mengucapkan “Asyhaduan Laa Ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah”, lidahnya tak kelu.
“Menjadi Muslim sangat sederhana, hanya bersyahadat saja!” kata dia.
Pada akhir Desember 2019, Yong memutuskan untuk pergi ke suatu masjid di Yongin, daerah tempatnya bermukim. Hari itu, Jumat, sehingga kaum Muslimin setempat meramaikan masjid itu untuk shalat Jumat berjamaah.
Usai ibadah itu, ia menjumpai imam dan beberapa jamaah di sana. Dengan ditemani seorang sahabatnya, Yong pun memasuki rumah ibadah tersebut. Orang-orang menyambutnya dengan ramah.
Dengan disaksikan mereka, ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat. Sang imam memandunya agar dapat melafalkan kalimat agung itu, baik dalam bahasa Arab maupun Korea.
Usai bersyahadat, Yong bersyukur sekali. Ia lantas mengundang beberapa jamaah masjid untuk makan bersama. Ini sebagai sebuah perayaan kecil sekaligus kegembiraan karena dirinya mendapatkan saudara baru—seluruh Muslimin di dunia.
Sejak menjadi Muslim, Yong kian terpacu untuk menggali lebih dalam tentang Islam. Ia pun berkomitmen untuk menunaikan kewajiban ibadah satu per satu.
Dimulai dengan cara mencari arah kiblat, kemudian wudhu. Waktu itu, ia belum menjumpai seorang ulama fikih. Alhasil, Yong belajar terutama dari video-video di internet, termasuk tentang cara berwudhu dan shalat lima waktu.
Selanjutnya, menghafal bacaan shalat dan surah-surah pendek dalam Alquran. Semua dijalaninya secara perlahan, tahap demi tahap.
Dengan antusias, ia mempelajari banyak hal lainnya tentang syariat.
Dengan antusias, ia mempelajari banyak hal lainnya tentang syariat. Ia menemukan, Islam ternyata melarang seorang lelaki untuk mengenakan perhiasan dari emas. Muslim juga tak boleh berpenampilan seperti lawan jenis.
“Pria Muslim dilarang menggunakan perhiasan dari emas dan menyerupai wanita seperti menggunakan anting, maka saya melepas semua anting saya dan memberikan semua koleksi saya pada teman saya,” ujar dia.
Terkesan Baitullah
Dalam budaya Korea, minuman beralkohol tak asing lagi. Begitu pula dengan makanan yang mengandung babi. Ini memiliki kesan tersendiri bagi Yong, terutama setelah dirinya memeluk Islam.
Sebelum dirinya menjadi seorang mualaf, Yong membuka usaha bar. Ini dilakukannya dengan patungan bersama beberapa temannya. Bagaimanapun, ia sendiri tak pernah kecanduan alkohol.
Alhasil, saat masa-masa mengenal Islam, ia tak berat untuk meninggalkan minuman keras. Setelah menjadi Muslim, ia sudah siap untuk meninggalkan alkohol, termasuk usaha bar tersebut. “Aku sekarang lebih suka minum jus,” kata dia.
Kesulitan juga tak dijumpainya mengenai makanan dengan daging babi. Sejak kecil, Yong mengaku menderita alergi bila memakan sajian yang mengandung bahan tersebut. Setiap ada acara makan, ia sebisa mungkin menghindari daging babi. Lebih suka daging sapi, kambing, atau ayam.
Yong bersyukur, sikap teman-temannya tidak berubah. Malahan, banyak yang ikut berbahagia dengan pilihannya berislam.
Beberapa tahun lalu, Yong mendapatkan tawaran untuk menunaikan umrah. Dia merasa bersyukur dapat pergi ke Tanah Suci.

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Yong melihat langsung bagaimana lautan manusia melakukan tawaf. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia, dan kini menyatu dalam satu identitas: hamba Allah SWT. Menyaksikan ini, perasaannya terharu sekaligus bahagia.
Kembali ke Busan, ia bertemu dengan ibunya. Di rumah, akhirnya Yong menyatakan dengan jujur bahwa kini dirinya memeluk Islam. Dan, ibundanya hanya mengucapkan satu kalimat. “Aku tak ingin berbicara lagi denganmu,” ujar Yong menirukan ucapan ibunya itu.
Pemuda ini pun memutuskan untuk kembali ke apartemennya. Di dalam hati, doa terus dipanjatkannya, semoga kedua orang tuanya—terutama ibunda—luluh.
Di Korea, ada perayaan Hari Orang Tua. Ternyata, pada momen itulah doanya dikabulkan Allah. Yong dapat menghubungi ibundanya. Kini, sang bunda tak lagi menyimpan amarah, dan kembali hubungannya membaik.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kisah Hidayah Pasangan Mualaf dari Inggris
John Smith dan Hanan Sandercock meniti jalan masing-masing untuk menemukan hidayah Illahi.
SELENGKAPNYAEmpat Saksi Dihadirkan Pada Sidang Gratifikasi Yana Mulyana
Dalam kesaksian mereka menyebut aliran dana mengalir ke sejumlah pihak termasuk legislatif.
SELENGKAPNYABinatang Makan Panganan Haram, Bolehkah Dikonsumsi?
Kemakruhan terjadi apabila unta yang memakan kotoran tersebut mengeluarkan bau busuk kotoran yang menyengat dari dagingnya.
SELENGKAPNYA