Petugas kasir menggunakan pelindung wajah dan tirai plastik saat melayani pembeli di Mal Depok Town Square, Depok, Jawa Barat, Kamis (4/6/2020). Jelang penerapan tatanan hidup normal baru, sejumlah pusat perbelanjaan menerapkan protokol kesehatan juga me | ASPRILLA DWI ADHA/ANTARA FOTO

Fikih Muslimah

Serba-serbi Wanita Karier di Mata Syariat

Laki-laki dan perempuan mendapatkan kesempatan yang sama dalam beramal saleh.

Tradisi menganggap peran wanita zaman dahulu tidak lebih dari urusan kasur, sumur, dan dapur. Waktu itu, kaum hawa dianggap tak perlu sekolah tinggi-tinggi. Toh pada akhirnya mereka akan menikah, menjadi istri, dan kembali ke "kodrat" mereka mengurusi kasur, sumur, dan dapur tadi.

Semakin maju cara berpikir dan didukung teknologi dan informasi, kaum wanita tak mau lagi jika didoktrin demikian. Sebagaimana laki-laki, wanita juga ingin mempunyai karier dan dunianya sendiri. Namun, ada juga yang kebablasan dengan dalih emansipasi wanita. Kaum perempuan bahkan lebih agresif dibanding laki-laki di dunia karier. Bagaimanakah sebenarnya tuntunan Islam dan batasan syariat bagi wanita yang ingin berkarier?

 
Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan.
QS ALI IMRAN [3]:195
 

Dalam beramal kebajikan, Allah SWT tidak membeda-bedakan gender. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki kesempatan untuk beramal saleh sebaik-baiknya. Firman Allah SWT, "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan,"(QS Ali Imran [3]: 195).

Laki-laki dan perempuan mendapatkan kesempatan yang sama dalam beramal saleh. Keduanya sama-sama mendapatkan balasan di akhirat kelak atas usaha mereka dalam bidang kebaikan. Jadi, dalam konteks fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) laki-laki dan perempuan benar-benar sama di hadapan Allah SWT.

photo
Buruh memetik daun teh di area perkebunan teh di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Sabtu (24/6/2023). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Provinsi Jawa Barat, menjadi provinsi dengan produksi teh terbesar di Indonesia pada 2022 dengan jumlah produksi mencapai 91.600 ton. - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Allah SWT berfirman, "Siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik" (QS an-Nahl [16]: 97). Tak ada dalil secara mutlak yang melarang kaum wanita bekerja. Apalagi, konteks pekerjaan tersebut adalah amal saleh serta menyemai kebaikan di masyarakat.

Sebagian kalangan memerintahkan kaum wanita hanya berdiam diri di rumah. Ada yang berpemahaman, cukup laki-laki saja yang bekerja, sementara istri dan anak perempuan mereka di rumah. Mereka berdalil dengan ayat, "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu" (QS al-Ahdzab [33]: 33).

Dalam tafsirnya, ayat ini tidak mutlak melarang kaum wanita untuk keluar rumah dengan sebab-sebab tertentu. Ayat ini tertuju kepada istri-istri Nabi Muhammad SAW. Namun, dalam riwayat, istri-istri Nabi SAW pun didapati keluar rumah. Bahkan, Aisyah RA pernah mengikuti Perang Jamal sepeninggal Rasulullah SAW.

 
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.
QS-AL-AHDZAB [33]:33
 

Para ulama menerapkan kaidah, al-ibrotu bikhusus as-sabab, la bi'umum al-lafaz. Maksudnya, pengambilan hukum dari suatu ayat diambil dari sebab-sebab khususnya, bukan dari keumuman lafaz hukumnya. Ayat ini menghukum kaum wanita secara umum (tidak hanya istri-istri Nabi SAW) agar tidak keluar rumah. Tetapi, ada sebab-sebab tertentu yang membolehkan mereka keluar rumah. Jadi, berdiam diri di rumah yang dimaksudkan ayat ini bukanlah tanpa pengecualian.

Pada masa Rasulullah SAW, ada beberapa sahabiyah yang punya karier di luar rumah. Ada di antara sahabiyah yang ikut berperang. Bahkan, istri Rasulullah SAW, Khadijah RA, adalah seorang pebisnis andal. Tak dimungkiri, kekayaan Khadijah RA-lah yang mendanai dakwah Rasulullah SAW pada masa permulaan Islam.

photo
Pegawai Pemprov DKI Jakarta berjalan keluar saat jam pulang kerja di depan Balai Kota, Jakarta, Jumat (18/8/2023). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan uji coba kebijakan work from home (WFH) 50 persen bagi aparatur sipil negara (ASN) Pemprov DKI Jakarta dimulai 21 Agustus 2023 untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara serta memberikan kenyamanan saat KTT ASEAN berlangsung di Jakarta. - (Antara/Hafidz Mubarak A)

Bahkan, ada beberapa bidang karier bagi wanita yang kenyataannya sangat dibutuhkan. Misalkan, menjadi bidan atau dokter kandungan. Menolong persalinan seyogianya memang ditangani kaum wanita. Demikian juga menjadi guru privat bagi kaum wanita, membuka salon kecantikan khusus wanita dan seterusnya. Pekerjaan-pekerjaan ini adalah bidang karier bagi kaum wanita. Jadi, melarang kaum wanita secara mutlak untuk berkarier di luar rumah justru memberi kesenjangan dalam masyarakat.

Demikian juga kondisi rumah tangga yang memaksa wanita harus bekerja. Misalnya, janda yang ditinggal mati suaminya. Atau suami yang tidak sanggup lagi mencari nafkah bagi keluarganya. Baik karena sakit maupun uzur-uzur lainnya. Wanita tak bisa berdiam diri saja di rumah. Ia harus bekerja untuk menghidupi anak dan keluarganya.

Ada kalanya suami bekerja dengan gaji yang terlalu kecil sehingga tak mencukupi kebutuhan pokok keluarga. Istri pun terpaksa harus ikut bekerja. Memang tak ada salahnya, demi cita-cita keluarga mereka dan masa depan anak-anak mereka.

Tak dimungkiri, wanita yang telah bersuami milik mutlak suaminya. Tugas utamanya adalah menjadi istri seutuhnya bagi suami. Tugas kedua, mendidik dan mengasuh anak-anaknya dengan baik. Jika dua tugas utama ini dapat dijaga dengan baik dan sempurna, apa salahnya bagi istri untuk ikut berkarier di luar rumah.

Soal mengurus urusan rumah, seperti memasak, mencuci, beres-beres rumah, menyetrika, menyapu dan bersih-bersih, semua tugas ini bisa diwakilkan kepada pembantu. Namun, dua tugas utama, yakni melayani suami dan mendidik anak, tentu tak dapat digantikan. Alangkah malangnya jika istri punya karier di luar rumah, sementara pendidikan anak hanya dipercayakan pada pembantu.

Syarat Wanita Berkarier

Dibolehkannya bagi wanita untuk berkarier di luar rumah bukan dilepas begitu saja. Para ulama mensyaratkan, wanita yang bekerja haruslah pekerjaan-pekerjaan yang diizinkan syariat (halal) dan sesuai dengan kodrat mereka. Misalnya, wanita yang memilih jadi tukang ojek. Tentu akan banyak menimbulkan fitnah dan rawan keamanan bagi mereka. Ada unsur khalwat (berduaan dengan lawan jenis) sehingga mereka rawan diganggu. Serta pekerjaan-pekerjaan sejenisnya.

Selain itu, disyaratkan bagi wanita yang berkarier di luar rumah untuk memperhatikan adab-adab Islami. Hal ini mencakup cara berpakaian yang menutup aurat secara sempurna serta akhlak ketika berinteraksi dengan lawan jenis. Wanita tersebut juga harus menghindari khalwat dengan lawan jenis. Serta tidak menimbulkan fitnah dalam melakoni pekerjaan mereka.

photo
Karyawan menata kado yang dijual di salah satu toko di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (13/2/2020). Permintaan berbagai jenis kado, seperti cokelat, bunga, dan boneka di toko tersebut meningkat hingga dua kali lipat daripada biasanya jelang Hari Kasih Sayang (Valentine Day). ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/aww. - (ARNAS PADDA/ANTARA FOTO)

Misalkan, wanita yang berbicara dengan lawan jenis tidak boleh melemahlembutkan kata-katanya sehingga membangkitkan syahwat laki-laki. Hal ini difirmankan Allah SWT, "Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik" (QS al-Ahdzab [33]: 32).

Di samping itu, wanita yang keluar rumah baik bekerja ataupun tidak haruslah seizin suami atau orang tua mereka. Syarat selanjutnya, karier wanita di luar rumah tidak mengabaikan kewajiban utamanya, yakni melayani suami dan mengurus anak-anaknya. Jika syarat-syarat tersebut dapat dipenuhi seorang wanita, ia bisa berkarier di luar rumah. Apalagi, kariernya mempunyai manfaat dan menebar kebaikan di masyarakat. Tentu menjadi ladang amal saleh pula baginya.

Disadur dari Harian Republika Edisi 21 Agustus 2015

 

Rujukan Ilmu Qira'at, Karya Ulama Nusantara

Buku karya KH Arwani Amin ini membahas ilmu qiraat secara komprehensif.

SELENGKAPNYA

Banyak Calhaj Paksakan Kesehatan demi Berangkat Haji

Calhaj dengan penyakit bawaan atau komorbid perlu waktu panjang untuk pemeriksaan

SELENGKAPNYA

Jangan Sampai Dana Haji Hilang karena Salah Kelola

Dana haji selalu menjadi perhatian mengingat jumlahnya yang sangat besar dan fantastis, yaitu sekitar Rp 158,3 triliun

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya