
Kabar Utama
Viral Tayamum Moeldoko, Bagaimana Tuntunan yang Benar dari Imam Al-Ghazali?
Tayamum tidak bisa dilaksanakan pada sembarang waktu dan kondisi.
Video Kepala Staf Kepresidenan RI Jenderal TNI (Purn) Moeldoko yang shalat di kereta api tengah viral di media sosial. Netizen menyoroti cara Moeldoko yang melakukan tayamum dengan mengusap kaki. Akun X (sebelumnya Twitter) @ferizandra yang mengunggah video shalat Moeldoko di kereta api juga memberikan beberapa pertanyaan.
Ia bertanya, mengapa Moeldoko harus bertayamum ketika hendak shalat di kereta api? Padahal, dia menjelaskan, kereta VVIP biasanya terdapat toilet dan wastafel yang dapat digunakan untuk berwudhu. Ia juga bertanya, mengapa Moeldoko bertayamum dengan mengusap kaki/celananya? Dia juga bertanya tentang mengapa aktivitas shalat Moeldoko harus divideokan?
Pagi2 video ini melintas di medsos, saya jadi ingin bertanya :
1. Di kereta VVIP biasanya ada toilet & wastafel, kenapa Bapak tayamum...?
2. Tayamum biasanya cuman mengusap wajah & tangan, kenapa kaki (celana) Bapak diusap juga...?
3. Untuk apa Bapak sholat direkam video...? pic.twitter.com/sORzP1EEgj — ferizandra (@ferizandra) August 28, 2023
Terlepas dari niat dan tujuan video yang memperlihatkan aktivitas Kepala Staf Kepresidenan RI yang melakukan tayamum dan shalat dalam perjalanan saat naik kereta api, para ulama telah memberikan tuntunan dalam berbagai kitab turats tentang bagaimana caranya bertayamum. Salah satunya adalah Imam al-Ghazali. Imam al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah memberikan langkah-langkah secara detail tentang bagaimana seseorang yang hendak bertayamum.
Ulama bernama Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi' ini menjelaskan, seseorang yang akan bertayamum hendaknya mencari tanah yang terdapat di atasnya debu yang murni maksudnya tidak bercampur dengan najis atau lainnya. Debu yang digunakan juga harus suci dan lembut.

Setelah itu mulailah dengan meletakkan telapak tangan ke tanah berdebu tersebut dengan posisi jari-jari tangan merapat. Dalam posisi tersebut, seseorang yang bertayamum mulai berniat tayamum yang dengannya diperbolehkan mengerjakan shalat fardhu.
Dia juga bisa mengusapkan kedua telapak tangan yang sudah terdapat debunya itu ke wajah sebanyak sekali saja. Dalam mengusap wajah ini, jangan sampai memaksa untuk meratakan debu ke tempat-tempat yang ditumbuhi bulu, misalnya memaksa sampai menggosok-gosok janggut. Setelah mengusap wajah, tepukkan punggung kedua tangan.
Setelah itu, bila seseorang yang bertayamum menggunakan cincin, jam, dan lainnya, maka lepaslah terlebih dulu. Kemudian, letakkan kembali kedua telapak tangan ke tanah berdebu tersebut dengan posisi jari-jari renggang. Dia juga bisa mengusap kedua tangan sampai siku. Teknik usapannya yaitu dengan mengusapkan tangan kiri ke tangan kanan, mulai dari ujung jari bagian belakang. Usapan ini dilakukan hingga ke siku lalu berputar ke area siku tangan bagian dalam lalu dilanjutkan usapannya hingga ke ibu jari kiri mengusap punggung ibu jari kanan.
Selanjutnya, pindah ke bagian tangan kiri dan melakukan cara yang serupa. Setelah mengusap kedua tangan selanjutnya silangkan jari-jari tangan dan mengusap celah-celahnya. Maka tayamum pun telah selesai dilakukan. Namun demikian, sekali tayamum hanya untuk sekali shalat fardhu. Maka, bila masuk waktu shalat fardhu lainnya, orang tersebut harus tayamum lagi.
"Kemudian, menujulah mencari tanah yang bagus yang di atasnya ada debunya yang murni, suci, lembut. Maka pukulkanlah atas tanah berdebu tersebut dengan merapatkan jari-jari seraya berniat melakukan sesuatu perbuatan yang dengannya diperbolehkan menjalankan shalat fardhu.
Sesudah itu, usapkanlah kedua telapak tangan yang terdapat debunya itu ke wajahnya sekali saja. Dan janganlah memaksa diri meratakan debu tersebut pada tempat-tempat yang ditumbuhi bulu tipis maupun tebal.
Setelah itu, lepaskanlah cincinmu dan pukulkan lagi kedua telapak tangan dengan merenggangkan jari-jari, lalu usapkanlah kedua tanganmu sehingga sampai pada kedua siku. Apabila pukulan yang kedua ini belum cukup maka pukullah lagi tanganmu ke atas debu sehingga dapat digunakan mengusap tangan secara sempurna. Lalu, usapkanlah satu telapak tangan yang sebelah pada tapak tangan yang lain, dan silangkan jari-jari tanganmu untuk mengusap celah-celah jari-jari. Kemudian kerjakanlah shalat fardhu dengan sekali tayamum (sekali tayamum untuk sekali shalat fardhu) dan kerjakanlah beberapa kali shalat sunah dengan sekali tayamum (sekali tayamum boleh dipakai menjalankan beberapa kali shalat sunah). Apabila engkau bermaksud mengerjakan shalat fardhu lain, maka harus bertayamum lagi meskipun tayamum yang pertama itu belum batal" (lihat kitab Bidayatul Hidayah).
Namun demikian, tayamum tidak bisa dilaksanakan sembarang waktu dan kondisi. Imam al-Ghazali memerinci kondisi-kondisi yang diperbolehkan bagi seorang Muslim untuk mengganti wudhu dengan bertayamum. Imam al-Ghazali menjelaskan, ada beberapa kondisi yang menjadi sebab bolehnya seseorang mengganti wudhu dengan bertayamum.
Artinya, apabila diperkirakan ada air di satu tempat tetapi jaraknya melebihi jarak tersebut maka diperbolehkan untuk bertayamum.
Pertama, orang tersebut tidak dapat berwudhu karena ketiadaan air di wilayahnya, sedang ia pun sudah ke sana-kemari mencarinya. Dalam mazhab Syafi'i dijelaskan tentang batas jarak mencari air sebelum bertayamum, yakni maksimal sejauh setengah farsakh atau 2,5 kilometer. Artinya, apabila diperkirakan ada air di satu tempat tetapi jaraknya melebihi jarak tersebut, seseorang diperbolehkan untuk bertayamum.
Kedua, karena uzur, semisal berdasarkan hasil medis akan berbahaya bila badan atau kulit apabila terkena air maka diperbolehkan bertayamum. Ketiga, ada yang mencegah atau menghambat atau menghalangi untuk mendapatkan air. Misalnya di wilayah itu terdapat satu-satunya sumber air, contohnya sumur, tetapi kesulitan untuk memperoleh air dari sumur itu lantaran banyak hewan buas di wilayah itu, maka boleh bertayamum.
Situasi lainnya, orang tersebut berada di dalam penjara, sedangkan di dalam sel sama sekali tidak ada air dan petugas tidak memperbolehkan keluar sel, maka dalam keadaan tersebut juga boleh bertayamum.
Keempat, terdapat air, tetapi hanya sedikit sekali. Itu pun digunakan untuk minum menghilangkan dahaganya atau dahaga teman atau keluarganya. Maka ia boleh bertayamum dan air yang ada itu digunakan untuk minum. Kelima, ada air untuk berwudhu, tetapi air tersebut dimiliki oleh orang lain. Untuk memperolehnya harus membayar dengan harga yang sangat tinggi. Dalam keadaan tersebut, seseorang juga boleh bertayamum.

Keenam, seseorang yang mengalami luka atau sakit tertentu pada bagian anggota wudhu, lalu menurut dokter atau keterangan media dikhawatirkan akan menjadi semakin parah apabila terkena air, maka orang itu boleh bertayamum. Ketika kondisi-kondisi tersebut menimpa atau dialami, maka bersabar untuk melakukan tayamum hingga masuk waktu shalat. Sebab, syarat sah tayamum adalah sudah masuk waktu shalat fardhu. Keterangan itu sebagaimana terdapat dalam kitab Bidayatul Hidayah karya Imam al-Ghazali.
"Apabila engkau tidak mampu menggunakan air, disebabkan karena ketiadaan air sesudah berusaha mencarinya, atau karena uzur, atau adanya perkara yang mencegah dari menjangkau air dari binatang buas atau karena dipenjara, atau air yang ada sedikit itu dibutuhkan untuk menghilangkan haus atau untuk menghilangkan haus temanmu, atau air itu dimiliki orang lain dan tidak mau menjualnya kecuali dengan harga yang sangat mahal daripada harga normalnya, atau ada luka mengenai dirimu atau sakit yang mengkhawatirkan menggunakan air akan merusak dirinya, maka sabarlah hingga masuk waktu shalat fardhu."
Menteri Attal, Pendukung LGBT yang Larang Abaya Bagi Muslimah
Beberapa media Prancis juga melaporkan jika Attal menjalin cinta sesama jenis dengan Stephane Sejourne
SELENGKAPNYASidang Perdana Rafael Alun Trisambodo
Rafael dan istrinya membuat perusahaan guna memperoleh keuntungan lewat pemeriksaan wajib pajak.
SELENGKAPNYAPemakaman Diam-Diam Prigozhin di St Petersburg
Ketidakpastian kini menyelimuti nasib kerajaan bisnis besar Prigozhin.
SELENGKAPNYA