SOLO, 31/1 - AKSI TOLAK KDRT. Sejumlah pegiat Jaringan Peduli Perempuan dan anak, menggelar aksi tolak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di depan Balaikota Solo, Jateng, Kamis (31/1). Dalam aksinya mereka mengecam KDRT sekaligus menuntut pemerintah untu | ANTARA FOTO

Gaya Hidup

KDRT, Ironi Klasik dalam Keluarga

Semua jenis kekerasan dalam rumah tangga sangat jarang dilaporkan.

Persoalan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sudah lama menjadi hal yang banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Sejumlah faktor dapat menghalangi para penyintas untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga sehingga sulit untuk memahami seberapa umum hal tersebut terjadi.

Tak harus dalam bentuk fisik, KDRT juga menjadi istilah untuk perilaku yang dirancang untuk memanipulasi, mengontrol, meremehkan, atau menyakiti. “KDRT dapat menyerang kelompok mana pun, terlepas dari komposisi demografis mereka. Hal ini dapat berdampak pada orang-orang dari semua latar belakang ras, identitas gender, usia, status sosial ekonomi, dan orientasi seksual,” kata konselor komunitas Michelle Giordano.

Di Amerika Serikat (AS), KDRT memengaruhi sekitar 10 juta orang setiap tahunnya. Para ahli percaya, statistik ini menunjukkan lebih rendah dari angka sebenarnya karena berbagai hambatan sistemis, hukum, sosial, dan emosional dalam pelaporan. “Semua jenis kekerasan dalam rumah tangga sangat jarang dilaporkan. Oleh karena itu, sulit untuk menentukan dengan tepat seberapa luas penyebarannya,” ujarnya.

photo
KDRT Dalam Angka - (Republika)

Menurut Giordano, mereka yang tidak melapor memiliki sejumlah alasan, di antaranya:

-Ketakutan akan apa yang mungkin dilakukan pelaku jika mereka melaporkannya

-Kurangnya kesadaran akan sumber daya yang tersedia untuk dukungan

-Perasaan malu atau terhina tentang apa yang terjadi

-Kurangnya akses ke telepon, komputer, atau cara lain untuk menghubungi bantuan

-Ketergantungan finansial pada pelaku

-Kurangnya kepercayaan terhadap sistem peradilan pidana

“Ini menjadi rumit ketika seseorang masih ingin atau merasa berkewajiban untuk melindungi pelaku kekerasan, yang merupakan orang yang dicintainya,” ujar psikoterapis Courtney Glashow.

Para penyintas yang berasal dari kelompok marginal mungkin enggan untuk melapor. Imigran tidak berdokumen, misalnya, tidak boleh melaporkan ke polisi karena takut hal ini akan mengakibatkan mereka dideportasi.

“Selain itu, beberapa laki-laki mungkin tidak melaporkan KDRT karena mereka berasal dari budaya atau keyakinan yang mempermalukan laki-laki karena telah dianiaya,” kata pekerja sosial klinis berlisensi Kaytee Gillis.

Data dari Koalisi Nasional Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga menunjukkan, satu dari empat perempuan dan satu dari sembilan laki-laki pernah mengalami beberapa bentuk kekerasan fisik, pelecehan seksual, atau penguntitan oleh pasangan dekat.

“Meskipun kekerasan yang dilakukan oleh pasangan intim dapat menimpa laki-laki dan perempuan, sering kali perempuan menjadi sasaran kekerasan fisik dan pelecehan seksual yang serius,” kata Giordano.

Ada kemungkinan juga, meluasnya hubungan kekerasan yang dilakukan oleh pasangan intim dengan perempuan adalah salah satu hal yang menghalangi laki-laki dan orang-orang dengan identitas gender lain untuk melaporkan pelecehan yang mereka alami.

Fakta dan Statistik 

photo
Kasatreskrim Polrestabes Semarang, AKBP Donny Lumbantoruan (tengah) menunjukkan sejumlah barang bukti dan tersangka kasus KDRT yang berujung kematian,di lingkungan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, saat menggelar konferensi pers di lobi Mapolrestabes Semarang, Kota Semarang, Kamis (31/8/2023) sore. - (Republika/ Bowo Pribadi)

Dilansir Healthline, Kamis (14/9/2023), beberapa perkiraan menunjukkan setidaknya satu dari tujuh anak di AS pernah mengalami pelecehan atau penelantaran dalam satu tahun terakhir. Menurut Aliansi Anak Nasional, anak-anak adalah kelompok yang paling rentan pada tahun pertama kehidupan mereka.

Sekitar 15 persen dari penyintas kekerasan terhadap anak adalah bayi dan sekitar 28 persen dari penyintas penganiayaan anak berusia di bawah dua tahun. Anak-anak Indian Amerika, Penduduk Asli Alaska, dan Anak-anak Afrika Amerika juga mengalami tingkat pelecehan yang sangat tinggi. “Orang dewasa yang menggunakan kekerasan terhadap pasangannya mungkin juga memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan pelecehan dan mengabaikan anak mereka sendiri,” ucap Gillis. 

 

Bagaimana Mencegah KDRT dalam Keluarga?

photo
Korban KDRT Pelapor Therisya Handayani 41 tahun menunjukkan foto-foto bekas penganiayaan saat mengadu ke Komnasnas Perempuan di Jakarta, Rabu (4/9). Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ini mengadu ke Komnas Perempuan karena sampai saat ini sang pelaku (Suami) tidak diproses hukum. Korban KDRT Pelapor Therisya Handayani 41 tahun menunjukkan foto-foto bekas penganiayaan saat mengadu ke Komnas Perempuan di Jakarta, Rabu (4/9). Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ini mengadu ke Komnas Perempuan karena sampai saat ini sang pelaku (Suami) tidak diproses hukum. - (Republika/ Tahta Aidilla)

Sebelum ada kasus pembunuhan istri yang dilakukan suaminya, telah viral video kekerasan yang dilakukan seorang pria terhadap pasangannya. Pria ini memukuli kepala pasangannya dengan mudah sambil memaki pasangannya. Dia juga sesekali menendang pasangannya. 

Hal ini direkam wanita yang menjadi korbannya dan diunggah di media sosial. Kejadian seperti ini bukan sekali dua kali, melainkan banyak terjadi di masyarakat.

Tidak hanya kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan psikis. Lalu bagaimana cara mencegah kekerasan dalam rumah tangga atau dalam suatu hubungan?

Untuk mencegah terjadinya KDRT, praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum, mengatakan sebaiknya dari internal dan eksternal. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Mom'sProject (@momslifeproject)

1. Secara internal 

Menurut Lia, kita perlu memiliki self esteem yang baik. Orang dengan self esteem yang baik, tidak akan merugikan orang lain karena ia tidak gampang tersinggung dan tersulut emosi. Orang dengan self esteem yang baik juga berani asertif jika ada hal yang merugikan atau membahayakan dirinya dan tidak merasa takut jika ditinggalkan oleh orang yang tidak baik. "Jadi yang paling dulu harus dibenahi adalah self esteem. Self esteem kita dan anak-anak," ujar perempuan yang akrab disapa Lia ini kepada Republika, Sabtu (16/9/2023).

 

2. Secara eksternal 

Dari eksternal, Lia melanjutkan, sebaiknya membantu jika ada tindakan KDRT di lingkungannya. Keluarga, tetangga, atau siapa pun harap untuk segera membantu. Jika tidak mau langsung ke polisi, bisa mendatangi lembaga lembaga atau LSM yang membantu anak dan perempuan.

KDRT itu bukan urusan rumah tangga saja, melainkan juga bisa masuk ranah pengaduan umum. Seringnya, orang tidak mau membantu karena tidak mau mencampuri urusan rumah tangga orang lain. "Padahal jika sampai ada KDRT, itu sudah bisa masuk pengaduan umum atau dapat dilakukan dari orang yang melihatnya, tidak harus pasangan atau keluarganya," ujar Lia.

 

 

 

KDRT itu bukan urusan rumah tangga saja, melainkan juga bisa masuk ranah pengaduan umum.

NUZULIA RAHMA TRISTINARUM, Praktisi psikolog keluarga. 

SHARE    

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

KDRT Berujung Kematian di Semarang

AA diketahui juga sudah sering menjadi korban kekerasan fisik dari suaminya.

SELENGKAPNYA

Kasus Dugaan KDRT Eks Legislator PKS Masih Jalan di Tempat

Bareskrim Polri tak kunjung meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan.

SELENGKAPNYA

Desakan Menyidik Dugaan KDRT Eks Legislator PKS Menguat

Komnas Perempuan juga sudah memberikan surat rekomendasi kepada Polri.

SELENGKAPNYA

NU Minta Keadilan untuk Korban KDRT eks Legislator PKS

GP Ansor Jakarta menyebut korban M merupakan kader NU.

SELENGKAPNYA