Faidhul Barakat fi Sabil Qiraat karya KH Arwani Amin | dok ist

Kitab

Rujukan Ilmu Qira'at, Karya Ulama Nusantara

Buku karya KH Arwani Amin ini membahas ilmu qiraat secara komprehensif.

“Hiasilah Alquran dengan suaramu (yang merdu), karena sesungguhnya suara yang indah (merdu) itu dapat menambah Alquran semakin indah.” Demikian sabda Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis.

Untuk dapat lebih ideal dalam membaca Kitabullah, perlu ilmu yang disebut qira’at. Istilah ini merujuk pada cara membaca Alquran sesuai dengan jalur tertentu, yakni yang mengikuti aliran (mazhab) para imam. Mereka semuanya mengacu kepada bacaan yang disandarkan pada Rasulullah SAW.

Ada satu buku yang kiranya bisa menjadi pengantar bagi siapapun yang hendak mengenal ilmu qira’at, yakni Faidhul Barakat fi Sab’il Qira’at. Karya mubaligh asal Kudus, Jawa Tengah, ini ditulis sekitar tahun 1930-an. Penulisnya, KH Arwani Amin, menyusun buah penanya ini kala dirinya masih menjadi seorang santri di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta yang diasuh KH Munawwir.

Ia terinspirasi kajian atas kitab Hirzul-Amani wa Wajhut-Tahani karangan Syekh al-Qurra Abu Muhammad al-Qasim as-Syathibi. Walaupun masih berstatus santri, Arwani ketika menulis itu menggunakan bahasa Arab yang berkualitas tinggi.

Melalui Faidhul Barakat, Kiai Arwani ingin menyuguhkan sejumlah metode yang lebih praktis dalam mempelajari ilmu qiraah. Harapannya, para pembelajar dapat lebih mudah memahami dan menerapkannya untuk membaca ayat-ayat suci Alquran secara tepat dan indah.

Sebelum mengetahui lebih lanjut isi kitab ini, kiranya perlu terlebih dahulu kita mengetahui sosok pengarangnya. Nama lengkap sang penulis adalah KH Muhammad Arwani Amin Said. Ia lahir di Kerjasan, Kudus, Jawa Tengah, pada 5 Rajab 1323 H, bertepatan dengan 5 September 1905.

photo
KH Arwani Amin - (dok al fattah kudus)

Kiai Arwani mengembara dari satu pesantren ke pesantren lainnya selama 39 tahun. Beberapa lembaga yang pernah disinggahinya adalah Pesantren Jamsaren Solo, Pesantren Tebuireng Jombang, Pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta, dan Pesantren Popongan Solo.

Pada 1942, Kiai Arwani Amin untuk pertama kalinya mengajarkan Alquran. Saat itu, ia menjadi pengajar di Masjid Kenepan Kudus. Berikutnya, ia menggagas pendirian suatu pesantren khusus Alquran. Namanya, Yanbu’ul-Qur’an, berdiri sejak tahun 1979 di Kudus.

Seputar qiraah

Imam Badrudin al-Zarkasyi dalam Al-Burhan fi Ulum Alquran menjelaskan perbedaan antara Alquran dan qiraah. Alquran merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW kepada segenap alam semesta. Adapun qiraah adalah bacaan atas teks-teks wahyu itu. Qiraah juga mencakup persoalan metode-metode membaca dan melafalkan Alquran.

Sejak zaman sahabat Nabi SAW, perbedaan cara membaca Alquran sudah muncul. Sebab, waktu itu persebaran Islam mulai menyentuh kawasan luar Hijaz atau bahkan bangsa non-Arab. Masing-masing mereka memiliki warna vokal yang berlainan. Para ahli pada era itu mencurahkan segala kemampuan untuk mempelajari keragamaan qiraah.

Di Nusantara, tak banyak ulama yang menekuni disiplin keilmuan ini. Sekurang-kurangnya, ada tiga ulama kita yang fokus pada bidang ilmu qiraah hingga saat ini, yaitu KH Muhammad Arwani Amin Said, Syekh Mahfuzh al-Tarmasi, dan KH Prof Ahsin Sakho Muhammad.

Syekh Mahfuzh al-Tarmasi menulis kitab Ghaniyyah at-Thalabah fi Syarhit-Thayyibah fil-Qira’at as-Sab’ah. Adapun ulama kontemporer, KH Ahsin Sakho, menghasilkan karya berjudul Manba’ul-Barakat fi Sab’il-Qira’at.

Agak berbeda dengan keduanya, kitab Faidhul Barakat karangan Kiai Arwani Amin banyak digunakan di berbagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Bahkan, tak jarang karya tersebut dijadikan sebagai kitab pokok dalam mempelajari qira’at sab’ah alias tujuh ragam bacaan Alquran. Memang, ada tujuh imam qiraah yang masyhur di dunia Islam. Masing-masing memiliki langgam bacaan tersendiri.

 
Ada tujuh imam qiraah yang masyhur di dunia Islam. Masing-masing memiliki langgam bacaan tersendiri.

Popularitas Faidhul Barakat tak lepas dari jejaring santri yang pernah menuntut ilmu pada Kiai Arwani. Maka dari itu, kitab tersebut menjadi buku pegangan di banyak pesantren di Tanah Air. Misalnya, Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dan Madrasah Huffad Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta.

Kitab karangan Kiai Anwar ini memiliki karakteristik yang cukup berbeda dengan kitab-kitab umumnya yang membahas qira’at sab’ah. Sebagai contoh, bacaan imam-imam qira’at sab’ah dalam kitab ini dilengkapi dengan metode membacanya.

Selain itu, Faidhul Barakat juga menyajikan secara lebih jelas terkait bacaan Alquran imam-imam ahli qiraah. Bahkan, urutan-urutan perbedaan bacaan mereka disajikan secara lebih sistematis dibandingkan kitab qiraah lainnya.

Bagaimanapun, untuk mempelajari kitab ini, seseorang harus terlebih dulu menguasai kaidah-kaidah pokok ilmu qiraah. Hal ini termasuk kemampuan untuk menghafal Alquran, menguasai ilmu tajwid, dan lain-lain. Jika tidak demikian, kita akan cukup sulit memahami pesan kitab tersebut.

Dalam bagian pembuka Faidhul Barakat, Kiai Arwani mengutip hadits Nabi SAW, sebagaimana diriwayatkan Bukhari-Muslim: “Innal Qur’ana unzila ala sab’ati ahrufin, faqro’u ma tayassaro. Artinya, “Sesungguhnya Alquran ini diturunkan dalam tujuh huruf (tujuh macam bacaan). Bacalah apa saja jenis bacaan yang mudah bagimu dari Alquran.”

Pengutipan sabda Nabi SAW tersebut dipahami sebagai penegasan dari penulis buku itu. Salah satu hal terpenting bagi para pengkaji Alquran adalah mengetahui qiraat sab’ah. Oleh karena itu, dalam mempelajari ilmu ini sebaiknya seseorang memiliki guru yang akurasi sanadnya bersambung hingga baginda Rasulullah Muhammad SAW.

Kiai Arwani sengaja tidak mengambil pendapat di luar tujuh imam qiraah.

Dalam kitabnya ini, Kiai Arwani sengaja tidak mengambil pendapat di luar tujuh imam qiraah. Hal ini menunjukkan penegasannya, qiraah yang mutawatir hanyalah qira’at sab’ah.

Kiai Arwani menulis karyanya itu dengan mengacu pada 30 juz Alquran. Untuk memudahkan penjelasan, Faidhul Barakat dibagi ke dalam tiga jilid. Kitab ini disusun sesuai dengan urutan surah dalam Alquran. Alhasil, para pembacanya dapat dengan mudah menjadikannya sebagai rujukan. Kitab ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para peneliti. Sebagai catatan, karya Kiai Arwani tersebut sedang dalam proses tahqiq di Universitas al-Azhar (Mesir) sejak 2016 lalu.

Seperti kita ketahui bersama, membaca Alquran itu harus mematuhi kaidah bacaan, baik itu tajwid, makhraj, hingga qiraah. Maka dari itu, kitab Faidul Barakat menjadi penting untuk dipelajari oleh umat Islam, khususnya di Indonesia.

Mengutip nasihat Kiai Arwani, cara memuliakan Alquran adalah dengan membaca dan mempelajarinya sesuai kaidah yang sudah ditetapkan. Mempelajari ilmu qiraat sab’ah dalam kitab ini sama saja dengan menjaga tradisi keislaman. Sumber ilmu ini adalah Rasul SAW sendiri yang menjadikan para ulama (salaf) sebagai penerima warisannya yang amat berharga.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat