Mahasiswa UGM mengikuti penerjunan kuliah kerja nyata pembelajaran pemberdayaan masyarakat (KKN PPM) periode 2 Tahun 2022 di Balairung UGM, Jumat (24/6/2022). KKN PPM UGM kembali diadakan secara luring setelah dua tahun digelar daring imbas pandemi Covid- | Wihdan Hidayat / Republika

Gaya Hidup

Buat Apa Grup WhatsApp Orang Tua Mahasiswa?

Dialog terbuka adalah kunci memahami dinamika pendidikan di era yang terus berkembang.

Dalam era digital ini, perdebatan seputar penggunaan teknologi dan komunikasi semakin merambah ke berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan tinggi. Salah satu isu yang menjadi perbincangan adalah sejauh mana WhatsApp (WA) grup seharusnya digunakan dalam lingkungan perkuliahan antara orang tua dan dosen.

Seorang orang tua mahasiswa, Mardiana, memberikan pandangan menarik terkait hal ini. Menurut Mardiana, penggunaan WA grup dalam konteks perkuliahan perlu dikaji ulang. “Nggak perlu WA grup,” kata dia kepada Republika, Rabu (23/8/2023).

Baginya, mahasiswa seharusnya diberikan ruang untuk mengambil tanggung jawab dan keputusan terkait perkembangan belajar mereka. Mardiana berpendapat bahwa penggunaan WA grup sering kali mengurangi kemampuan mahasiswa untuk mengatasi tantangan kuliahnya secara mandiri. "Biar anak yang mutusin dan selesaikan tantangan kuliahnya," ujar orang tua yang anaknya menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya itu.

photo
Pengguna ponsel menunjukan aplikasi WhatsApp saat terjadi gangguan (down) di Jakarta, Selasa (25/10/2022). Dilansir dari halaman resmi WhatsApp, sejumlah ponsel tidak akan bisa menggunakan aplikasi tersebut, karena platform pesan itu menghentikan dukungan pada beberapa sistem operasi (OS) Android dan iOS lama. - (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Namun, Mardiana juga menyadari bahwa dalam beberapa kasus, keterlibatan dosen perlu lebih aktif. Terutama, ketika mahasiswa menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliah, khususnya tugas akhir.

Mardiana menyarankan bahwa jika mahasiswa tidak mampu menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang ditentukan, dosen seharusnya menghubungi orang tua mahasiswa terkait perkembangan ini. “Tapi dosen harus kontak orang tua bila anak nggak juga selesaikan tugasnya, khususnya tugas akhir,” kata dia.

Pendapat Mardiana ini muncul sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan antara memberikan mahasiswa otonomi dalam belajar dan tetap memberikan dukungan, serta pengawasan yang diperlukan. Hal ini diharapkan dapat mendorong mahasiswa untuk mengembangkan kemandirian dan tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugas akademis mereka.

Mardiana mengatakan, pendidikan adalah hal yang dinamis, dan perubahan terjadi seiring dengan perkembangan teknologi dan budaya. Karena itu, perlu adanya kolaborasi dan dialog terbuka antara dosen, mahasiswa, dan pihak terkait untuk mencapai sistem pendidikan yang efektif dan seimbang. 


Perlu pada Situasi Tertentu

photo
Mahasiswa UGM mengikuti penerjunan kuliah kerja nyata pembelajaran pemberdayaan masyarakat (KKN PPM) periode 2 Tahun 2022 di Balairung UGM, Jumat (24/6/2022). KKN PPM UGM kembali diadakan secara luring setelah dua tahun digelar daring imbas pandemi Covid-19. UGM menerjunkan 6247 mahasiswa yang akan melaksanakan program di 228 unit KKN. Mahasiswa akan disebar di 28 provinsi, 85 kabupaten/kota, 197 kecamatan, dan 441 desa sejak dari 25 Juni 2022 hingga 13 Agustus 2022. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Perbincangan seputar keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak selalu menarik perhatian. Dalam konteks ini, seorang orang tua mahasiswa, Dede Marlia memberikan pandangan  terkait kebutuhan komunikasi antara orang tua, mahasiswa, dan dosen di lingkungan perkuliahan.

Bagi Dede, komunikasi antara orang tua dan dosen sebaiknya diarahkan pada kondisi yang kritis atau membutuhkan perhatian lebih. Misalnya pada masalah pembayaran uang kuliah, ketidakmampuan anak dalam mengikuti perkuliahan, atau masalah serius lainnya yang dapat menghambat proses belajar anak.

Menurut dia, aspek-aspek ini memang layak mendapatkan perhatian dari semua pihak terkait. “WAG (WhatsApp Group) antara parents dan dosen nggak terlalu dibutuhkan,” kata orang tua yang anaknya duduk di jenjang semester tujuh itu kepada Republika, Rabu (23/8/2023).

photo
Ilustrasi foto menunjukkan logo aplikasi perpesanan media sosial Whatsapp di komputer dan layar ponsel, di Paris, Prancis, 27 Januari 2021. Aplikasi (aplikasi) populer Whatsapp mendapat reaksi keras setelah pada 04 Januari mengumumkan perubahan privasinya kebijakan di mana pengguna menafsirkan secara luas bahwa informasi pribadi akan dibagikan dengan perusahaan induk aplikasi, Facebook. Meskipun perubahan kebijakan tersebut diduga hanya berdampak pada interaksi dengan akun bisnis, hal ini mendorong jutaan pengguna untuk bermigrasi ke aplikasi perpesanan saingannya seperti Signal dan Telegram. - (EPA-EFE/IAN LANGSDON)
 

Namun, Dede juga mempertanyakan relevansi grup WhatsApp antara orang tua dan dosen dalam skenario ini. Dia berpendapat bahwa dalam kondisi di mana anak berada dalam keadaan baik-baik saja di kampus, mengikuti perkuliahan dengan baik, dan tidak menghadapi kendala serius, WhatsApp grup semacam itu mungkin tidak terlalu diperlukan. Dede merasa bahwa dosen sudah memiliki tanggung jawab yang beragam dengan jumlah mata kuliah yang banyak, sehingga kurang efektif untuk berkomunikasi langsung dengan orang tua.

“Apalagi mata kuliah di kampus kan juga banyak dan beragam, otomatis dosennya pun begitu, pasti ribet kalau dosen harus aktif WA-an (berkirim pesan WhatsApp--Red) dengan orang tua,” ujar Dede.  

Menurut Dede, peran orang tua seharusnya lebih fokus pada komunikasi langsung dengan anaknya. Dalam hal ini, bertanya kepada anak mengenai perkembangan kuliahnya, jumlah SKS yang diambil, IPK, dan tahapan-tahapan penting seperti latihan kerja merupakan hal yang lebih efektif.

Dede pun berbagi bahwa dia sering bertanya langsung kepada anaknya untuk memastikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perkuliahan anaknya. Ia juga menekankan pentingnya anak menunjukkan pencapaian seperti IPK kepada orang tua secara langsung, bukan hanya memberikan informasi secara lisan.

Dalam pandangannya, pendekatan semacam ini membantu menciptakan interaksi yang lebih personal dan memungkinkan orang tua untuk lebih terlibat dalam perkembangan akademik anak. “Dengan cara seperti ini, saya malah merasa lebih efektif, ketimbang bikin WAG antara parents dan dosen,” kata Dede.

Komunikasi dengan dosen memiliki manfaatnya sendiri, tetapi melalui pendekatan langsung dengan anak, orang tua juga bisa berperan aktif dalam mendukung perkembangan pendidikan anak. Dede beranggapan, dialog terbuka adalah kunci memahami dinamika pendidikan pada era yang terus berkembang. 

 

 
Peran orang tua seharusnya lebih fokus pada komunikasi langsung dengan anaknya.
 
DEDE MARLINA, Orang tua mahasiswa. 
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Kuliah Mahal Belum Selesai, Terungkap Dugaan Kecurangan PPDB

Kebanyakan data yang terindikasi dimanipulasi terdapat di SMP negeri unggulan.

SELENGKAPNYA

Biaya kuliah mahal mahasiswanya mundur

Bangsanya maju mundur

SELENGKAPNYA

BEM UI Ancam Demo Besar-besaran Terkait Biaya Kuliah Mahal

BEM UI mengaku telah menerima 800 aduan dari mahasiswa baru jalur SNBP.

SELENGKAPNYA