Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Usaha Bersama Pasangan

Saat suami dan istri membangun usaha bersama, apa saja yang perlu diperhatikan?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saat suami dan istri membangun usaha bersama, apa saja yang harus diperhatikan agar usaha jalan dan tidak menimbulkan perselisihan dalam rumah tangga? Apakah perlu membuat kontrak perjanjian bisnis dan bagaimana skema yang sesuai syariah? Mohon penjelasan Ustaz. -- Ismail, Bogor

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Usaha bersama yang dilakukan oleh suami dan istri itu dibolehkan dengan ketentuan dan tuntutan sebagai berikut.

Pertama, dari sisi para pihak. Walaupun keduanya adalah suami istri, tetapi dalam perjanjian usaha itu keduanya adalah pihak atau entitas yang terpisah (bukan kapasitasnya sebagai suami atau istri).

Kedua, ihsan (profesional). Maksudnya, usaha yang dikelola keduanya itu tetap dikelola secara profesional walaupun keduanya adalah suami atau istri. Oleh karena itu, harus dimitigasi konflik kepentingan dan risiko kendala bisnis lainnya.

Ketiga, tidak melalaikan tanggung jawab keduanya terhadap keluarga. Juga tidak melalaikan tugas-tugas intinya di tempat kerja lain jika usaha bersama tersebut adalah usaha sampingan.

Keempat, usaha yang dikelola itu halal dan legal seperti bisnis atau usaha di sektor keuangan atau sektor riil atau sektor entertainment. Seperti bisnis usaha klinik kesehatan, usaha broker property, dan usaha jasa advokasi.

Kelima, ada beberapa pilihan perjanjian atau akad yang dapat dilakukan oleh keduanya, yaitu sebagai berikut.

(1) Saat keduanya adalah pemodal dalam perjanjian musyarakah, maka aturan mainnya merujuk pada ketentuan akad musyarakah, di antaranya Fatwa DSN MUI No 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah dan Standar AAOIFI No 12 tentang Musyarakah.

Di antaranya: “Keuntungan dibagikan berdasarkan nisbah-proporsional atau nisbah-kesepakatan. Salah satu syarik boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya. Keuntungan usaha boleh dibagikan sekaligus pada saat berakhirnya akad atau secara bertahap sesuai kesepakatan dalam akad. Kerugian usaha syirkah wajib ditanggung para syarik secara proporsinal sesuai dengan porsi modal usaha yang disertakannya.” (Fatwa DSN No 114 tentang Akad Syirkah).

Misalnya, keduanya sebagai pemodal, sedangkan pengelola adalah pihak lain. Modal yang disertakan itu Rp 100 juta, sebesar Rp 50 juta dari suami dan Rp 50 juta dari istri, maka keuntungan yang direalisasikan pengelola usaha itu dibagi antara pengelola dan pemilik modal (yang terdiri dari suami dan istri tersebut) sesuai kesepakatan.

Begitu pula saat rugi, maka menjadi tanggung jawab pemilik modal (tidak menjadi utang pengelola) kecuali terjadi karena wanprestasi yang dilakukan pengelola.

(2) Saat salah satunya (suami atau istri) adalah pemodal dan yang lainnya (suami atau istri) adalah pengelola, maka aturan mainnya merujuk pada Fatwa DSN MUI No 115/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Mudharabah dan Standar AAOIFI No 13 tentang Mudharabah.

Di antaranya: “Pengelola sesuai dengan amanah investasi, bekerja secara profesional dan mitigasi risiko sehingga usaha memberikan imbal hasil.” (Fatwa DSN MUI No 115 tentang Akad Mudharabah).

Misalnya pemilik modal adalah istri, sedangkan suami adalah pengelola dengan modal usaha sebesar Rp 100 juta yang disertakan dalam usaha jualan alat tulis kantor (ATK). Selama satu bulan, keuntungan yang direalisasikan sebesar Rp 20 juta.

Sesuai kesepakatan --di mana pemilik modal berhak atas keuntungan sebesar 50 persen dan pengelola 50 persen--, maka pemilik modal berhak atas Rp 10 juta, begitu pula dengan pengelola berhak atas Rp 10 juta.

(3) Saat salah satunya adalah pemilik modal dan yang lain adalah penjual jasa, maka aturan mainnya merujuk pada Fatwa DSN MUI No 112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah dan Standar AAOIFI No 9 tentang Ijarah.

Di antaranya: “Diketahui spesifikasi dan jangka waktunya. Pihak yang menyewakan jasanya tidak menanggung kerugian, kecuali karena at-ta’addi, at-taqshir, atau mukhalafat asy-syuruth.” (Fatwa DSN No 112 tentang Akad Ijarah).

Misalnya suami sebagai pemilik modal, sedangkan istri diminta jasanya sebagai marketer atau penjual layaknya karyawan atau pegawai, maka seluruh keuntungan usaha menjadi hak pemodal, sedangkan istri mendapatkan fee berupa nominal tertentu.

Misalnya, modal usaha Rp 100 juta, keuntungan dari realisasi usaha Rp 20 juta, maka Rp 20 juta menjadi hak pemodal, sedangkan istri mendapatkan fee dari jasanya tanpa dipengaruhi realisasi keuntungan usaha.

Keenam, perjanjian tersebut dibuat tertulis, dipahami oleh keduanya dan disepakati supaya jelas dan tidak membuka potensi konflik saat terjadi kesalahpahaman antara keduanya karena bisnis yang dikelolanya.

Ketujuh, jika terjadi konflik antar keduanya terkait bisnis yang dikelola tersebut, maka sebaik-baiknya pebisnis adalah yang paling merelakan haknya agar hubungan bisnis tetap berakhir baik. Begitu pula hubungan keluarga lebih diutamakan supaya tetap terjaga dan terlindungi keharmonisannya.

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Jagalah Diri dari Maksiat

Syarah dari kitab Ar-Risalah al-Jamiah ini menerangkan pentingnya menjaga tujuh anggota badan dari perbuatan maksiat.

SELENGKAPNYA

Duka Rasulullah Kala Hamzah Gugur di Uhud

Paman Nabi SAW, Hamzah bin Abdul Muthalib, meninggal dunia di Perang Uhud. Jasadnya menjadi sasaran kebencian dedengkot musyrikin.

SELENGKAPNYA

Tiga Orang Diuji dengan Kemudahan

Ketiga orang dari Bani Israil ini didatangi malaikat yang menyamar sebagai manusia.

SELENGKAPNYA