Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un berjabat tangan saat bertemu di Kosmodrom Vostochny di Rusia, pada Rabu, 13 September 2023. | Vladimir Smirnov, Sputnik, Kreml

Internasional

Rusia Jadi Kesayangan Pemerintah Diktator

Rusia menekankan ogah didikte terkait hubungan luar negerinya.

Oleh KAMRAN DIKARMA, RIZKY JARAMAYA

MOSKOW – Dalam sepekan, Rusia menerima kedatangan dua perwakilan pemerintahan tangan besi. Setelah sebelumnya dikunjungi pimpinan  Korea Utara Kim Jong-Il, Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov dijadwalkan menerima kunjungan Menlu Myanmar Than Shwe yang tengah melaksanakan lawatan kerja ke Rusia. 

Pemerintah Korea Utara telah memerintah dengan tangan besi sejak Perang Korea pada 1950-an. Negara itu dijalankan partai tunggal yang dipimpin bergiliran oleh Kim Il-Sung, lalu anaknya Kim Jong-il dan kini cucunya Kim Jong-un.

Sedangkan junta militer Myanmar berkuasa selama bertahun-tahun di Myanmar. Setelah sempat dijeda pemerintahan sipil, mereka melakukan kudeta pada 2021 dan kini kembali memerintah dengan tangan besi. Ribuan orang yang ikut dalam unjuk rasa menentang kudeta itu gugur dibunuh militer Myanmar.

Dalam kunjungan ke Rusia, Than Shwe bakal membahas tentang hubungan dan kerja sama bilateral. Than Shwe diketahui turut menjabat sebagai wakil perdana menteri negara yang tengah diasingkan oleh negara-negara ASEAN tersebut. 

photo
Kursi yang disediakan untuk Myanmar dibiarkan kosong saat sesi KTT ASEAN, di Jakarta, Indonesia, Selasa, 5 September 2023. - (Mast Irham/Pool Photo via AP)

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengungkapkan, selain kerja sama perdagangan serta ekonomi, Lavrov dan Than Shwe juga akan membahas kooperasi di bidang pertahanan dan keamanan. “Mereka juga akan membahas isu-isu terkini dalam agenda regional dan internasional,” kata Zakharova, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS, Kamis (14/9/2023). 

Menurutnya, saat ini Rusia ingin mengembangkan hubungan dengan seluruh negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk Myanmar. Saat menghadiri Eastern Economic Forum (EEF) baru-baru ini, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan perdagangan antara Rusia dan negara-negara di kawasan Asia Pasifik tumbuh sebesar 18,3 persen tahun ini. Putin berharap bahwa hubungan ekonomi dengan negara-negara tersebut akan terus berkembang.

Selain itu, menurut Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu, Rusia siap mengembangkan kerja sama militer dengan kawasan Asia Pasifik. Ia mencatat bahwa Rusia dan sejumlah negara Asia, termasuk Myanmar, berbagi pengalaman dalam melawan kolonialisme.

Hubungan kemanusiaan antara Rusia dan Myanmar berkembang secara aktif, termasuk di sektor pariwisata. Kedua negara memiliki layanan udara langsung. Minat untuk mempelajari bahasa Rusia semakin meningkat di Myanmar. Oleh karena itu, pada bulan ini, Altai State Humanitarian and Pedagogical University dengan bantuan Kementerian Pendidikan Rusia membuka pusat pendidikan bahasa Rusia di Universitas Mandalay, yang memiliki lebih dari 1.500 mahasiswa. 

Setahun Resistensi Myanmar - (republika)  ​

Rusia juga mengusulkan pembentukan kelompok untuk merencanakan proyek bersama jangka panjang dengan Myanmar. Ketua Dewan Bisnis Rusia-ASEAN Ivan Polyakov mengungkapkan, kelompok perencanaan ekonomi strategis Rusia-Myanmar akan menyusun rencana untuk mengembangkan sektor seperti energi, pertanian, infrastruktur, ekologi, pendidikan, kesehatan masyarakat, serta teknologi informasi dan komunikasi di Myanmar . Selain itu, kedua negara berencana mengembangkan kerja sama di bidang nuklir.

CEO Rosatom Alexey Likhachev mengatakan, Myanmar diperkirakan akan mencapai kesepakatan dengan Rosatom mengenai pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di wilayahnya. Korporasi dan Myanmar menandatangani memorandum tentang pengembangan teknologi nuklir non-energi. Menurut Menteri Listrik dan Energi Myanmar Thaung Han, negaranya ingin mengembangkan sektor nuklir untuk mencapai kemandirian ekonomi. 

Enggan dikritik

Rusia pada Kamis mengecam kritik Amerika Serikat (AS) terkait pertemuan Presiden Vladimir Putin dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un. “Amerika Serikat tidak punya hak untuk menceramahi kami tentang cara hidup,” kata Duta Besar Rusia untuk Amerika Serikat, Anatoly Antonov, dalam sebuah pernyataan.

Bagi Amerika Serikat dan sekutunya, berkembangnya persahabatan antara Kim dan Putin menimbulkan kekhawatiran. Washington menuduh Korea Utara menyediakan senjata ke Rusia. Antonov mengatakan, Amerika Serikat  telah membangun koalisi di Asia, memperluas latihan militer di dekat semenanjung Korea, dan memasok senjata senilai miliaran dolar ke Ukraina.

photo
Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un tangan saat bertemu di Kosmodrom Vostochny di Rusia, pada Rabu, 13 September 2023. - (AP Photo/Mikhail Metzel)

“Sudah waktunya bagi Washington untuk membuang sanksi ekonominya ke tempat pembuangan sampah,” kata Antonov. “Mempertahankan dominasi unipolar yang sangat disukai oleh para pejabat Amerika tidak mungkin lagi dilakukan," ujar Antonov.

Kim dan Putin memulai pertemuan mereka di Vostochny Cosmodrome dengan tur ke fasilitas peluncuran roket luar angkasa Soyuz-2. Saat kunjungan itu, Kim melontarkan pertanyaan kepada pejabat luar angkasa Rusia tentang roket tersebut.

Keputusan Kim dan Putin untuk bertemu di Vostochny Cosmodrome, yang merupakan fasilitas peluncuran satelit domestik paling penting di Rusia, menunjukkan bahwa Kim sedang mencari bantuan teknis dari Rusia untuk mengembangkan satelit pengintaian militer. Kim menggambarkan satelit domestik ini sangat penting dalam meningkatkan ancaman rudal berkemampuan nuklir. Dalam beberapa bulan terakhir, Korea Utara berulang kali gagal menempatkan satelit mata-mata militer pertamanya ke orbit.

Foto-foto resmi yang dirilis menunjukkan, Kim didampingi oleh Pak Thae Song, ketua komite ilmu pengetahuan dan teknologi antariksa Korea Utara, dan Laksamana Angkatan Laut Kim Myong Sik. Ketika ditanya apakah Rusia akan membantu Korea Utara membangun satelit, Putin mengatakan, Kim menunjukkan minat yang sangat besar terhadap teknologi roket. "Kami akan membicarakan semua masalah tanpa terburu-buru. Ada waktu," ujar Putin.

photo
Negara yang Berkubu ke Ukraina dan Rusia - (Republika)

Putin menyambut Kim di pintu masuk fasilitas peluncuran dengan jabat tangan yang berlangsung sekitar 40 detik. Putin mengatakan, dia sangat senang bertemu dengan Kim. Penerjemah Kim berterima kasih kepada Putin atas sambutan hangatnya.

Bagi Putin, pertemuan dengan Kim adalah kesempatan untuk mengisi kembali simpanan amunisi yang telah terkuras habis oleh perang di Ukraina yang telah berlangsung selama 18 bulan. Para analis mengatakan, Korea Utara mungkin memiliki puluhan juta peluru artileri dan roket tua yang kompatibel dengan senjata era Soviet. Sementara Kim mengatakan, keputusannya untuk mengunjungi Rusia empat tahun setelah kunjungan sebelumnya menunjukkan bahwa, Pyongyang memprioritaskan kepentingan strategis hubungannya dengan Moskow.

Kim menawarkan dukungan penuh dan tanpa syarat kepada Putin untuk mempertahankan keamanannya, yang mengacu pada perang di Ukraina. Kim juga mengatakan, Pyongyang akan selalu mendukung Moskow dalam garda depan anti-imperialis.  Kim juga menyebut hubungan Korea Utara dengan Rusia sebagai prioritas pertama. Kim dan Putin bertemu di fasilitas peluncuran roket terpencil di Siberia. Dalam pidato pembukaannya, Putin mengatakan, dia sangat senang bisa bertemu dengan Kim di Rusia. Putin mengatakan, kedua negara akan mempererat kerja sama ekonomi, masalah kemanusiaan dan membahas situasi di kawasan.  

 

Putin tak Takut F-16 Ukraina

Bantuan untuk Ukraina disebut akan memperpanjang perang.

SELENGKAPNYA

Sepak Terjang Rusia Mempropaganda Perang di Layar Lebar

Film adalah media penting yang digunakan pemerintah untuk membentuk pesan-pesan patriotik.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya