Masjid Raya Sumbar | Antara

Khazanah

DMI Minta Kasus Korupsi di Masjid Raya Sumbar Diusut Tuntas

BKD menyebut kepercayaan yang diberikan kepada bendahara masjid terlalu lama.

JAKARTA -- Ketua Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Sumatra Barat (Sumbar) Duski Samad mengaku kecewa dengan perbuatan aparatur sipil negara (ASN) yang menyelewengkan uang infak dan sedekah jamaah Masjid Raya Sumbar. Dia meminta pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini.

"DMI prihatin dan kecewa dana umat ditilap oknum," ujar Duski kepada Republika, Jumat (21/2). Dia mengatakan, pengusutan kasus ini perlu dilakukan untuk menghindari fitnah bagi yang tidak berdosa dan memberikan efek jera kepada pelaku.

Duski mengingatkan kepada seluruh pengurus masjid lainnya agar tidak bermain-main dengan dana masjid. Karena uang tersebut milik umat yang dititipkan kepada pengurus masjid dan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

"Tanggung jawab dan amanah umat sungguh sangat berat dan dosanya. Kami mengajak semua pengurus untuk transparan dan akuntabel dalam pengelolaan dana masjid," ujar dia.

Kepala Inspektorat Provinsi Sumbar, Mardi, sebelumnya mengatakan, oknum ASN berinisial YRN di Provinsi Sumbar diduga melakukan penggelapan uang milik Masjid Raya Sumbar, uang APBD provinsi, dan uang pajak. Total uang yang ditilap mencapai Rp 1,5 miliar lebih.

Mardi memerinci, uang yang diambil YRN sebesar Rp 862 juta milik Masjid Raya Sumbar, ABPD untuk Biro Bina Mental dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Sumbar sebesar Rp 629 juta, dan uang pajak sebesar Rp 56 juta. Perbuatan YRN mulai terungkap sejak Maret 2019 lalu.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sumbar Abdul Gafar mengatakan, YRN sudah 10 tahun menjabat sebagai bendahara di Biro Bina Mental dan Kesejahteraan Rakyat. Begitu juga dengan jabatan YRN yang juga dipercaya sebagai bendahara keuangan Masjid Raya Sumbar. Menurut Gafar, seseorang seharusnya tidak diberi masa terlalu lama untuk menduduki suatu jabatan karena berpotensi melakukan penyelewengan.

Gafar menilai jangka waktu maksimal bagi seorang ASN untuk menduduki jabatan tertentu hanya lima tahun. Dalam dua tahun menjabat, menurut Gafar, ASN tersebut sudah harus dievaluasi oleh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. "ASN kan setiap dua tahun itu dievaluasi," ujar Gafar.

Tunggu pengadilan

Gafar mengatakan, pihaknya belum bisa memecat YRN. Langkah itu, kata dia, harus menunggu putusan pengadilan untuk kasus hukum yang akan menjerat YRN. "Kalau di BKD, sebelum ada landasan hukum dari putusan pengadilan, kami belum bisa memberhentikan yang bersangkutan," kata Gafar.

Hingga hari ini, menurut Gafar, YRN masih berstatus sebagai ASN di lingkungan Pemprov Sumbar. Gafar menerima informasi, YRN telah menerima sanksi dari kepala Biro Bintal dan Kesra Pemprov Sumbar berupa pencopotan sebagai bendahara. "Kalau sanksi dari organisasi perangkat daerah tempat YRN bernaung, kami tentu tidak bisa ikut campur," ujar Gafar.

Gafar menyerahkan kasus yang menjerat YRN ke penegak hukum. Setelah ada putusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan, BKD akan mengambil tindakan.

Guru Besar Sosiologi Universitas Andalas, Afrizal, mengatakan, para ahli sudah lama mengkritik pernyataan yang menyebut bahwa penyebab korupsi adalah gaji kecil. Asumsi itu bertolak belakang dengan kebanyakan kasus korupsi yang terjadi. Pelaku biasanya adalah para pejabat dengan gaji cukup besar.

"Apalagi dalam lima tahun terakhir gaji (pegawai) sudah dinaikkan. Ada tunjangan daerah dan tunjangan segala macam. Dengan demikian, hari ini tidak relevan lagi penyebab korupsi itu dikaitkan dengan gaji kecil," kata Afrizal.

Dari pengakuan YRN, uang hasil penggelapan digunakan untuk foya-foya. Afrizal menilai motivasi foya-foya bukanlah sebuah motivasi yang cukup kuat bagi seseorang melakukan korupsi. Sebab, hal itu bukanlah kebutuhan mendesak.

"Kalau orang korupsi untuk dana pemilu, itu kan kebutuhan mendesak. Tapi, kalau untuk foya-foya, artinya kalau tak dapat uang itu, dia kan tak akan menderita. Jadi, motivasinya rendah, tapi peluangnya yang besar," ujar Afrizal.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat