
Nasional
NU Minta Keadilan untuk Korban KDRT eks Legislator PKS
GP Ansor Jakarta menyebut korban M merupakan kader NU.
JAKARTA — Korban dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual, perempuan berinisial M, disebut-sebut sebagai kader Nahdlatul Ulama (NU). Bahkan, korban KDRT yang diduga dilakukan oleh mantan anggota Komisi VIII DPR, Bukhori Yusuf (BY), dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu pernah menjadi pengurus di salah satu organ sayap keperempuanan NU Depok, Jawa Barat.
Ketua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda (GP) Ansor DKI Jakarta Muhammad Ainul Yaqin al-Hafidz meminta kepolisian segera meningkatkan penanganan dugaan KDRT dan kekerasan seksual korban M itu ke tahap penyidikan dan penetapan tersangka untuk dapat disorongkan ke persidangan.
“Kami dari GP Ansor wilayah Jakarta meminta agar aparat kepolisian bisa berlaku adil lah dalam menangani kasus ini. Apalagi (kasus) ini menyangkut soal peristiwa penganiayaan terhadap perempuan yang tidak lain adalah istri sendiri dari si terduga pelaku,” kata Ainul Yaqin saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Ainul Yaqin mengatakan sudah mendapatkan informasi dari kalangan Nahdliyin mengenai kasus yang dialami dan nasib korban M tersebut. Dari beberapa informasi yang dia dapatkan, korban M adalah lulusan dua pondok pesantren NU di Jawa Tengah dan pernah menjadi kader serta pengurus di organisasi keperempuanan NU Depok.

“Kalau kabar yang bersangkutan pernah menjadi pengurus di Fatayat NU Depok ini memang kita masih belum kroscek bukti-bukti autentiknya karena itu kan kita harus melihat SK (surat keputusan --Red). Tetapi, yang pasti anak itu (M), dia itu kader NU, anak NU, warga NU lah,” ujar Ainul Yaqin.
Setelah mendapatkan kabar tentang korban M adalah warga NU, kata Ainul Yaqin, GP Ansor Jakarta pernah berusaha mencari tahu keberadaan perempuan 30-an tahun itu. “Tujuan kami sebenarnya untuk memberikan bantuan dan memberikan pendampingan hukum melalui LBH Ansor agar kasusnya ini bisa terbuka penanganan hukumnya,” ujar Ainul Yaqin.
Akan tetapi, dia mengatakan, upaya untuk dapat bertemu langsung dengan korban M menemui kendala. “Ternyata korban M ini kan sudah dalam perlindungan dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban --Red) dan dari LPSK ini tidak mengizinkan kami untuk bisa bertemu langsung dengan anak ini,” ungkap Ainul Yaqin.
Lantaran sulit bertemu, Ainul Yaqin mengatakan belum bisa mendengar langsung kronologi dugaan KDRT dan kekerasan seksual yang dialami M tersebut. Sebab, dia mengatakan, cerita versi korban M tersebut akan dipelajari oleh LBH Ansor untuk mencoba memberikan bantuan dan pendampingan hukum. Karena sulit bertemu, kata Ainul Yaqin, GP Ansor Jakarta dan LBH Ansor belum mendapatkan mandat kuasa pendampingan hukum dari korban M.
“Pada dasarnya kan LBH Ansor itu bisa memberikan bantuan kepada siapa pun. Bukan hanya untuk warga NU saja, tetapi juga untuk warga-warga lainnya. Tetapi, dalam kasus ini, kami mendapatkan informasi bahwa korban M ini adalah warga NU, dan itu menjadi kewajiban kami untuk memberikan bantuan secara hukum maupun bantuan pendampingan lainnya,” ujar dia.
Dalam siaran pers yang disampaikan tim pendamping hukum sementara korban M, Senin (22/5/2023) Srimiguna menjelaskan, KDRT yang diduga dilakukan BY terjadi sepanjang Maret sampai November 2022. Kekerasan tersebut dilakukan dengan beragam bentuk, dari kekerasan fisik dan verbal sampai pada intimidasi secara psikologis.

“Diduga, BY sering menghina fisik dan membandingkan korban M dengan perempuan lain, bahkan kerap memaksa korban M melakukan hubungan seksual yang tak wajar hingga membuat korban mengalami sakit dan pendarahan. Dan dari salah satu barang bukti diketahui BY mengaku melakukan hubungan seksual meski korban M telah mengalami pendarahan,” ungkap Srimiguna.
Dalam hal KDRT, dikatakan Srimiguna, BY diduga melakukan serangkaian kekerasan fisik, bahkan penganiayaan. "Selama berumah tangga kurun waktu 2022, BY kerap melakukan dugaan KDRT, di antaranya dengan menonjok berkali-kali ke tubuh korban dengan tangan kosong, menampar pipi dan bibir, menggigit tangan, mencekik leher, membanting, dan menginjak-injak tubuh korban yang sedang hamil. Akibat perbuatan itu, korban mengalami pendarahan. Bahkan, BY melakukan KDRT dengan memukul korban menggunakan kursi hingga babak belur dan membekap wajah korban dengan bantal hingga korban kesulitan bernapas," ujar Srimiguna.
Srimiguna mengatakan, pelaporan KDRT yang diajukan korban M sudah dilakukan sejak November 2022 di Polrestabes Bandung. Akan tetapi, kasus tersebut mangkrak lebih dari tujuh bulan tanpa penanganan hukum yang jelas. Sejak Januari 2023, LPSK memberikan hak perlindungan dan proteksi melekat 24 jam terhadap korban M.

Pada Senin (22/5/2023), tim pendamping hukum melakukan pelaporan kasus tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Akan tetapi, MKD batal melakukan pemeriksaan, dan sidang karena PKS, partai BY berkarier politik, melakukan pergantian. BY pun mengundurkan diri dari keanggotaan di DPR.
Pada Senin (22/5/2023) dan Jumat (26/5/2023), dua kali pihak BY membantah tuduhan KDRT dan kekerasan seksual yang dilakukan terhadap M. Pengacara BY, Maharini Siti Sophia, dalam siaran pers mengatakan, M adalah istri kedua BY yang dinikahi dengan cara siri pada Februari 2022. Dia mengatakan, selama sembilan bulan berumah tangga dengan M, BY adalah korban dari sikap posesif istri keduanya itu.
“BY menceraikan M karena tidak tahan dengan M yang ingin menguasai BY secara morel dan materiel dengan cara mengancam BY. Jadi, tidak benar bahwa M adalah korban. Justru BY adalah korban dari M,” ujar Maharini, Senin (22/5/2023).
Pada Jumat (26/5/2023), dalam konferensi pers, tim pembela BY pun membantah pernyataan yang menyebut M adalah korban KDRT. Pengacara BY, Ahmad Mihdan, menegaskan, hal yang terjadi antara BY dan M adalah perselisihan suami istri biasa. “Jadi, tidak benar kalau dikatakan ada KDRT,” kata Ahmad.
Kami belum mendapatkan cerita detail dari klien kami, Pak BY, mengenai hal tersebut.AHMAD MIHDAN, Pengacara BY
Tim pengacara BY justru menyampaikan bahwa M adalah pasien Rumah Sakit Kecanduan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta Timur. “Tim hukum BY telah mengumpulkan bukti-bukti terkait penyakit yang diderita oleh M selaku pelapor yang selama ini merupakan pasien di RSKO Cibubur, Jakarta Timur,” kata Ahmad.
Namun, ketika Republika menanyakan perihal kesimpulan dari tim dokter yang memeriksa M, tim pengacara BY tak ada yang bisa menjelaskan. Tim pengacara juga tak dapat menjawab pertanyaan soal sejak kapan M disebut sebagai pasien di RSKO. “Kami belum mendapatkan cerita detail dari klien kami, Pak BY, mengenai hal tersebut,” ujar Ahmad.
Ahmad cuma mengatakan, alat bukti yang dikumpulkan pihaknya soal M merupakan pasien kecanduan obat-obatan di RSKO dapat menjadi pertimbangan dalam proses penegakan hukum kasus tersebut. “Setidaknya bisa menjadi pertimbangan bagi masyarakat, khususnya aparat penegakan hukum, untuk menilai akurasi informasi yang disampaikan oleh pihak pelapor M,” ujar Ahmad.
LPSK Desak Dugaan KDRT Eks Legislator PKS Naik Penyidikan
Penanganan dugaan KDRT dinilai terlalu lama tanpa ada kemajuan hukum.
SELENGKAPNYAPenyelidikan Dugaan KDRT Kader PKS Berlanjut
Kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan lanjutan.
SELENGKAPNYAMengapa Polisi Lamban Tangani Dugaan KDRT Legislator?
Aduan KDRT yang diduga dilakukan petinggi PKS sempat mangkrak tujuh bulan.
SELENGKAPNYA