Sunarsip | Daan Yahya/Republika

Analisis

BPN dan Ekonomi Pertanahan

Integrasi sistem pertanahan dan penataan ruang melalui skema digital menjadi agenda penting.

Oleh SUNARSIP

Belakangan ini, topik agraria kembali menjadi diskusi oleh sejumlah kalangan. Diskusi tersebut terutama terfokus pada bagaimana menciptakan harmoni antara upaya pemerintah mendorong investasi, sekaligus menciptakan iklim yang sehat terhadap pengelolaan isu-isu pertanahan.

Sayangnya, diskusi yang berkembang lebih banyak menyoroti terkait konfliknya. Sedangkan, pembahasan mengenai bagaimana perbaikan terhadap pengelolaan administrasi pertanahan masih sangat kurang.

Konsekuensinya, pembahasan mengenai dampak ekonomi dari kebijakan pengelolaan pertanahan jarang diulas. Sebagai contoh, berapa banyak pihak yang menaruh perhatian bahwa pengelolaan administrasi pertanahan memberikan dampak terhadap pengendalian inflasi.

 
Berapa banyak pihak yang menaruh perhatian bahwa pengelolaan administrasi pertanahan memberikan dampak terhadap pengendalian inflasi.
 
 

Berapa banyak pihak yang memahami bahwa pengelolaan administrasi pertanahan juga memberikan kontribusi pada kegiatan di sektor perbankan. Dan berapa banyak pihak yang memahami bahwa pengelolaan administrasi pertanahan memberikan kontribusi pada peningkatan pendapatan. Dan terakhir, berapa banyak pihak yang mendalami bahwa di balik kinerja pertumbuhan ekonomi saat ini, terdapat pula peran pengelolaan administrasi pertanahan.

Karena topik-topik seperti ini “hilang” dari diskursus, pembahasan mengenai pertanahan cenderung tersudut pada satu topik: konflik agraria.

Kita sepakat bahwa hampir seluruh aktivitas ekonomi bersentuhan dengan pertanahan. Seiring dengan perkembangan ekonomi, kedudukan tanah kini menjadi semakin penting. Penambahan manusia dan aktivitas ekonomi membutuhkan penambahan tanah. Di sisi lain, luas lahan tidak bisa ditambah.

Oleh karenanya, pemanfaatan lahan secara optimal yang didukung legalitas yang kuat menjadi hal penting untuk diwujudkan. Dalam konteks inilah, kita memerlukan kegiatan pengelolaan administrasi pertanahan yang baik.

Terlebih bagi kita di Indonesia, di mana ruang darat hanya meliputi kurang dari 30 persen total luas Indonesia. Peran tata ruang tanah karenanya menjadi salah satu tantangan yang harus diakomodir secara optimal.

 
Pemanfaatan lahan secara optimal yang didukung legalitas yang kuat menjadi hal penting untuk diwujudkan. Dalam konteks inilah, kita memerlukan kegiatan pengelolaan administrasi pertanahan yang baik.
 
 

Di Indonesia, pengelolaan administrasi pertanahan dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lembaga inilah yang berperan penting dalam penataan, pengadaan, pengendalian atas pemanfaatan dan penguasaan tanah, dan penanganan masalah pertanahan. Perannya sebagai pengelola administrasi pertanahan, menempatkan BPN sebagai pendukung (enablers), sehingga kualitas administrasi pertanahan akan berpengaruh pada kegiatan ekonomi.

Secara empiris menunjukkan bahwa negara dengan kualitas administrasi pertanahan lebih tinggi, memiliki tingkat investasi lebih baik, sebagaimana ditunjukkan oleh peringkat Ease of Doing Business (EoDB) yang dikeluarkan Bank Dunia.

Sejauh ini, peran BPN dalam pengelolaan administrasi pertanahan telah berjalan baik. Salah satu indikatornya terlihat dari kinerja di bidang pelayanan administrasi pertanahan yang diselesaikan BPN. Realisasi kinerja di bidang layanan administrasi tersebut terlihat dari realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNPB) setiap tahunnya yang tinggi.

Pada 2022, total PNBP yang disetorkan BPN mencapai Rp2,63 triliun tertinggi dalam 6 tahun terakhir yang biasanya mencapai Rp 2 triliun - Rp 2,3 triliun. Tingginya PNBP memperlihatkan bahwa penyelesaian administrasi pertanahan juga mengalami peningkatan. Ini mengingat, dalam setiap kegiatan layanan administrasi pertanahan melekat pula di dalamnya biaya yang dibayarkan oleh pemohon layanan dan menjadi PNBP bagi BPN.

Melalui indikator ini, kita dapat melihat bahwa BPN telah memainkan peran penting sebagai enablers bagi pertumbuhan ekonomi. Ini mengingat, dengan didaftarkan dan memiliki sertifikat, masyarakat dapat menjaminkan tanahnya untuk mendapatkan pinjaman atau kredit untuk usaha.

Tambahan aktivitas usaha ini diharapkan dapat menciptakan setidaknya tiga manfaat ekonomi, yaitu peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan kenaikan output produksi yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Selain dari indikator layanan administrasi pertanahan, peran BPN sebagai enablers antara lain juga tercermin dari pengelolaan hak tanggungan tanah yang telah diselesaikan. Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah yang diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk jaminan utangnya. Dalam praktiknya, hak tanggungan digunakan sebagai jaminan dalam transaksi kredit perbankan atau meminjam uang.

Berdasarkan data dari BPN, sampai dengan Agustus 2023, nilai hak tanggungan yang beredar mencapai Rp 6.755 triliun. Angka ini memperlihatkan nilai sertifikat tanah yang dimanfaatkan sebagai agunan kredit perbankan.

Nilai sertifikat tanah yang dimanfaatkan sebagai agunan kredit perbankan tersebut setara dengan nilai kredit perbankan yang pada Juni 2023 lalu mencapai Rp 6.567 triliun. Dari perspektif masyarakat debitur, indikator ini memperlihatkan bahwa keberadaan legalitas tanah melalui sertifikat tanah telah mendorong akses masyarakat dalam memperoleh pendanaan bagi kegiatan usahanya.

 
Dari perspektif masyarakat debitur, indikator ini memperlihatkan bahwa keberadaan legalitas tanah melalui sertifikat tanah telah mendorong akses masyarakat dalam memperoleh pendanaan bagi kegiatan usahanya.
 
 

Melalui kebijakan Reforma Agraria, BPN juga berperan penting dalam mewujudkan keadilan ekonomi, khususnya pertanahan. Salah satu strateginya adalah mengurangi ketimpangan penguasaan tanah adalah melalui Reforma Agraria.

Reforma Agraria memiliki dua bentuk, yaitu legalisasi aset dan redistribusi tanah. Berdasarkan data dari Kementerian ATR/BPN, ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian di Indonesia saat ini berada pada angka 0,49 yang berada pada kategori merata sedang.

Angka indeks ketimpangan ini berarti bahwa 1 persen penduduk menguasai sekitar 49 persen luas tanah, sedangkan 99 persen menguasai 51 persen luas lahan. Indeks ketimpangan ini membaik dibanding sebelumnya yang masuk kategori tinggi, di atas 0,50.

Kinerja di atas menunjukkan bahwa BPN telah menjalan peran yang baik sebagai enablers maupun redistribusi aset. Namun demikian, harus diakui bahwa kewajiban untuk menghadirkan jaminan kepastian dan perlindungan hukum hak atas tanah masih menjadi tugas besar yang harus diselesaikan.

Pemerintah masih perlu mempercepat penuntasan pendaftaran bidang tanah, termasuk bidang-bidang tanah yang dikuasai dengan hak ulayat. Diperkirakan, jumlah tanah yang terindikasi terlantar mencapai 968,54 ribu hektare (ATR/BPN, 2019).

Banyaknya tanah terlantar mengindikasikan lahan yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Saat ini, pemerintah memiliki target untuk menuntaskan pendaftaran seluruh bidang tanah yang ada hingga tahun 2025.

Selain kepastian hukum, kepastian nilai juga masih menjadi tantangan yang harus diselesaikan. Berdasarkan data dari situs Global Property Guide, nilai tanah per meter persegi di Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara-negara lain di Asia, di bawah Thailand, Malaysia, India, Vietnam, bahkan Filipina.

Rendahnya nilai tanah menyebabkan monetisasi tanah sebagai agunan untuk mendapatkan pembiayaan menjadi lebih rendah dari potensinya. Penciptaan pasar tanah yang efisien diperlukan untuk mewujudkan manfaat tanah yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat.

 
Penciptaan pasar tanah yang efisien diperlukan untuk mewujudkan manfaat tanah yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat.
 
 

Isu spekulasi tanah juga masih menjadi tantangan. Keberadaan spekulasi menyebabkan inefisiensi. Spekulasi menyebabkan harga transaksi lebih tinggi dari nilai keekonomian lahan yang bersangkutan. Kondisi ini akhirnya mendorong kenaikan harga tanah yang seharusnya tidak terjadi, dan menciptakan inflasi akibat kenaikan biaya (cost push inflation).

Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan menyediakan informasi nilai tanah secara transparan dengan mempertimbangkan nilai ekonomi maupun nilai sosial dan budaya yang melekat. Keterbukaan informasi ini akan menurunkan biaya untuk mencari informasi (searching costs) dan menciptakan kepastian dan transparansi dalam administrasi pertanahan yang sekaligus memperkecil peluang terjadinya korupsi di dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah.

Salah satu prasyarat penting adalah adanya tata kelola informasi pertanahan berbasis bidang tanah (persil) yang andal. Belajar dari pengalaman di Lithuania, Korea Selatan, Rwanda, dan Inggris, memperlihatkan bahwa inovasi pengelolaan informasi pertanahan telah berhasil meningkatkan secara dramatis keberhasilan reformasi pertanahan dan peningkatan kemudahan berusaha (Bank Dunia, 2015).

Penulis yakin bahwa BPN pun telah mengantisipasi kecenderungan global dalam manajemen pengelolaan lahan tersebut. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi melalui digitalisasi proses dan layanan menjadi krusial untuk mendukung implementasi kebijakan pertanahan.

Integrasi sistem pertanahan dan penataan ruang melalui skema digital menjadi agenda penting yang perlu dipacu untuk mendukung pelayanan pertanahan dan tata ruang yang mendukung bagi kemudahan investasi dan berusaha.

Selanjutnya, pemanfaatan teknologi informasi juga perlu didorong dalam rangka menciptakan transparansi terhadap informasi nilai tanah, sebagai sarana untuk mengurangi spekulasi.

PM Cina Senang Hubungan dengan Indonesia Semakin Mesra

Wapres Ma'ruf mengajak investor Cina berinvestasi di industri halal.

SELENGKAPNYA

Mengejar Target Emisi Nol Bersih

Program dekarbonisasi juga menyentuh berbagai sektor.

SELENGKAPNYA

Ada Koleksi Apa di Museum Nasional yang Terbakar?

Banyak koleksi penting sejarah Nusantara di Gedung A Museum Nasional.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya