
Dunia Islam
Kasablanka: Era Islam Hingga Masa Penjajahan
Nama Kasablanka berasal dari bahasa Portugis, Casa Branca, yang berarti 'rumah putih.'
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, belum banyak wilayah di Benua Afrika yang disinari Islam. Dakwah agama ini masih sebatas kawasan Tanduk Afrika (Horn of Africa), tepatnya Habasyah—sebutan Arab untuk Kerajaan Aksum. Barulah pada era Khulafaur Rasyidin, syiarnya melebar ke Afrika Utara. Ekspansi Islam terus berlanjut hingga masa Kekhalifahan Umayyah pada abad ketujuh.
Pada 681 M, Maroko akhirnya menjadi bagian dari kedaulatan Muslim. Negeri yang saat itu dinamakan al-Maghrib al-Aqsha ini dihuni banyak suku lokal yang disebut berber.
Pada 744 M, persekutuan suku-suku Berber Barghawata terbentuk di pesisir Maroko. Mereka menjadikan Kasablanka sebagai pusatnya. Kota itu pada masanya disebut sebagai Anfus, sebuah nama yang mengindikasikan pengaruh Romawi.
Aliansi suku-suku Berber ini lantas terlibat dalam pemberontakan Khawarij Shufriyah untuk melawan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik, penguasa Dinasti Umayyah kala itu. Kudeta lokal tersebut berjalan sukses. Hasilnya, Barghawata dapat membentuk negara-kota yang independen. Wilayah kekuasaannya mencapai hingga sekitar Rabat, ibu kota Maroko modern.
Beberapa tahun kemudian, Anfus diubah namanya menjadi Anfa, sebagaimana dahulu--sebelum Romawi datang--bangsa Berber menyebutnya. Dalam catatan Leo Africanus, selama tiga abad Barghawata menjadikan Anfa sebagai “kota paling makmur di seluruh pantai Atlantik.” Tanah Anfa terbilang subur sehingga masyarakat setempat dapat mengolah pertanian dengan produktif.
Untuk diketahui, mayoritas orang Berber Barghawata ketika itu sudah memeluk Islam. Bagaimanapun, keislaman mereka cenderung sinkretis karena masih mencampur-baurkan ajaran agama tauhid dengan kepercayaan leluhur.
Bahkan, pada masa raja kedua mereka, yakni Shalih bin Tharif, penyimpangan yang terjadi lebih jauh lagi. Menurut sumber Ibnu Khaldun (1332-1406 M), Kerajaan Barghawata saat itu “mengarang” mushaf Alquran mereka sendiri, yang terdiri atas 80 “surah” dan berbahasa Berber. Shalih sampai-sampai mendaku dirinya sebagai nabi baru atau Imam Mahdi.

Pada abad ke-11, Anfa jatuh ke tangan Dinasti al-Murabithun (Almoravid). Kerajaan yang berpusat di Marrakesh itu memerlukan waktu 80 tahun sebelum dapat sepenuhnya mengusir Barghawata dari kota pelabuhan tersebut. Sultan al-Murabithun, Abdul Mu`min (1094-1163 M) lantas mengisi populasi kota ini dengan orang dari suku-suku Arab Badui, terutama kalangan Bani Hilal dan Bani Sulaym.
Umur Kerajaan al-Murabithun hanya 100 tahun. Setelah gagal memadamkan berbagai pemberontakan, kekuasaannya tergantikan oleh Dinasti al-Muwahhidun pada April 1147 M. Kesultanan yang diperintah bangsa Berber Muslim itu tidak hanya menguasai Maroko, tetapi juga sebagian Andalusia (Spanyol). Anfa menjadi salah satu pelabuhan andalan mereka dalam menyokong perekonomian dan pertahanan negeri.
Memasuki pertengahan abad ke-13, al-Muwahhidun semakin tidak sanggup mengatasi persoalan separatisme di daerah-daerah kekuasaannya. Keadaan yang lemah itu dimanfaatkan Bani Marin untuk merebut pusat pemerintahan. Pada 1244, berakhirlah riwayat al-Muwahhidun. Dinasti Marinid berkuasa hingga dua abad berikutnya atas seluruh Maroko, termasuk Anfa.
Sepanjang abad ke-14, Anfa kian tumbuh menjadi kota pelabuhan yang makmur di kawasan utara Benua Hitam. Berbagai komoditas diperdagangkan di sana, seperti emas, perak, rempah-rempah, dan budak belian. Pada permulaan abad ke-15, Dinasti Marinid mulai kehilangan kontrol atas bandar tersebut. Anfa kemudian dikuasai kelompok bajak laut dari suku bangsa Berber. Mereka sering kali merompak armada kapal non-Muslim yang melewati perairan utara Maghribi.
Kala itu, sejumlah bangsa Eropa-Kristen begitu antusias untuk menemukan jalur rempah-rempah ke Asia. Bangsa Portugis termasuk yang paling sering melayarkan armada untuk mencapai India melalui rute Iberia-Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Dalam perjalanannya, mereka kerap dihalangi para bajak laut, termasuk yang bermarkas di Anfa.
Mulanya nama Kasablanka
Pada 1468, Anfa diserang bangsa Portugis. Atas perintah Raja Afonso V, bandar tersebut dibumihanguskan. Sekitar 50 tahun kemudian, kerajaan Katolik itu membangun sebuah benteng militer di pantai Anfa.
Setelah itu, kawasan perdesaan mulai tumbuh di area sekitarnya. Para pendatang mendirikan rumah-rumah dengan warna dominan putih. Orang-orang Portugis pun menyebut daerah itu Casa Branca, yang berarti ‘rumah putih.’ Dalam bahasa Spanyol, sebutan itu menjadi Casa Blanca. Dari sanalah nama Kasablanka berasal.

Tidak seperti para penguasa Portugis sebelumnya, Raja Sebastian (1554-1578 M) tak cukup berdaya untuk mengatasi kekuatan Muslim di Afrika Utara. Bangsa Katolik itu akhirnya kalah dalam Perang Alcacer Quibir pada 1578 di Maroko utara. Dinasti Saadi kemudian menguasai sebagian besar Maroko, termasuk Kasablanka.
Selanjutnya, Spanyol mencaplok sebagian negeri ini. Antara tahun 1580 dan 1640, Kasablanka menjadi menjadi salah satu sumber pemasukan utama untuk kerajaan Katolik yang merupakan saingan Portugis itu.
Namun, pamor Kasablanka mulai surut sejak akhir abad ke-17. Pada medio abad ke-18, semakin sedikit orang Spanyol yang menetap di bandar itu. Sekitar tahun 1755, gempa bumi mengguncang kota ini. Bandar yang dahulunya merupakan rebutan berbagai rezim penguasa, seketika menjadi terbengkalai dan sepi.
Protes Ekspor Monyet Ekor Panjang di Kedubes AS
Monyet ekor panjang ini diekspor ke Amerika Serikat sebagai bahan kelinci percobaan.
SELENGKAPNYABrazil Menang Tipis Atas Peru
Brazil bertengger pada peringkat pertama klasemen sementara Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Conmebol.
SELENGKAPNYA