
Oase
Pencarian Panjang Gitaris Sufi
Ketika pertama kali shalat, Richard Thompson mengalami luapan perasaan bahwa Islamlah yang selama ini dibutuhkannya.
Richard Thompson merupakan seorang pemusik beraliran folk rock asal Britania Raya. Berbagai prestasi telah diraihnya yang telah berpuluh tahun menekuni dunia musik. Pada 2006 lalu, misalnya, Radio BBC memberikan penghargaan atas dedikasi seumur hidup untuknya sebagai pencipta lagu.
Sementara itu, majalah musik Rolling Stones memasukkan album I Want to See the Bright Lights Tonight ke dalam 500 album terbesar sepanjang sejarah. Sederet prestasi itu membuat Kerajaan Inggris mendapuk pria kelahiran Notting Hill, London, itu dengan gelar kesatria Order of British Empire (OBE). Siapa nyana, di balik deretan tropi itu Thompson menyimpan kisah panjang ihwal pencarian keyakinan hidup.
Di awal kariernya sebagai pencipta lagu, Thompson banyak menghasilkan karya yang suram. Hal itu tak bisa terpisahkan dari tabrakan yang menewaskan sahabat dan pacarnya ketika mereka bermobil seusai pentas. Walaupun dia mulai menuliskan lirik muram sebelum kejadian itu, namun kehilangan dua orang terdekat membuat Thompson belia lama bergulat dalam kesedihan.
Sepertinya, kecelakaan itu membuat Thompson lebih cepat dewasa. "Waktu itu saya masih muda, baru berumur 20 tahun," katanya, seperti dikutip Republika dari The Guardian.
Prinsipnya dalam menciptakan lagu cukup sederhana: mengungkapkan semua yang dirasakan pada saat itu.
Prinsipnya dalam menciptakan lagu cukup sederhana: mengungkapkan semua yang dirasakan pada saat itu. Tak heran jika karyanya mampu membangkitkan kesadaran baru di telinga pendengar.
Hanya saja, caranya itu tak banyak menuai hasil. Thompson terjebak dalam kebuntuan kreativitas dan jatuh ke kubangan minuman keras. Ketika baru merintis karier pada 1967, bandnya rutin minum setengah krat bir sebelum naik panggung. Tiga tahun kemudian, jumlah itu naik empat kali lipat. Kemudian, dia memutuskan untuk berhenti melakoni gaya hidup semacam itu pada 1974.
Thompson bercerita, kondisi itu diperparah dengan melempemnya album solo perdananya di pasar. Dia semakin terpuruk dan seperti melihat jurang di ujung jalan hidupnya. “Saya berkata kepada diri sendiri, saya tidak akan terus menjalani kehidupan semacam ini.”
Akhirnya, dia memilih jalan menuju ketenangan hidup yang tak banyak dilakoni pesohor yakni pencarian spiritual.
Pria yang dibesarkan dalam keluarga Kristen Presbyterian ini keluar masuk toko buku Watkins di kawasan pusat London untuk memuaskan rasa penasaran mengenai segala macam keyakinan, dari Antroposofi sampai Zen. Dari semua paham yang dia pelajari, dia mengambil kesimpulan, sufisme Islam memilki keseimbangan dan keterhubungan yang paling tepat.
Dia mengambil kesimpulan, sufisme Islam memilki keseimbangan dan keterhubungan yang paling tepat.
Kebetulan, Thompson mendengar ada komunitas sufi yang kerap berkumpul di Taman Belsize, London. Lewat komunitas asal Maroko itu, Thompson pun jatuh cinta pada Islam. Di sana, dia berguru kepada seorang syekh yang mengajarinya kearifan hidup. Ia akhirnya merasa telah menemukan kedamaian yang dia cari.
Thompson menuturkan, ketika shalat untuk pertama kali, dia merasakan luapan perasaan bahwa inilah yang selama ini dibutuhkannya. Dia mengakui, perasaan itu memang sederhana, namun itulah yang mendasar baginya.
"Saya butuh meletakkan kepala serendah tanah dan saat itu saya benar-benar merasa memasrahkan diri kepada Zat yang jauh lebih kuasa dari diri ini," ucapnya.
Penerimaan Thompson terhadap Islam dinyatakan lewat album duo Pour Down Like Silver yang dia rilis bersama istrinya, Linda, pada 1974. Petikan gitar Thompson dalam lagu-lagu di album itu bagai mengekspresikan kelegaan mendalam setelah menemukan ketenangan yang dicari. Di sampul album tersebut, Thompson tampil seperti layaknya jamaah sufi dalam sorban putih dan janggut.
Setelah itu, kehidupan Thompson tak selamanya mulus. Dia bercerai dari Linda dan menikahi Nancy Covey. Mata pencariannya sebagai pemusik juga membuatnya harus jauh dari keluarga. Teddy, anak laki-lakinya yang mengikuti jejak menjadi gitaris, malah menciptakan lagu mengenai seorang ayah yang buruk. "Saya rasa itu konsekuensi yang harus saya terima," katanya.

Setelah menikahi Nancy, Thompson bermukim di Los Angeles. Di Amerika Serikat, dia mengaku menjadi Muslim saat ini berbeda dengan masa sebelum serangan teroris ke World Trade Center pada 2001. Karena itu, dia aktif menciptakan lagu antiperang berjudul Dad's Gonna Kill Me. Di lagu lain, dia mengkritik rezim Taliban yang membenci kebudayaan Barat tanpa pandang bulu.
Menurutnya, kebudayaan Barat tidak selamanya buruk, misalnya, Albert Einstein yang memberi kontribusi besar terhadap ilmu pengetahuan. Dia meyakini, semua umat beragama bisa hidup berdampingan asal berkomitmen untuk saling memahami. “Saya bukan ahli agama, tapi Islam jelas mengajarkan toleransi terhadap para ahli kitab, umat Nasrani dan Yahudi,” ucapnya.
Walau sudah tak lagi tergabung dalam komunitas sufi, Thompson tetap memegang keyakinannya. "Saya datang ke masjid dan mengaji kappa pun saya rasa perlu." Dia sangat percaya ada kehidupan sebelum dan setelah di dunia. "Bagi yang tidak percaya dan mau menganalisis secara ilmiah, menurut saya, tahap kehidupan setelah mati itu semacam dimensi lain dari yang ada sekarang," ujarnya.
Bagi Thompson, musik adalah seni yang tak mudah dipahami. Musik bisa menggerakkan hati dan membawa imajinasi ke tempat-tempat yang tidak terduga. "Ada musisi yang tidak sukses dalam hidupnya namun ketika mereka bermain musik, ada ekspresi jiwa yang luar biasa," katanya. Bila mendengarkan petikan gitarnya, niscaya Anda akan mengerti maksud "Bob Dylan dari Inggris" ini.
Berkarya untuk Allah
Bergabungnya Richard dan Linda Thompson ke dalam komunitas sufi pada 1974 menimbulkan konflik dalam perjalanan bermusik mereka. Waktu itu, mereka baru meniti karier sebagai grup duet yang mencatat sukses lewat album pertama. Album itu berjudul I Want to See the Bright Light Tonight, majalah musik Rolling Stones memasukkannya ke dalam 500 album musik paling berpengaruh sepanjang sejarah.
Awalnya, guru spiritual keduanya Syekh Abdul Qadir tidak mendukung Richard dan Linda untuk bermusik. "Di satu sisi, Syekh kami tidak mengizinkan Richard memainkan gitar listriknya, namun Richard selalu mendorong saya, dia bilang saya memiliki suara yang indah karena itu saya harus terus bernyanyi," kata Linda seperti ternukil dari Richard Thompson-The Biography.
Sang syekh berpesan bahwa keduanya boleh bermusik asalkan karya itu diperuntukkan bagi Allah.
Untunglah kompromi tercapai. Sang syekh berpesan bahwa keduanya boleh bermusik asalkan karya itu diperuntukkan bagi Allah. Peraih penghargaan Ivor Novello inipun manut. Beberapa lagu di album Pour Down Like Silver yang dirilis pada tahun bergabungnya mereka ke komunitas sufi ini sarat bertutur tentang kepasrahan dirinya terhadap Yang Mahakuasa.
Misalnya, dalam lirik lagu "Night Comes In" berikut ini.
Night comes in
Like some cool river
How can there be
Be another day
Take my hand
O real companion
And we’ll dance
We’ll dance ‘till we fade away
"Pour Down Like Silver" menitikberatkan pada eksplorasi vokal dan akustik gitar sebagai bentuk kompromi Thompson atas arahan guru spiritualnya. Untuk ukuran karya yang teramat idealis, album ketiga duo Thompson ini menuai sukses. Hingga kini, lagu-lagu dari album ini, seperti "Night Comes In" dan "Dimming of the Day", masih kerap diminati audiens untuk dimainkan.
Pria yang disebut majalah Rolling Stones sebagai salah satu dari 20 gitaris terbesar sepanjang masa ini terus menciptakan lirik lagu yang bermakna mendalam dan kritis. Walau demikan, pengaruh sufisme yang kental terasa hanya ditemukan di Pour Down Like Silver dan dua album yang dirilis setelahnya. Dua album itu tak menuai sukses seperti pendahulunya.
Dalam Outside of the Inside, dia menyindir para fundamentalis apa pun keyakinan mereka yang menyalahgunakan agama untuk memanipulasi orang lain. "Saya pikir mereka tak lebih dari bigot dan orang-orang bodoh yang menggunakan nama Tuhan untuk menguasai orang lain," katanya kepada Metromusic.
Menemukan Hidayah Usai 9/11
Ketika AS dilanda Islamofobia pascaperistiwa 9/11, Angela Collins justru tertarik mempelajari Islam.
SELENGKAPNYAParade Sound System dalam Pandangan Islam
Bila suara orang yang membaca Alquran itu mengganggu orang yang shalat maka haram hukumnya.
SELENGKAPNYAKTT G-20: Lain di Bali, Lain di New Delhi
Tak ada lagi kecaman terhadap Rusia di Deklarasi New Delhi.
SELENGKAPNYA