KDRT (ILUSTRASI) | Unsplash/Saif71

Nasional

Kasus Dugaan KDRT Eks Legislator PKS Masih Jalan di Tempat

Bareskrim Polri tak kunjung meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan.

JAKARTA — Bareskrim Polri tak kunjung meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan atas kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diduga dilakukan oleh bekas anggota Komisi VIII DPR, Bukhori Yusuf, terhadap istri keduanya, inisial M. Kepala Bagian (Kabag) Humas Mabes Polri Komisaris Besar (Kombes) Nurul Azizah mengatakan, status hukum kasus tersebut masih dalam pendalaman lanjutan untuk menentukan peningkatan ke penyidikan.

“Sampai saat ini belum ada perubahan. Masih lidik (penyelidikan, Red),” ujar Kombes Nurul kepada Republika, di Jakarta, Senin (5/6/2023).

Tim penyidik Subdit V Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri masih membutuhkan permintaan keterangan tambahan dari berbagai pihak untuk pendalaman materi kasus tersebut. Penyidik pun masih mengumpulkan alat-alat bukti untuk menemukan tindak pidana atas pelaporan kasus tersebut. “Penyelidikan lanjutan terus dilakukan setelah gelar perkara awal di Bareskrim,” sambung Kombes Nurul.

photo
KDRT Dalam Angka - (Republika)

Gelar perkara awal kasus KDRT yang diduga dilakukan politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terhadap M itu sudah dilakukan pada Kamis (25/5/2023). Penyidik Bareskrim juga sudah meminta keterangan langsung dari korban M pada hari yang sama.

Gelar perkara dan permintaan keterangan itu dilakukan setelah Dittipidum Bareskrim Polri mengambil alih penanganan kasus tersebut dari Polrestabes Bandung, Jawa Barat (Jabar) pada Senin (22/5/2023). Pengambilalihan kasus tersebut dilakukan setelah tujuh bulan penanganan dugaan tindak pidana penganiayaan, KDRT, dan kekerasan seksual itu mangkrak di Polrestabes Bandung.

Sementara itu, korban M sudah dalam perlindungan melekat 24 jam oleh Lembaga Perlindungan Saksi-Korban (LPSK) sejak Januari 2023. Informasi dari tim penyidikan, mereka merencanakan untuk kembali meminta keterangan pada Selasa (6/6/2023) atau Kamis (8/6/2023). Sedangkan, sejumlah lembaga dan komisi meminta agar kepolisian segera merampungkan permintaan keterangan dalam penyelidikan dan meningkatkan kasus tersebut ke level penyidikan.

“LPSK masih memberikan perlindungan yang melekat selama 24 jam sehari terhadap saksi-korban (M). Kami mengharapkan agar kasus-kasus yang seperti ini segera tuntas penyelesaiannya secara hukum,” kata Ketua LPSK Hasto Atmo Suroyo saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (30/5/2023).

photo
Kuasa hukum korban M, Srimiguna, melaporkan dugaan KDRT dan tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan anggota DPR Fraksi PKS berinisial BY ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, di gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/5/2023). - (Republika/Nawir Arsyad Akbar)

Hasto menjelaskan, semua pihak harus turut menyorongkan kasus tersebut sampai ke tingkat pengadilan demi memberikan keadilan bagi saksi-korban. Tim pengacara dan tim pendampingan hukum saksi-korban M pun semestinya berada di lini terdepan untuk mendorong kepolisian segera meningkatkan kasus dugaan KDRT tersebut ke level penyidikan sampai ke persidangan.

Komisi Nasional (Komnas) Perempuan pun meminta hal yang sama, yaitu agar Bareskrim Polri segera meningkatkan kasus tersebut ke level penyidikan. “Kami berharap pihak kepolisian dapat memproses kasus ini secepatnya dan agar kasus ini diproses secara transparan,” kata Ketua Subkom Pemantauan Komnas Perempuan Bahrul Fuad kepada Republika, Jumat (2/6/2023).

Bahkan, Komnas Perempuan dalam rekomendasi tertulis kepada Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto meminta agar tim penyidikan Subdit V Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri menggunakan Undang-undang (UU) Penghapusan KDRT dalam konstruksi hukum pengungkapan kasus yang diduga dilakukan politikus PKS tersebut.

photo
Sejumlah pegiat Jaringan Peduli Perempuan dan Anak menggelar aksi tolak KDRT di depan Balai Kota Solo, Jateng, Kamis (31/1). - (ANTARA FOTO)

Komnas merekomendasikan itu karena konstruksi penyelidikan oleh Bareskrim Polri terhadap kasus itu hanya mengacu pada Pasal 352 KUH Pidana terkait dengan penganiayaan ringan. Padahal, menurut Komnas Perempuan, peristiwa yang dilakukan oleh terduga pelaku BY adalah perbuatan KDRT dan kekerasan seksual.

Dalam surat rekomendasi Komnas Perempuan disebutkan, korban M mengalami tiga jenis kekerasan, yaitu kekerasan seksual berupa pemaksaan BY terhadap M untuk melakukan hubungan seks yang tak wajar dan menyimpang. “Dalam hal lain, kekerasan seksual yang dilakukan BY membuat M mengalami kesakitan dan pendarahan dari bagian kelaminnya,” begitu dikatakan dalam surat rekomendasi kepada penyidik tersebut.

Dalam hal kekerasan fisik, disebutkan pula M yang pernah ditampar, ditonjok, digigit, dicekik, dan dijambak oleh BY. Kekerasan lainnya dalam bentuk ekonomi. “Yaitu dengan cara M yang diminta untuk terus bekerja dan mencari uang dengan usaha toko pakaian. Uang dari hasil usaha M diambil oleh BY untuk modal politik BY di Pemilu 2024,” begitu dikatakan dalam surat rekomendasi Komnas Perempuan.

Desakan Menyidik Dugaan KDRT Eks Legislator PKS Menguat

Komnas Perempuan juga sudah memberikan surat rekomendasi kepada Polri.

SELENGKAPNYA

NU Minta Keadilan untuk Korban KDRT eks Legislator PKS

GP Ansor Jakarta menyebut korban M merupakan kader NU.

SELENGKAPNYA

LPSK Desak Dugaan KDRT Eks Legislator PKS Naik Penyidikan

Penanganan dugaan KDRT dinilai terlalu lama tanpa ada kemajuan hukum.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya