Anak-anak bermain di tengah hujan di Kota Gaza, Senin, 15 Desember 2025. | AP Photo/Jehad Alshrafi

Internasional

Blokade Israel, Anak-Anak Membeku di Gaza

Cuaca musim dingin menambah nelangsa di Jalur Gaza.

GAZA – Blokade yang terus diberlakukan Israel terhadap kebutuhan tenda yang mendesak membuat anak-anak terdampak dingin ekstrem. Hujan deras yang turun belakangan memperdalam penderitaan ribuan pengungsi di Jalur Gaza, ketika air banjir menggenangi tenda-tenda mereka yang rapuh. 

“Kami tinggal di jalan sepanjang malam setelah hujan merendam tenda kami,” kata Majda Hassanein, yang tendanya terendam air hujan lebat di Kota Gaza. “Anak-anak kami membeku karena kedinginan—tidakkah kalian merasakan kepedihan kami?” dia menambahkan.

"Kami tidak bisa tidur, dan kami tidak tahu harus pergi ke mana. Keluarkan kami dari penderitaan ini," pintanya. "Seluruh dunia tidur dengan aman, tapi kita tidak mengenal keselamatan. Hujan menyerang kita dari satu sisi, dan tembakan dari sisi yang lain."

Jurnalis Muhammad Rabah dari Jalur Gaza melaporkan, Pertahanan Sipil melansir bahwa hujan menyebabkan runtuhnya sebuah rumah milik keluarga Al-Hasri di kamp pengungsi Al-Shati, sebelah barat Kota Gaza, yang menyebabkan kematian satu orang dan beberapa lainnya luka-luka.

Di kamp pengungsi Jabalia, yang terletak di utara Gaza, hujan lebat menyapu tenda-tenda, menyebabkan kerusakan parah pada pakaian dan selimut. Pemandangan tersebut dengan jelas menggambarkan skala tragedi dan memburuknya krisis kemanusiaan yang dihadapi warga Gaza.

photo
Sebuah keluarga Palestina mengendarai gerobak di tengah hujan di Kota Gaza, Senin, 15 Desember 2025. - ( AP Photo/Jehad Alshrafi)

Serangan Israel telah menghancurkan seluruh atau sebagian sekitar 92 persen bangunan tempat tinggal di Gaza, memaksa sebagian besar penduduk mengungsi ke tenda-tenda yang tidak memberikan perlindungan atau kembali ke rumah-rumah rusak yang berisiko runtuh akibat banjir.

Sementara, seorang bayi Palestina meninggal kedinginan di Jalur Gaza, kata pemerintah setempat. Kejadian ini ketika Israel terus membatasi masuknya pasokan tempat penampungan dan bantuan kemanusiaan lainnya ke wilayah tersebut meskipun kondisi musim dingin di sana sangat keras.

Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengatakan pada hari Selasa bahwa bayi berusia dua minggu, Mohammed Khalil Abu al-Khair, meninggal sehari sebelumnya setelah mencari pengobatan untuk hipotermia parah, yang disebabkan oleh cuaca dingin ekstrem yang mencengkeram Gaza.

Aljazirah  mencatat bahwa kematian anak tersebut terjadi ketika perlindungan dasar di Gaza telah “dibongkar secara sistematis” akibat perang genosida Israel terhadap warga Palestina di wilayah tersebut.

Keluarga-keluarga tersebut tinggal di tenda-tenda di tanah basah tanpa pemanas, listrik atau pakaian yang memadai. Ketika makanan, bahan bakar, tempat tinggal dan bantuan dilarang, suhu dingin kemudian jadi mematikan.

photo
Warga Palestina berjalan melalui jalan yang banjir setelah hujan lebat di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Kamis, 11 Desember 2025. - (AP Photo/Abdel Kareem Hana)

Badai besar yang baru-baru ini melanda Jalur Gaza menewaskan sedikitnya 11 orang ketika hujan lebat dan angin kencang membanjiri tenda-tenda dan menyebabkan bangunan-bangunan yang rusak runtuh.

“Kami mencoba mengeringkan pakaian anak-anak di atas api,” Umm Mohammed Assaliya, seorang ibu pengungsi Palestina, mengatakan kepada Aljazirah dari Kota Gaza. "Mereka tidak punya pakaian cadangan. Saya kelelahan. Tenda yang diberikan kepada kami tidak tahan dengan kondisi musim dingin. Kami membutuhkan selimut," katanya.

Kelompok-kelompok kemanusiaan telah mendesak Israel untuk mengizinkan pengiriman bantuan tanpa hambatan ke Gaza.

Namun badan PBB untuk pengungsi Palestina, UNRWA, yang menurut PBB paling cocok untuk mendistribusikan pasokan di wilayah tersebut, mengatakan pemerintah Israel telah memblokirnya untuk membawa bantuan langsung ke Gaza.

"Orang-orang dilaporkan meninggal akibat runtuhnya bangunan tempat keluarga berlindung. Anak-anak dilaporkan meninggal karena paparan dingin," kata UNRWA dalam postingan media sosialnya, Selasa. "Ini harus dihentikan. Bantuan harus diberikan dalam skala besar sekarang."

photo
Pekerja pertahanan sipil Palestina mengeluarkan jenazah dari reruntuhan bangunan milik keluarga Salim yang menjadi sasaran serangan Israel pada awal perang, di Jalan Jalaa, Kota Gaza, Senin, 15 Desember 2025. - ( AP Photo/Yousef Al Zanoun)

Sementara itu, Hamas mengecam Israel karena berulang kali melanggar perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku pada bulan Oktober.

Setidaknya 393 warga Palestina telah syahid dan 1.074 lainnya terluka dalam serangan Israel di Gaza sejak hari pertama gencatan senjata pada 11 Oktober, menurut angka terbaru dari Kementerian Kesehatan di wilayah tersebut.

Militer Israel juga membunuh seorang pemimpin senior Hamas, Raed Saad, dalam serangan yang ditargetkan terhadap sebuah kendaraan di barat Kota Gaza pada hari Sabtu, yang semakin memperkeruh gencatan senjata yang lemah.

Pada hari Selasa, pemimpin Hamas Ghazi Hamad menuduh Israel “memanipulasi” teks perjanjian yang ditengahi AS.

"Kami ingin memperjelas: perjanjian gencatan senjata itu lugas, terperinci, dan tidak ambigu. Namun, jelas bahwa pendudukan Israel telah memutarbalikkan isi perjanjian, memanipulasi dan melanggar setiap pasalnya," kata Hamad.

photo
Warga Gaza menghangatkan diri di samping api di dalam tenda mereka di tengah musim dingin dan kehancuran akibat operasi udara dan darat Israel di Kota Gaza, Jumat, 12 Desember 2025. - (AP Photo/Abdel Kareem Hana)

"Sejak hari pertama, Hamas telah sepenuhnya mematuhi perjanjian tersebut dan menghormati komitmennya. Sebaliknya, Israel dengan sengaja melakukan beberapa pelanggaran sistematis dan terencana."

Kantor Koordinasi Bantuan PBB (OCHA) pada Selasa memperingatkan bahwa bantuan kemanusiaan di Gaza tertunda karena barang-barang komersial didahulukan. “Meskipun ada upaya berkelanjutan dari PBB dan mitra-mitranya...kami terus memberikan respons, namun kebutuhan yang ada melebihi kecepatan respons kami,” kata Olga Cherevko, juru bicara OCHA, menurut situs web UN News.

Dia menambahkan, volume pasokan yang masuk ke Jalur Gaza masih terbatas, dan semakin banyak barang yang terus diblokir oleh otoritas Israel, termasuk alat berat, peralatan, dan suku cadang yang diperlukan untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak.

Cherevko mengungkapkan bahwa kendala besar masih ada. “Di dalam Gaza, jumlah rute yang tersedia untuk mengangkut bantuan masih terbatas, begitu pula penyeberangan yang bisa dilalui pasokan, tambahnya.

“Semua hambatan ini harus dihilangkan,” tegasnya. “Kami mempunyai kapasitas untuk merespons, namun kami terkendala ketika kebutuhan masyarakat meningkat lebih cepat daripada kemampuan kami untuk memenuhinya.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat