
Dunia Islam
Titik Temu Barat dan Timur
Kasablanka di Maroko mulai berkembang menjadi sebuah kota modern terutama sejak era kolonialisme Prancis.
Kasablanka, kota terbesar di seluruh Maroko, menyimpan banyak bangunan bersejarah nan elegan. Umumnya, corak arsitekturnya bergaya Moor, art deco, dan Prancis. Mayoritasnya hingga kini masih terawat dengan baik sebagai daya tarik pariwisata.
Di antara berbagai kompleks bersejarah di sana ialah Istana Muhammad V. Letaknya berada persis di pusat kota Kasablanka. Berdiri sejak 1916, bangunan tersebut juga menjadi tonggak permulaan kolonialisme Prancis atas Maroko. Perancangnya ialah seorang begawan arsitektur yang juga tokoh kunci dalam kebijakan tata kota setempat pada masa penjajahan, Leon-Henri Prost. Dulunya, lahan tempat berdirinya kompleks itu merupakan barak tentara Prancis. Pada masanya, istana tersebut menjadi jantung La Ville Europeenne di Kasablanka.
Berikutnya, Masjid Hassan II. Masjid terbesar ketujuh di seluruh dunia itu merupakan destinasi wisata yang wajib dikunjungi para pelancong. Menghadap ke arah pantai Samudra Atlantik, keindahan masjid di Kasablanka utara itu sungguh mempesona. Tempat ibadah itu mulanya dibangun atas instruksi Raja Hassan II (1929-1999 M) dan selesai dikerjakan pada 1993. Daya tampungnya mencapai 105 ribu orang jamaah. Menaranya yang menjulang setinggi 210 meter terdiri atas 60 lantai. Struktur itu menjadi salah satu ikon Islam di seantero Kasablanka.
Perancang Masjid Hassan II berasal dari Prancis, yakni Michel Pinseau. Karyanya mengadopsi sekaligus memadukan unsur-unsur gaya arsitektur Moor, Andalusia, dan Eropa modern. Hampir di setiap sudut masjid itu terdapat ornamen dan ukiran yang sangat indah. Dinding-dindingnya dihiasi dengan kaligrafi dan mozaik-mozaik yang menawan, dengan bahan dasar batu marmer warna-warni pilihan.

Taman Liga Arab merupakan taman terluas di seluruh Kasablanka. Terletak di pusat kota tersebut, areanya mencakup luas 12 hektare (ha). Seperti Masjid Hassan II, perancangnya juga berkebangsaan Prancis, yaitu Albert Laprade. Di lokasi yang sama, sudah ada taman kota rancangan Henri Prost sejak 1913. Pemerintah Maroko rupanya ingin memperindah kawasan tersebut, tidak hanya sebagai lahan terbuka hijau, tetapi juga pusat rekreasi warga dan wisatawan.
Tak jauh dari sana, terdapat Alun-alun Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Dirancang langsung oleh Henri Prost, pada mulanya kawasan itu dimaksudkan sebagai pusat La Ville Europeenne. Dahulu, namanya adalah Place de l'Horloge, ‘Alun-alun Jam Besar.’ Sebab, pada 1910-an pemerintah kolonial membangun menara jam di sana. Sayangnya, pada 1948 menara tersebut dihancurkan. Namun, pada 1993 pemerintah kota Kasablanka mendirikan replika jam gadang bersejarah itu di lokasi yang sama. Secara keseluruhan, arsitektur ruang terbuka Alun-alun PBB menyerupai corak yang sering dijumpai di Prancis. Hotel Excelsior yang dibangun dalam area tersebut pada 1916 tetap bertahan hingga saat ini.
Gaya hidup yang terasa di Kasablanka menunjukkan nuansa Arab-Eropa. Satu di antaranya tampak dari tradisi budaya laitiere atau kedai susu. Sekalipun bangunannya meniru kafe-kafe Parisian, aktivitas di dalamnya tak ubahnya warung kopi di dunia Arab. Berbagai sajian khas Maroko juga sering tersaji di sana.

Dirancang Eropa
Adanya nuansa Eropa di Kasanblanka merupakan hal yang wajar. Dalam sejarahnya yang merentang sejak ratusan tahun silam, kota ini pernah menjadi bagian dari Imperium Romawi. Di samping itu, masa kolonialisme juga memberikan dampak yang besar, khususnya pada tata kota setempat.
Antara tahun 1912 dan 1956, Maroko pernah menjadi jajahan atau negeri protektorat di bawah kuasa Prancis. Sewaktu menjadi gubernur-militer Prancis di Maroko, Hubert Lyautey (1854-1934 M) pada 1913 merekrut Leon-Henri Prost (1874-1959 M). Arsitek itu diinstruksikannya untuk merancang ulang tata kota beberapa wilayah di Maroko, termasuk Kasablanka. Selama 10 tahun, alumnus Ecole Speciale d'Architecture tersebut merenovasi denah kota ini, yang sesungguhnya berusia lebih tua tujuh abad daripada Paris.
Mulanya, Leon-Henri Prost membangun jaringan jalan raya, termasuk simpang yang berbentuk bintang bila diamati dari ketinggian. Selain itu, peraih Anugerah Prix de Rome itu juga mendirikan beberapa zona industri di sisi timur Kasablanka. Sebagai pegawai kolonial, ideologi orientalisme diadopsinya dengan membuat batas yang tegas antara kawasan hunian Eropa dan pribumi di kota pelabuhan tersebut.
Pada 1917, Prost mengajukan usulan perluasan kawasan lokal (medina) yang diperuntukkan bagi masyarakat pribumi setempat. Dalam hal ini, ia berkolaborasi dengan arsitek perancang Palais de la Porte Doree di Paris, Albert Laprade (1883-1978). Bersama alumnus Ecole des Beaux-Arts itu, ia berupaya menggali nilai-nilai budaya Arab-Berber untuk ditunjukkan dalam medina atau yang hendak dibangun. Tujuan utamanya menghadirkan nuansa Moroko yang unik sekaligus harmonis dengan bentuk-bentuk Eropa modern. Gaya arsitektur la ville indigene—permukiman pribumi—ini di kemudian hari disebut sebagai Neo-Moor.

Adapun kawasan khusus Eropa di sana dinamakan La Ville Europeenne, ‘Kota Eropa.’ Lokasinya di sekitar sisi timur La Ville Indigene. Sebelumnya, lahan tempat berdirinya klaster itu difungsikan sebagai pasar terbuka, al-Assauq al-Kabiir. Berikutnya, area tersebut disebut sebagai Istana Prancis, yang pada bagian timur lautnya didirikan menara jam sejak 1910. Kini, lokasi tersebut menjadi Alun-alun Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
Secara keseluruhan, hasil rancangan Prost atas kota Kasablanka menuai pujian dari banyak kalangan. Kisah suksesnya tak hanya pada kawasan pesisir Maroko itu, tetapi banyak tempat, termasuk Istanbul di Turki.
Pada masa kolonialisme Prancis, Kasablanka bertransformasi menjadi salah satu simpul perjumpaan kebudayaan Timur dan Barat di Afrika. Warna kosmopolitan mulai tampak di tengah arus modernisasi. Dalam empat dekade pertama kekuasaan bangsa Eropa itu, proses westernisasi terus berlangsung di sana. Citranya bahkan sudah seperti kota-kota di Benua Biru pada umumnya. Sebagai contoh, Kasablanka ditetapkan sebagai tuan rumah ajang balapan internasional Formula Satu pada 1930.

Kasablanka: Era Islam Hingga Masa Penjajahan
Nama Kasablanka berasal dari bahasa Portugis, Casa Branca, yang berarti 'rumah putih.'
SELENGKAPNYASejarah Kota Kasablanka Pra-Islam
Kota Kasablanka di Maroko memiliki sejarah panjang yang merentang sejak ratusan tahun silam.
SELENGKAPNYA