
Refleksi
Sayangkah Kita kepada Baginda Rasul?
Baginda terlahir sebagai sebuah rahmat terbesar Allah yang diturunkan ke bentangan alam semesta.
Oleh KH HASYIM MUZADI
Adakah bukti paling konkret yang dapat kita tunjukkan bahwa kita benar-benar menyayangi dan mencintai Baginda Rasulullah Muhammad? Apa sebab kita harus mencintai Nabi Muhammad? Lalu, untuk apa sebenarnya kita merasa perlu membiasakan diri mengirim salam dan shalawat kepada Baginda Rasul?
Umat Islam di seluruh dunia diharu-biru oleh sebuah momen yang mengantarkan sisi-sisi kerohanian kita pada sebuah embara abadiyah. Embara saat kita semua memperingati hari kelahiran atau Maulid Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Sebuah hari dan suatu tanggal yang tak akan pernah kita lupakan. Tak akan pernah kita abaikan. Tak akan pernah kita biarkan berlalu tanpa kita mengenangnya dengan kesyahduan rohani yang paling dalam.
Hari Senin, bagi kalangan umat Islam, memiliki makna dan nuansa yang sungguh agung. Selain hari Jumat, hari Senin termasuk hari yang diagungkan dalam Islam. Untuk menghormatinya, kita bahkan dianjurkan melakukan puasa sunah pada hari itu, selain hari Kamis. Bahkan, beberapa kalangan tertentu kadang merasa penting memulai setiap pekerjaan besar pada hari tersebut.
Seorang ibu kadang mendambakan bayinya lahir pada hari yang sama dengan hari kelahiran Rasulullah SAW. Pada hari itu, melalui ketentuan-Nya, Allah SWT mengirimkan seorang anak cucu Adam AS, yaitu Nabi Muhammad SAW. Baginda terlahir sebagai sebuah rahmat terbesar Allah yang diturunkan ke bentangan alam semesta. "Wamaa arsalnaaka Illah rahmatan lil'aalamiina Tidak Aku utus engkau selain untuk menjadi rahmat bagi alam semesta."
Bagi yang memiliki hajat tertentu pada waktu tertentu pula, ia akan berharap agar Allah mengirimkan rahmat-Nya kepadanya. Ketika anak kita lahir, kita berharap kelahiran ini bersamaan dengan kucuran rahmat Allah. Ketika anak kita harus dikhitan karena sudah cukup umur, kita berharap masa remaja anak kita akan bersamaan dengan buaian rahmat Allah. Begitu diantarkan menuju pengantin wanita, kita berharap sang pengantin pria akan diiringi dengan kedamaian rahmat Allah. Ketika seseorang meninggal dunia, semua berharap agar usianya ditutup dengan balutan rahmat Allah.
Semua tahapan kehidupan kita sejatinya berjalan sesuai dengan kehendak dan rahmat Allah. Lalu, adakah rahmat terbesar Allah yang muncul di dunia ini selain Nabi Muhammad Khatamul Anbiya?
Maka, pada setiap tahapan kehidupan kita selama ini, sejatinya orang tua kita sudah mewariskan sebuah tradisi yang amat kental nuansa kecintaannya kepada Baginda Rasul.
Nama Baginda Muhammad selalu menyertai tahap demi tahap kehidupan seseorang, sejak ia berada dalam kandungan ibundanya hingga pada akhirnya harus dikandung dalam perut bumi. Bahkan, meski secara fisik kita sudah ditinggalkan oleh Baginda Rasul sejak ribuan tahun yang lalu, namanya akan selalu menjadi hiasan bibir para pengikutnya.
Tetapi belakangan, dari yang secara samar-samar hingga yang terang benderang karena kelewat berani menuding para pecinta Rasul sebagai pelaku bid'ah. Beberapa bahkan dengan sangat kejam menuding kegiatan mencintai Rasulullah sebagai sebuah tindakan syirik. Bila kita jatuh pada tindakan syirik, kita akan dikategorikan sebagai calon penghuni neraka. Alangkah gampangnya neraka dan surga dikavling-kavling sesuai dengan kategori kelompok tertentu. Alangkah besarnya kewenangan kita, seakan kita mengambilnya dengan mudah dari Allah.
Sadarkah kita, umat Islam, betapa agungnya figur anak manusia bernama Muhammad bin Abdullah? Beliau ditetapkan sebagai nabi terakhir, tetapi rohnya telah dipersiapkan oleh Allah SWT jauh-jauh hari sebelum Bapak Para Manusia, Nabi Adam AS, diciptakan.
Baginda Rasul adalah anak manusia banyak dimensi karena dalam dirinya mengalir wahyu Allah. Dari kedua bibirnya yang mulia meluncur perkataan yang menyejukkan hati.
Tak pernah ada sosok manusia di kolong langit ini yang helaian rambutnya menjadi bahan rebutan para sahabatnya. Tak pernah kita temukan figur manusia yang tetesan air wudhunya diburu oleh para pecintanya. Juga, tak pernah kita temukan seorang hamba yang sesungguhnya menyunggi sebuah mahkota seorang raja diraja dari Rabbul Izzati. Mustahil kita temukan seorang anak manusia yang tetesan air keringatnya dijadikan aroma pasangan para pengantin.
Lalu, benarkan kita mencintai dan menyayangi Baginda Rasul? Ukuran paling gampang adalah seberapa sering kita menyebut-nyebut nama Baginda Rasul dalam sehari? Hati kita akan selalu bergetar jika nama seseorang yang kita sayangi disebut-sebut orang. Begitulah seharusnya, hati kita juga langsung bergemuruh jika nama Nabi Muhammad jadi kembang pembicaraan. Semakin sering nama anak kita disebut-sebut, semakin mengembanglah hati kita.
Karena kita menyayangi anak kita, setiap hal yang berkaitan dengannya akan selalu menggetarkan hati kita. Begitulah seharusnya, paling kurang, bentuk kecintaan kita kepada Baginda Rasul. Kalaupun kita tak pernah bertemu dengan Baginda Rasul di dunia ini, paling kurang untuk menunjukkan bukti kecintaan kita kepadanya, kita pun perlu mendawamkan diri dengan menyebut-nyebut namanya. Nah, menyebut-nyebut nama Baginda Rasul itu dalam tradisi Islam jamak disebut dengan melantunkan shalawat. Bershalawat kepadanya adalah sebuah ibadah.
Kalau ukurannya sesederhana ini, lalu berapa kalikah dalam sehari kita menyebut-nyebut namanya? Lalu, siapa yang berkewajiban menjaga muru'ah dan perbawa serta sirah nabawiyah Muhammad? Kita, umat Islam, yang sudah seharusnya berdiri di garda terdepan menjadi pembelanya. Karena apa? Karena, Baginda Rasul sudah kita kenal jauh sebelum kita dilahirkan. Bahkan, nama beliau sudah ada sebelum Nabi Adam AS diciptakan dan menjadi kekasih Allah SWT paling utama.
Bagaimana tidak karena hanya namanya yang dengan amat mulia berdampingan dengan nama Allah SWT dalam untaian kalimat syahadatain Asyhadu anla ilaaha illaalLaah wa asyhadu nna Muhammadan rasulullah. Adakah nama lain di samping nama agung Muhammad SAW yang berdampingan dengan nama Allah, Tuhan Penguasa Alam Semesta? Jawabannya, TIDAK ADA. Titik. Sungguh mulia Nabi Muhammad dan sungguh berperbawa nama dan sosoknya yang ma'shum.
Belumlah seseorang disebut Muslim sejati bila hatinya tidak merasa terhina menyaksikan tindak kesewenang-wenangan terhadap nabi kita. Bahkan, belumlah seseorang disebut beriman kalau kecintaannya kepada Baginda Rasul menempati ruang terluar dari jiwanya. Beliau adalah kekasih kita yang sesungguhnya. Nama beliau telah tertanam jauh di lubuk hati kita sejak kekuatan memori kita mulai berfungsi.
Menyebut namanya, kita mendapatkan berkah dan pahala karena Allah dan para malaikat-Nya yang Kudus juga melakukan hal serupa. Perintah menyebut-nyebut nama Baginda Rasul merupakan ajaran langsung dari Gusti Allah SWT karena beliau merupakan kekasih-Nya. Dan, kita adalah para kekasihnya.
Para sahabat pernah bertanya, siapa gerangan para kekasih Rasulullah itu? Dan, bukankah beliau-beliau adalah para sahabat terdekat Rasulullah? Baginda Rasul dengan senyum mengembang menjawab, ''Kekasihku adalah orang-orang Islam yang datang setelahku, yang tidak pernah bertemu denganku, tetapi mereka mengikuti jejakku. Sedang kalian adalah para sahabatku.''
Tak ada satupun dari sunah Rasul yang menjauhkan umat Islam dari dekapan cinta kasih Nabi Muhammad. Hak prerogatifnya dalam memberikan syafa'at setelah diizinkan Allah SWT diperuntukkan bagi umatnya, bahkan bagi mereka yang melakukan dosa-dosa kabair. Kita berharap, dengan amal yang sedikit dan boleh jadi tidak benar ketika kita menunaikannya, terdapat rahmat Allah yang melingkupi perjalanan akhir kita menuju hadirat Allah. Rahmat Allah terbesar bagi kita adalah Baginda Rasul Muhammad. Semoga syafaatnya tercurah untuk kita. Wallahu a'lamu bishshawab.
Disadur dari Harian Republika edisi 15 Maret 2009. KH Hasyim Muzadi (1943-2017) adalah ketua umum PBNU periode 2000-2010.
Nusaibah Derita 13 Luka demi Lindungi Rasulullah
Nusaibah menjadi tameng untuk melindungi Rasulullah
SELENGKAPNYAMeniru Adab Rasulullah
Melalui buku ini, Imam Ghazali menghimpun hadis-hadis yang berkenaan dengan adab yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
SELENGKAPNYAInspirasi dari Memimpikan Rasulullah
Abdul Aziz dalam buku karyanya ini menjelaskan sejumlah ciri-ciri mimpi bertemu Nabi SAW.
SELENGKAPNYA