Seorang pria menyesuaikan masker saat berjalan melintasi jalan menuju gedung perkantoran yang diselimuti kabut polusi di Beijing, Senin (20/3/2023). | AP Photo/Andy Wong

Medika

Polusi Udara Sebabkan Stunting, Kok Bisa?

Hanya sekitar 10 persen orang di seluruh dunia yang menghirup udara yang aman.

Polusi udara di Jakarta semakin parah. Hal ini membuat banyak orang menyuarakan keluh kesah mengenai polusi tersebut. Polusi udara tentu saja berdampak buruk pada kesehatan. Salah satunya bisa membuat anak stunting, benarkah demikian?

Salah satu cara paling efektif untuk meningkatkan kesehatan anak adalah dengan mengurangi polusi udara, menurut meta-analisis dari 45 studi yang mengeksplorasi hubungan antara polusi udara dan stunting. Para peneliti dari Vital Strategies menemukan bahwa polusi udara secara signifikan meningkatkan risiko stunting pada anak-anak, risiko yang dimulai sejak dalam kandungan saat ibu menghirup partikel halus dan berlanjut sepanjang masa kanak-kanak mereka. 

Stunting adalah kondisi ketika seorang anak tidak dapat mencapai potensi fisik dan kognitif penuh mereka karena faktor eksternal seperti gizi buruk dan itu ditentukan pada usia lima tahun. Polusi udara rumah tangga, khususnya, telah dikaitkan dengan efek berbahaya seperti pengerdilan, menurut laporan tersebut. 

“Dampak polusi udara pada stunting mirip dengan polusi udara pada hasil kesehatan lainnya,” ujar Vivian Pun, ahli epidemiologi di Divisi Kesehatan Lingkungan Vital Strategies dan salah satu penulis laporan tersebut, seperti dilansir Global Citizen, Selasa (8/8/2023).

“Benar-benar tidak ada ambang batas di mana polusi udara tidak akan berdampak. Ini sangat penting karena memiliki implikasi besar pada kesehatan masa kanak-kanak dalam jangka pendek, tetapi ada juga implikasi jangka panjang hingga masa remaja dan dewasa, tidak hanya berdampak pada tinggi badan dan perkembangan fisik, tetapi juga perkembangan kognitif dan sosio-emosional,” KATA Vivian. 

Hanya sekitar 10 persen orang di seluruh dunia yang menghirup udara yang aman. Populasi lainnya menghirup tingkat partikel halus dan asap beracun yang terus membahayakan kesehatan mereka.

Faktanya, polusi udara adalah faktor risiko kematian nomor lima di dunia. Hampir sembilan juta orang meninggal sebelum waktunya setiap tahun. Selama pandemi Covid-19, sebuah studi Oktober 2020 menunjukkan sekitar 15 persen kematian terkait dengan polusi udara.

Penyebab utama polusi udara di luar ruangan meliputi pembakaran bahan bakar fosil, pembangkit listrik, emisi pabrik, knalpot kendaraan, dan lokasi konstruksi. Jika berbicara tentang di dalam ruangan, kompor masak memenuhi ruangan dengan polusi udara yang beracun. Pun mengatakan bahwa pembuat kebijakan harus fokus untuk menyediakan kompor yang lebih bersih ke rumah tangga sebagai solusi segera.  

Dokter spesialis kesehatan anak subspesialis kesehatan anak nutrisi dan penyakit metabolik RS Pondok Indah - Puri Indah, dr Novitria Dwinanda, SpA Subsp NPM mengatakan, stunting salah satunya disebabkan oleh lingkungan. Polusi udara menyebabkan infeksi saluran napas, anaknya sakit berulang, misalnya, paparan rokok, anak menjadi iritasi, bronkitis, infeksi paru berulang, batuk pilek berulang.

Pada akhirnya anak tidak mau makan, kemudian berat badan tidak bertambah dan lama kelamaan menyebabkan stunting. "Itulah kaitan polusi udara menjadi stunting. Kaitannya secara tidak langsung," ujarnya dalam diskusi media “Cegah Stunting dan Obesitas pada Anak", Selasa (8/8/2023). 

Polusi dalam dan Luar Ruang 

Ketua Bidang Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI dan Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof DR Dr Agus Dwi Susanto mengatakan, dampak risiko penyakit yang disebabkan dari polusi udara dalam dan luar ruangan sama berbahaya.

Ini terjadi selama kadar kualitas udaranya buruk. “Penting untuk mengukur kualitas udara dalam ruangan. Parameternya bisa menggunakan particulte matter (PM2.5). Kalau di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 15 mikrogram sudah bagus,” kata Agus dalam Media Briefing PB IDI yang diselenggarakan secara virtual, Selasa (8/8/2023).

Kualitas udara dalam ruangan yang buruk bisa berdampak pada kesehatan. Mulanya akan muncul gejala iritasi dan berlanjut menyerang fungsi paru.

Sumber polusi udara dalam ruang paling banyak adalah asap rokok dari keluarga yang diikuti oleh masakan dan alat elektronik. Berdasarkan riset pada 2017, Agus mengungkapkan, anak-anak yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga merokok mengalami gejala pernapasan yang lebih tinggi.

Di antara gejala pernapasan yang muncul adalah batuk, sakit pernapasan, dan sesak napas. Sedangkan, anak-anak yang tinggal di rumah dengan anggota keluarga tidak ada yang merokok memiliki gejala pernapasan yang jauh lebih rendah. Oleh karena itu, penting untuk menerapkan beberapa cara agar menjaga udara sehat selain menghentikan kebiasaan merokok.

“Anda bisa menggunakan AC dengan metode recirculate sehingga sirkulasi udara berputar dengan baik. Tidak perlu pakai masker dalam ruangan kecuali Anda tinggal di kawasan industri yang nilai parameternya buruk,” ujarnya.

photo
Warga melihat suasana gedung-gedung bertingkat yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (25/7/2023). Berdasarkan data IQAir pukul 16.29 WIB, Jakarta tercatat menjadi kota dengan kualitas udara dan polusi terburuk di dunia dengan nilai indeks 168 atau masuk kategori tidak sehat. Pemprov DKI Jakarta menempuh kebijakan dengan memperbanyak penanaman pohon sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas udara di Ibu Kota. - (Republika/Prayogi)

Selain itu, bisa juga menggunakan air purifier atau pembersih udara dan terus memantau kualitas udara secara berkala. Memperhatikan ventilasi udara pun penting. Dia menyarankan agar tidak terlalu terbuka jika tinggal di daerah polutan. Selain itu, kita juga bisa menanam jenis tanaman indoor, seperti lidah buaya karena bisa menyerap polutan dalam ruangan. 

 

 
Polusi udara membuat kondisi kesehatan anak terganggu sejak dalam kandungan. 
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Polusi Kini Ganas, Jangan Dulu Tinggalkan Masker

Polusi udara merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis.

SELENGKAPNYA

Bahaya Berjalan Kaki di Tengah Udara Berpolusi

Dalam jangka pendek, jika kita adalah orang dewasa yang sehat, mungkin akan mengalami sakit tenggorokan dan mata gatal akibat iritasi.

SELENGKAPNYA

Pemandangan Lansekap Jakarta Tampak Samar Akibat Polusi Udara

Berdasarkan data dari situs IQAir, pada Selasa, 6 Juni 2023 pukul 16.52 WIB, kualitas udara di Jakarta mencapai angka 151.

SELENGKAPNYA