
Kisah Dalam Negeri
Mengurai Maraknya Darurat Sampah
Banyak kota besar kewalahan menangani sampah.
Tempat pembuangan akhir di berbagai daerah, utamanya di kota-kota besar mengalami kondisi kelebihan kapasitas belakangan. Belum ada solusi optimal yang dijalankan untuk mengatasi persoalan sampah di berbagai wilayah tersebut.
Di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, daerah dengan populasi penduduk yang mencapai 1,17 juta jiwa ini memproduksi 523 ton sampah per hari. Dari jumlah tersebut, setiap hari hanya sekitar 37 persen sampah yang mampu ditampung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Blondo, yang areanya hanya seluas 5 hektare.
Kondisi TPA Blondo saat ini sudah overkapasitas. Terlebih, fasilitas pembuangan akhir sampah yang dibangun pada 2009 tersebut sebenarnya hanya untuk jangka waktu 10 tahun. Artinya, di Kecamatan Bawen itu sebenarnya haya bisa dimanfaatkan sampai dengan tahun 2019 lalu.
“Namun hingga empat tahun terakhir TPA Blondo masih dioperasionalkan,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Semarang, Heru Purwantoro, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (14/8/2023).
Kondisi ini, jelas Heru, tentu membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang harus ‘memutar otak’ untuk menyelesaikan problem pengelolaan dan penanganan sampah ini. Maka Pemkab Semarang telah mengajukan permohonan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menggunakan lahan kehutanan mengganti TPA Blondo yang sudah mengalami over kapasitas.

Terkait hal itu, lanjut Heru, sudah ada ‘lampu hijau’ dari KLHK dan saat ini Pemkab Semarang baru meminta peta petak lahan kehutanan yang akan digunakan untuk mengganti TPA Blondo. Jumlah luasan tersebut untuk kebutuhan memindah TPA Blondo yang sudah penuh dan juga untuk membuat (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
“Progres terbaru, KLHK sudah siap memberikan lahan tersebut, namun hanya seluas 10 hektare untuk pengganti TPA tersebut,” kata Heru. Pemkab Semarang juga mencoba memperbanyak tempat penampungan sampah reuse, reduce dan recycle (TPS3R) di sejumlah kecamatan.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Semarang, Muzayinul Arif menyarankan Pemkab Semarang untuk segera mengeksekusi berbagai teknologi alternatif dalam pengelolaan sampah menjadi bahan yang lebih bermanfaat. Di tengah problem overkapasitas TPA Blondo, eksekusi ini sangat dibutuhkan mengingat produksi sampah harian yang tidak dapat masuk ke TPA ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan sampah yang bisa dikelola di TPA Blondo.
“Pertanyaannya, berani tidak Pemkab mengeksekusi teknologi pengelolaan sampah yang sekarang ini sudah banyak tersedia,” kata dia Ungaran, Kabupaten Semarang, Selasa (15/8/2023). Menurutnya, rencana Pemkab Semarang mencari lokasi pengganti TPA Blondo yang sudah over kapasitas ini sebenarnya ‘cerita’ yang sudah lama, tetapi pertanyaannya lokasi yang sesuai dengan regulasi bahwa lokasi TPA baru itu haru seperti apa, bagaimana dan di mana belum ditemukan.

Sedangkan di Jawa Barat, pengolahan sampah di TPA Sarimukti ternyata menyebabkan pencemaran air lindi ke Sungai Ciganas dan Cipanauan. Akibatnya, empat wilayah yang mengandalkan Sarimukti sebagai tempat pembuangan akhir, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi, disanksi harus membatasi kiriman sampah harian mereka.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung Dudy Prayudi mengatakan, dalam sehari Kota Bandung mampu memproduksi setidaknya 1.300 ton sampah. Namun akibat pembatasan ini, pengiriman sampah Kota Bandung dibatasi menjadi 868 ton saja per hari.
Pengurangan bertahap ini akan dimulai pada akhir Agustus 2023 mendatang, dengan mengurangi 10 ritase per hari. Dudy mengatakan, per harinya Kota Bandung melakukan pengiriman sampah setidaknya 259 ritase. Pengurangan 10 ritase ini akan berlangsung selama lima bulan pertama, dan akan terus meningkat seiring berjalannya waktu.
"Jadi nanti mulai akhir Agustus, selama lima bulan, kita wajib mengurangi 10 dari 259 ritase itu. Untuk tonasenya tergantung pada kapasitas armada. Jadi pengurangan ini lebih ke arah ritase bukan tonase," papar Dudy.
Plh Wali Kota Bandung Ema Sumarna mengaku hingga saat ini belum ada best practice pengelolaan sampah pasar yang bisa dijadikan rujukan. "Kita akan terus evaluasi soal masalah sampah karena pengelolaan sampah pasar memang belum ada best practice-nya," ujar Ema saat ditemui di sela-sela tinjauannya di Cigondewah Kaler, Bandung Wetan, Selasa (15/8/2023).

Ema mengatakan, sejauh ini persoalan sampah pasar masih belum mengalami perkembangan. Metode pengolahan yang masih konvensional, kata Ema, juga menjadi alasan lambatnya upaya pengurangan sampah di sumber. Terlebih, dari puluhan TPS pasar di Kota Bandung, hanya ada satu tempat saja yang sudah dilengkapi dengan mesin pembakar sampah atau insinerator.
"Di bandung itu yang di Gedebage masih jadi masalah, Cigondewah juga masih konvensional. Mereka juga kan berat kalau semuanya ditangani oleh DLH, seharusnya kan ada kontribusi dari perumda pasar untuk menangani sampah pasar, boleh upayanya seperti yang di Ciwastra, dengan sistem pembakaran," ujarnya.
Dalam kesempatan berbeda, Kepala DLHK Kota Bandung Dudy Prayudi mengatakan, sampah pasar hampir sepenuhnya menjadi ranah dan wewenang Perumda Pasar Juara selaku pengelola. Oleh karenanya, pihaknya akan mendorong sinergi untuk memasifkan pengelolaan sampah pasar.
Sementara itu, Humas Perumda Pasar Juara Kota Bandung Iqbal Nurhakim mengatakan, jumlah kubikasi sampah pasar yang dihasilkan pasar-pasar di bawah naungan Perumda Pasar Juara mencapai 41.345 kubik per hari. Untuk menekan produksi sampah, upaya yang dilakukan adalah dengan menggenjot pengolahan sampah di sumber, ujarnya.
"Upaya kami untuk mengurangi sampah adalah melalui pengolahan sampah seperti yang sudah berjalan di Pasar Ciwastra, menggunakan metode insinerator (pembakaran). Dan sampah di pasar tersebut habis terolah sebanyak 3 kubik per hari," terang Iqbal saat dihubungi Republika, Selasa (15/8/2023).

Selain di Pasar Ciwastra, tempat pengolahan sampah juga telah tersedia di Pasar Astanaanyar dan 10 titik lain, ujarnya. Namun sejauh ini, hanya Pasar Ciwastra saja yang mengandalkan metode pembakaran dengan mesin insinerator, sisanya masih mengandalkan teknik pengolahan sampah organik seperti komposting, magotisasi, dan sejumlah teknik lain.
Dia menambahkan, dari 37 pasar yang dinaungi Perumda Pasar Juara, ada 20 pasar yang sudah dilengkapi dengan tempat pengolahan sampah. Namun hanya Pasar Ciwastra saja yang telah memiliki mesin insinerator. Saat ditanya kemungkinan adanya pengadaan mesin insinerator di lokasi lain, Iqbal mengaku masih akan mengkaji dan memilih lokasi yang tepat terlebih dulu.
"Kita akan terus masifkan upaya pengelolaan dari sumber ini di pasar-pasar lain, tapi akan kita kaji terlebih dulu untuk lokasi yang tepat karena memang dibutuhkan lahan dan tempat yang cocok," kata dia.
Di Yogyakarta, sejumlah daerah menetapkan status darurat sampah terkait ditutupnya TPA Piyungan. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan bahwa selama ini pengelolaan sampah di kabupaten/kota tidak berjalan dengan baik. Pasalnya, kabupaten/kota lebih mengandalkan TPA Regional Piyungan untuk membuang sampahnya, khususnya Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul.

Hal ini mengakibatkan volume sampah di TPA Piyungan sudah melebihi kapasitas, sehingga diambil keputusan untuk menutup TPA Piyungan sejak 23 Juli hingga 5 September 2023 nanti. Meski, untuk zona transisi 1 TPA Piyungan tetap dibuka sejak 28 Juli dengan menerima sampah dengan volume terbatas yakni hanya 100 ton per hari dari Kota Yogyakarta.
Sultan menuturkan, pihaknya sejak dua tahun yang lalu sudah memberikan izin kepada kabupaten/kota untuk menggunakan tanah kas desa (TKD) sebagai tempat pengelolaan sampah. Namun, hal tersebut tidak dimanfaatkan kabupaten/kota yang tetap membuang sampahnya ke TPA Piyungan.
"Kami sudah memberikan izin untuk tanah desa untuk membuang sampah, untuk berproses sampah neng ora digawe (tapi tidak dibuat). Sudah dua tahun yang lalu, baru empat bulan lalu begitu kami kasih surat tak tutup (TPA Piyungan), grobyakan (gaduh/panik). Ya kita biasa begitu, sedangkan itu sudah dua tahun lalu," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, DIY, Senin (31/7/2023).
Sultan menyebut, pengelolaan sampah seharusnya ditangani oleh masing-masing kabupaten/kota berdasarkan undang-undang, bukan ditangani oleh provinsi. "Kan di UU juga sampah itu wewenang kabupaten (dan kota), kita kan memfasilitasi saja, bukannya (provinsi) tidak mau," ucap Sultan.
Dengan ditutupnya TPA Piyungan, kata Sultan, kabupaten/kota baru berupaya mengelola sampahnya sendiri. "Kalau sekarang ini kan masalahnya kalau tidak dipaksa (dengan ditutupnya TPA Piyungan), kabupaten (dan kota) itu (pengelolaan sampahnya) tidak jalan. Jadi memang dituntut dipaksa," ungkapnya.

Sekda DIY, Beny Suharsono mengatakan untuk Kabupaten Sleman, diminta mengelola sampahnya secara mandiri di Tamanmartani, Kalasan. Lokasi ini menjadi pengganti Cangkringan, yang ditolak warga untuk menjadi tempat penitipan sampah sementara menyusul ditutupnya TPA Regional Piyungan.
Tamanmartani dikatakan mampu menampung hingga 260 ton sampah per hari, dan hanya akan mengelola sampah khusus untuk wilayah Sleman. Beny menegaskan, tidak ada penolakan warga dijadikannya Tamanmartani sebagai tempat pengelolaan sampah mengingat warga sekitar sudah mengetahui adanya pembangunan di kawasan tersebut yang memang difungsikan sebagai tempat pengelolaan sampah.
Sementara itu, untuk Kabupaten Bantul dikatakan sudah mampu mengelola sampahnya sendiri. Bantul dapat mengelola sampahnya sendiri mengingat wilayah tersebut juga memiliki lahan yang memadai. "Bantul dengan lokasi yang masih memadai bisa mengelola sampah secara desentralisasi. Desentralisasi karena Bantul punya program sampah selesai di level kelurahan masing-masing," kata Beny.
Namun di tingkat masyarakat, darurat sampah di Yogyakarta ini menimbulkan masalah baru. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman Epiphana Kristiyani mengkhawatirkan memburuknya kualitas udara karena masyarakat membakar sampah yang tak terangkut ke TPA. "Kalau ditanya apakah pembakaran sampah yang marak akhir-akhir ini mempengaruhi kualitas udara, bisa dimungkinkan," kata Epiphana kepada Republika, Selasa (15/8/2023).

Sejumlah upaya telah dilakukan DLH Sleman. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan berkoordinasi dengan Satpol PP Sleman untuk mencegah pembakaran sampah oleh masyarakat. "Saya barusan WA (Whatsapp) ke Ka Satpol PP untuk awasi dan hentikan pembakaran sampah," ucapnya.
Menurutnya perilaku membakar sampah justru hanya akan membuat kondisi kerusakan alam semakin parah. "Kalau sampah itu dibakar panjenengan akan membuat banyak gas rumah kaca," katanya.
Menurutnya sampah organik yang dibakar bersamaan dengan sampah anorganik akan menyebabkan pembakaran sampah menjadi tidak sempurna. Akibatnya, gas rumah kaca akan membuat suhu di bumi semakin panas.
"Kalau terlalu banyak gas rumah kaca di atmosfer nanti bumi akan panas. Kalau bumi panas es di kutub akan mencair. Mungkin sekarang gejala-gejala itu sudah muncul banyak tempat di kutub yang sekarang esnya sudah mencair sehingga menimbulkan kenaikan permukaan air laut. Ini hati-hati," kata dia.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) World Wide Fund for Nature (WWF) menyatakan perlu ada perubahan di masyarakat soal pengelolaan sampah. "Membuang sampah pada tempatnya saja untuk saat ini tidaklah cukup," kata Direktur Climate and Market Transformation WWF, Irfan Bakhtiar di Jakarta, Selasa.
Irfan mengatakan sudah saatnya masyarakat di era sekarang berbuat sesuatu yang lebih dalam mengurangi sampah, terutama sampah plastik yang tidak dapat diurai oleh bumi.
Dia menyebutkan beberapa perilaku, seperti tidak menggunakan plastik sekali pakai serta mendaur ulang plastik untuk digunakan kembali merupakan contoh perilaku yang dapat diterapkan oleh masyarakat. "Ada banyak hal, sederhana sebetulnya, tidak rumit. Mungkin bukan karena tidak paham, tapi karena tidak peduli," kata Irfan.
Menurutnya, sampah plastik merupakan momok yang tidak dapat ditolak keberadaannya, namun masyarakat dengan bergotong-royong dapat melakukan sebuah gerakan untuk mengurangi jumlah sampah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Belajar Mengolah Sampah dari Denmark
Denmark berhasil mengubah sampahnya menjadi energi murah bagi warga.
SELENGKAPNYASiasat Cerdas Kurangi Sampah
Sebisa mungkin, cobalah untuk menghindari cangkir kopi sekali pakai.
SELENGKAPNYA