ILUSTRASI Kemegahan Masjid Kordoba di Spanyol. Bani Umayyah mulai memaklumkan kekhalifahan baru di Andalusia pada era Abdurrahman III. | DOK MAXPIXEL

Dunia Islam

Puncak Peradaban Islam di Kordoba

Di bawah pemerintahan Abdurrahman III, Kordoba kian maju sebagai mercusuar peradaban berwatak kosmopolitan.

Sejak pertengahan abad ke-10 hingga awal abad ke-11 M, Kordoba menjadi “Permata Eropa.” Pusat Daulah Umayyah di Andalusia itu berperan sebagai jembatan peradaban Islam di Benua Biru. Dari sanalah, orang-orang Barat mulai mengenal dan mempelajari berbagai kemajuan yang dicapai Muslimin.

Prof Raghib as-Sirjani dalam Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia mengatakan, Kordoba dan Andalusia secara keseluruhan adalah saluran penting untuk proses transfer pemberadaban (civilising) dari Islam ke Eropa (baca: Barat). Hal itu mencakup bidang ilmu, pemikiran, sosial, ekonomi, dan sebagainya. Wilayah Muslimin ini memang sempat dilanda kekacauan politik yang hebat pascawafatnya al-Muzhaffar pada 1008 M. Namun, Andalusia terus bertahan sebagai mimbar pencerahan hingga titik nadir yang tidak lagi terpulihkan, Reconquista, yang ditandai jatuhnya Granada pada 1492 M.

Keagungan daulah Islam ini diakui para penulis Eropa yang sezaman ataupun era modern. Sosiolog Prancis Gustave Le Bon menulis, “Begitu orang-orang Arab berhasil menaklukkan Spanyol, mereka mulai menegakkan risalah peradaban di sana. … Mereka memberikan perhatian yang besar untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan sastra, menerjemahkan buku-buku Yunani dan Latin, dan mendirikan universitas-universitas yang menjadi satu-satunya sumber ilmu pengetahuan dan peradaban di Eropa dalam waktu yang lama.”

photo
Peta wilayah Emirat Kordoba. Negeri Andalusia yang dibangun Bani Umayyah ini menjadi saingan Kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berpusat di timur sana. - (DOK WIKIPEDIA)

Mekarnya peradaban Islam di Andalusia juga didukung kebijakan penguasa yang tidak menutup kesempatan bagi siapapun warga. Selama tidak mengancam keamanan negeri, para amir dan khalifah mempersilakan warga dari kalangan Nasrani ataupun Yahudi untuk bekerja di institusi-institusi pemerintahan, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Keberadaan kaum terpelajar non-Muslim bukanlah hal yang tabu di lembaga-lembaga yang dibiayai negara.

Dengan membangun banyak sarana dan prasarana pendidikan, khalifah dapat menerapkan pembudayaan dengan medium bahasa Arab. Orang-orang Spanyol, termasuk yang non-Muslim, menjadi terbiasa berbahasa Arab. Bahkan, menurut as-Sirjani, mereka lebih mengutamakannya daripada bahasa Latin.

Seperti Bait al-Hikmah Baghdad di timur, Kordoba pun menjadi tempat penerjemahan buku-buku ilmiah dan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Di antara karya-karya yang diterjemahkan ialah catatan Gallienus, Hippokrates, Plato, Aristoteles, dan Euklid. Sebaliknya, proses alih bahasa dari Arab ke Latin pun gencar dilakukan.

Seorang penerjemah yang masyhur pada masa itu adalah Jirarid ath-Tholtoli. Intelektual kelahiran Italia itu datang ke Toledo pada 1150 M. Dikatakan bahwa ia menerjemahkan 100 buku, termasuk Al-Qanun karya Ibnu Sina dan Al-Manshuri-nya ar-Razi.

Pencapaian juga ditandai dengan pendirian banyak bangunan megah. Salah satunya adalah Masjid Agung Kordoba. Kompleks tempat ibadah ini diinisiasi Abdurrahman ad-Dakhil pada 785 M. Tokoh tersebut adalah pelanjut kekuasaan Umayyah di kala awal-awal munculnya Kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Kelak, cicitnya yang bernama Abdurrahman III an-Nashir Lidinillah memaklumkan terbentuknya Kekhalifahan Kordoba pada 929 M.

photo
Masjid Agung Kordoba, salah satu peninggalan Abdurrahman ad-Dakhil. - (DOK WIKIPEDIA)

Abdurrahman III sukses menjadikan Kordoba sebagai kiblat kebangkitan arsitektur Islam di belahan bumi barat. Kota yang dalam bahasa Arab disebut al-Qurthubah ath-Thayyibah itu divisikannya menjadi pusat keilmuan yang berwatak kosmopolitan, tidak kalah dari Baghdad.

Penerus Abdurrahman III, Khalifah al-Hakam II (wafat 976) juga menjadi teladan. Sama seperti para pendahulunya, kepemimpinannya mendukung perkembangan peradaban Islam di Kordoba dan Andalusia pada umumnya.

Ia merupakan pribadi yang mencintai literasi. Tidak kurang dari 70 perpustakaan publik tersebar merata di seantero Kordoba dalam masa kekuasaannya. Setiap unit memiliki koleksi buku yang jumlahnya mencapai ratusan ribu eksemplar.

Pengembangan Universitas Kordoba pun berlangsung pesat. Lembaga tersebut menjadi perguruan tinggi yang paling disegani seantero Eropa pada masa itu. Dalam konteks dunia Islam, reputasinya sebanding dengan Universitas al-Azhar di Kairo atau Universitas Nizhamiyah di Baghdad.

 
Banyak pelajar dari berbagai wilayah Eropa--termasuk negeri-negeri Kristen--datang untuk menimba ilmu di Kordoba.

Banyak pelajar dari berbagai wilayah Eropa--termasuk negeri-negeri Kristen--datang untuk menimba ilmu di Kordoba. Apalagi, kampus itu terbuka, baik pada mahasiswa Muslim maupun non-Muslim. Untuk sekadar menyebut satu contoh, seorang tokoh Katolik pernah belajar di sana. Dialah Gerbert d'Aurillac (945-1003), yang akhirnya diangkat komunitas Kristen Barat menjadi Paus Sylvester II.

Pesona Alcazar, Saksi Bisu Kejayaan Islam di Sevilla

Kompleks yang semula bernama al-Qashr al-Muriq ini dinamakan Istana Alcazar, sejak Asybiliyyah atau Sevilla lepas dari tangan Islam.

SELENGKAPNYA

Budi Baik Turki Utsmani untuk Korban Reconquista

Bukan hanya umat Islam Andalusia, kaum Yahudi yang menjadi korban Reconquista pun ditolong oleh Turki Utsmaniyah.

SELENGKAPNYA

Mengapa Pemerintah Mesir Melarang Cadar?

Larangan cadar di Mesir jadi perdebatan antara sekularisme dan Islamisme.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya