Opini--Menuju Satu Harga Pupuk Nasional | Daan Yahya/Republika

Opini

Menuju Satu Harga Pupuk Nasional

Apa pun skenarionya, pengembangan satu harga pupuk memerlukan waktu memadai.

Oleh BUSTANUL ARIFIN; Guru Besar Universitas Lampung, Ekonom Senior Indef, Ketua Umum Perhepi

Saat ini pemerintah merancang perubahan kebijakan subsidi pupuk menjadi kebijakan bantuan pupuk langsung (BLP) kepada petani. Perubahan kebijakan ini sebagai upaya mewujudkan subsidi tepat sasaran, sekaligus perubahan subtansi kebijakan subsidi kepada barang (pupuk) menjadi subsisi kepada orang, yaitu petani kecil yang berhak meneriman bantuan langsung.

Pada skema BLP, bantuan uang akan ditransfer langsung ke dompet elektronik (e-wallet) petani sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) berdasarkan kriteria kelayakan. Uang petani dalam e-wallet hanya dapat digunakan untuk membeli pupuk di kios atau sistem ritel pupuk yang ditunjuk, bukan membeli kebutuhan hidup lainnya.

Konsekuensi penting dari perubahan subsidi pupuk menjadi BLP kepada petani adalah keberadaan sistem satu harga pupuk nasional. Pada desain kebijakan subsidi pupuk yang berlaku saat ini, selisih harga antara pupuk bersubsidi dan nonsubsidi cukup besar, mencapai tiga kali lipat, yaitu Rp 2.250 per kg versus Rp 8.500 per kg untuk urea dan Rp 2.300 per kg versus Rp 10 ribu per kg untuk NPK.

 
Disparitas harga tiga kali lipat seperti sekarang cenderung menimbulkan moral hazard di antara para petani, pengampu kepentingan, dan lembaga nonpemerintah lainnya, bahkan menjadi salah satu pemicu kelangkaan pupuk di lapangan.
 
 

Disparitas harga tiga kali lipat seperti sekarang cenderung menimbulkan moral hazard di antara para petani, pengampu kepentingan, dan lembaga nonpemerintah lainnya, bahkan menjadi salah satu pemicu kelangkaan pupuk di lapangan.

Artikel ini menganalisis pengembangan konsep satu harga pupuk nasional berbasis mekanisme pasar, dengan membuka opsi satu harga antarkios, satu harga di dalam provinsi, atau bahkan satu harga pupuk nasional, yang berlaku di seluruh Indonesia. Beberapa skenario konsekuensi pada anggaran negara dan besaran uang dalam BLP juga dibahas agak detail. Apa pun skenario yang dipilih, pengembangan satu harga pupuk memerlukan waktu memadai.

Dinamika harga pupuk

Dinamika harga pupuk di pasar domestik dan pasar global sangat fluktuatif dan amat sensitif terhadap gejolak pasar, pandemi Covid-19, dan fenomena perang Rusia-Ukraina yang melanda banyak produsen pupuk di global. Secara umum, harga pasar pupuk terdiri dari biaya produksi, distribusi, dan margin atau keuntungan distributor dan kios pupuk.

Faktor penting dalam penentuan satu harga pupuk sangat bergantung pada efisiensi rantai nilai, khususnya dukungan infrastruktur terhadap penerapan digital penebusan bantuan pupuk langsung oleh petani penerima BLP. Harga pupuk di pasar global masih cukup tinggi, walau terus menunjukkan penurunan sejak awal 2023.

Sejak perang Rusia-Ukraina pada Februari 2021, harga pupuk global meroket hingga mencapai rata-rata 700 dolar AS per ton pada 2022. Bahkan harga pupuk kalium (Muriate of Potassium-MOP) dunia pernah menyentuh harga 1.200 dolar AS per ton, pupuk fosfat (Diammonium Phosphate-DAP) 950 dolar AS per ton, dan urea 925 dolar AS per ton.

Sejak Januari 2023, harga pupuk mulai turun seiring dengan stabilnya pasar komoditas di tingkat global. Harga pupuk urea pada Juni 2023 turun menjadi 287,50 dolar AS per ton. Tetapi pada Juli dan Agustus harga pupuk urea naik lagi ke 334,63 dolar AS per ton dan 385,63 dolar AS per ton, suatu tanda-tanda spesialisasi pasar mulai tercapai (Pasar Komoditas, Bank Dunia, September 2023).

Di dalam negeri, harga eceran pupuk juga mengalami peningkatan. Harga pupuk urea nonsubsidi di tingkat kios PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) pada Juni 2023 di Papua mencapai Rp 14 ribu per kg, di Sulawesi Rp 10.697 per kg, di Kalimantan Rp 9.878 per kg, di Jawa Rp 8.331 per kg, dan Sumatra Rp 9.807 per kg. Sedangkan, harga jual pupuk urea di PIHC Rp 5.950 per kg untuk seluruh Indonesia.

Harga tebus petani untuk pupuk Phonska Plus pada Juni 2023 lebih mahal, yaitu di Papua Rp 16.300 per kg, Sulawesi Rp 15.390 per kg, Kalimantan Rp 14.309 per kg, Jawa Rp 13.292 per kg, dan Sumatra Rp 14.034 per kg. Harga jual pupuk di tingkat PIHC umum lebih rendah, yaitu Rp 10.350 per kg untuk seluruh Indonesia.

photo
Harga Pupuk Utama Dunia, 2010-2023. - (Commodity Prospects, World Bank, Agustus 2023)

Dalam desain kebijakan BLP dan satu harga pupuk nasional, efisiensi rantai nilai pupuk dan daya saing industri pupuk Indonesia menghadapi tantangan baru. Untuk pasar urea, Indonesia melakukan ekspor urea ke pasar dunia, karena rasio produksi terhadap konsumsi urea di Indonesia sebesar 120 persen.

Keputusan ekspor urea itu menarik untuk dikaji apakah diputuskan sendiri oleh industri pupuk atau melalui konsultasi kebijakan, setidaknya dengan Kemenko Bidang Perenonomian. Faktor penting pada pembentukan satu harga pupuk sangat bergantung pada efisiensi rantai nilai, utamanya dukungan infrastruktur bagi aplikasi digital penebusan bantuan langsung pupuk oleh petani penerima BLP.

Kapasitas ekspor pabrik urea di Indonesia sedikit lebih rendah dibandingkan kapastias pupuk di China. Rasio rasio produksi terhadap konsumsi urea di China sekitar 125 persen. Rasio produksi terhadap konsumsi urea di Uni Eropa (UE) adalah sekitar 115 persen, sedangkan di Amerika Serikat (AS) sekitar 110 persen.

photo
Rasio Produksi terhadap Konsumsi Pupuk per Negara - (Bustanul Arifin)

Konsekuensi pada anggaran negara

Pengembanna satu harga pupuk nasional juga memiliki konsekeunsi pada anggaran negara dan detail besaran subsidi untuk bantun langsung tunai kepada petani (BLP). Oleh karena itu, pada semester II 2023 merupakan masa transisi yang amat krusial, karena pemerintah akan melaksanakan pilot project implementasi BLP di Provinsi Bangka-Belitung, Riau, dan Kalimantan Selatan, di samping Provinsi Aceh sebagai pilot project Kartu Tani Digital.

Di sini, besaran BLP ditentukan oleh baseline awal, yaitu volume pupuk sesuai dengan e-alokasi yang dikeluarkan Kementerian Pertanian. Alokasi volume pupuk juga dapat berubah, sehingga PT PIHC harus mampu menyesuaikan rencana produksi dan distribusi.

Jika harga pupuk sangat berfluktuatif, upaya untuk menjaga “satu harga” memiliki konsekuensi pada besaran BLP dan anggaran negara. Jika total bantuan dalam APBN, nilai bantuan, dan jumlah petani penerima BLP tetap, maka volume pupuk yang perlu dialokasikan harus fleksibel. Kondisi demikian mungkin agak menyulitkan bagi administrasi anggaran negara, yang harus ditentukan sebelum tahun berjalan.

 
Jika harga pupuk sangat berfluktuatif, upaya untuk menjaga “satu harga” memiliki konsekuensi pada besaran BLP dan anggaran negara.
 
 

Sebaliknya, jika total bantuan dalam APBN, volume pupuk, dan jumlah petani tetap, maka nilai bantuan di dalam BLP akan fluktuatif. Kondisi demikian pun agak menyulitkan bagi administrasi program BLP, apalagi harus menjangkau seluruh pelosok Indonesia, hingga daerah terluar dan daerah terdepan.

Kondisi ideal bagi petani adalah jika mereka memperoleh kepastian volume pupuk yang akan diterima, nilai bantuan dapat berubah sesuai dengan dinamika harga pupuk di pasar. Akan tetapi, kondisi ini juga agak menyulitkan bagi administrasi BLP, karena total anggaran dapat berfluktuasi sepanjang tahun.

Kondisi ideal bagi administrasi anggaran adalah jika volume pupuk dan anggaran negara ditentukan dari awal alias diputuskan tetap. Akan tetapi, petani tidak memperoleh kepastian nilai subsidi yang mereka akan terima.

Skenario lain yang dapat dikembangkan adalah nilai bantuan BLP yang ditransfer kepada e-wallet petani dapat bervariasi dari petani ke petani lain. Determinan yang menjadi faktor penentu dalam BLP adalah lokasi lahan dan luas penguasaan lahan -- walaupun tetap di bawah batas dua hektare untuk komoditas tanaman pangan dan perkebunan dan 0,5 hektare untuk komoditas hortikultura. Pilihan skenario mungkin akan menimbulkan kecemburuan di antara petani penerima bantuan, karena jumlah BLP yang diterima setiap petani tidak sama.

Terarkhir, apa pun kebijakan yang diputuskan, upaya untuk mengembangn satu harga pupuk nasional, baik di tingkat kios, tingkat regional, maupun tingkat nasional, pasti memiliki konsekuensi pada besaran BLP dan anggaran negara. Proses pengusulan anggaran dari tingkat administrasi birokrasi perlu dipersiapkan sejak awal, karena hal tersebut melibatkan beberapa kementerian/lembaga teknis, seperti Kementeria Pertanian, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, PT PIHC, BRI, dan Bank Syariah Indonesia (BSI).

Membangun Pulau Rempang, Melindungi Masyarakat Lokal

Membangun Rempang idealnya harus melindungi masyarakat lokal yang ada di sana.

SELENGKAPNYA

ESDM Pastikan Pemerintah Belum Bahas Penghapusan Pertalite

Penghapusan Pertalite bukan persoalan sederhana.

SELENGKAPNYA

Gabah Makin Mahal, Pabrik Penggilingan Mulai Setop Beroperasi

Selain mahal, pasokan gabah sulit didapat.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya