Masjid Sultan Hasan di kawasan kota tua (historic district) Kairo, Mesir. | DOK WIKIPEDIA

Arsitektur

Simbol Kejayaan Mamluk Mesir

Masjid Sultan Hasan di Kairo, Mesir, merupakan saksi kejayaan Dinasti Mamluk pada abad ke-14.

Masjid Sultan Hasan merupakan simbol megahnya peradaban Islam pada Abad Pertengahan. Masjid ini menempati posisi yang sangat strategis. Ia bukan hanya tempat ibadah, melainkan juga pusat transmisi keilmuan dan keadaban publik.

Lokasinya berada tak jauh dari Benteng Sultan Shalahudin al-Ayyubi, yang juga masih berdiri kokoh hingga saat ini. Kompleks tempat ibadah ini tepatnya bertempat di kawasan kota tua (historic district) Kairo, Mesir. 

Menurut Titus Burckhardt dalam bukunya, Art of Islam Language and Meaning (2009), Masjid Sultan Hasan didirikan pada 1361 Masehi. Adapun sumber lainnya dari laman pariwisata Mesir, touregypt.net, menyebutkan pembangunan kompleks masjid tersebut dimulai pada 1356 Masehi.

Di bawah pengawasan Pangeran Muhammad bin Baylik al-Muhsani, keseluruhan konstruksi kompleks ini menghabiskan biaya hingga 20 ribu dirham per hari selama lima tahun. Secara keseluruhan, Masjid Sultan Hasan mencakup lahan seluas 150 x 68 meter persegi. Bangunannya rata-rata setinggi 36 meter. Menara tertinggi mencapai 68 meter. Total ada empat menara di tiap ujung kompleks.

 

 
Untuk menyelesaikan kompleks masjid ini, inisiatornya, Sultan Hasan, mengundang ahli bangunan dari penjuru dunia.
   

 

Bila dilihat dari atas, denah kompleks masjid ini bukanlah persegi panjang sempurna, melainkan agak condong ke arah kiblat. Untuk menyelesaikan kompleks masjid ini, inisiatornya, Sultan Hasan mengundang ahli bangunan dari penjuru dunia. Menurut Burckhardt, arsitektur masjid tersebut didominasi pengaruh corak bangunan benteng khas Asia Tengah.

Para sultan Mamluk memang menyukai pelbagai aspek arsitektur dari Asia Tengah. Hal itu agaknya tidak mengherankan. Sebab, silsilah Kesultanan Mamluk dapat dirunut hingga Genghis Khan, penakluk dunia asal Mongol.

Secara keseluruhan, bangunan Masjid Sultan Hasan berwarna kecokelatan. Salah satu ciri arsitekturnya adalah ceruk dengan stalaktit pada dinding masjid. Bentuknya lengkung, melebar di bawah namun kian mengerucut di pucuknya.

Burckhardt mengomentarinya bahwa seakan-akan interior bangunan masjid terbuat dari kristal. Gerbang pintu masuknya mengingatkan pengunjung pada gaya khas Kesultanan Seljuk. Demikian pula dengan ukiran-ukiran yang ditampilkan.

photo
Masjid Sultan Hasan bersebelahan dengan Masjid al-Rifai di kanan. Masjid Sultan Hasan berdiri sejak paruh kedua abad ke-14 - (DOK WIKIPEDIA)

Motif dan kaligrafi di Masjid Sultan Hasan, menurut Burckhardt, tak jauh berbeda dengan yang kerap ditemui dalam ornamen-ornamen bangunan kebanggaan pada masa Kesultanan Timurid dan Kesultanan Safavid.

Lorong-lorong diterangi puluhan lampu gantung dengan cahaya temaram. Di luar waktu shalat, para pelajar memanfaatkan ruangan untuk berdiskusi atau mendaras Alquran. Khususnya, di sisi tenggara dalam kompleks masjid itu.

Empat auditorium

Masjid Sultan Hasan memiliki empat auditorium, yang selaras dengan jumlah mazhab fikih yang dianut umat Islam arus besar. Hal itu mengikuti model pengajaran Madrasah Nizamiyah abad ke-12 di Nishapur atau Mustansiriyah di Baghdad pada abad ke-13.

Bagian mihrab dan mimbar digunakan untuk para imam membacakan ayat-ayat suci Alquran. Dua pintu di sisi kiri dan kanan mihrab mengarah pada area makam sultan. Berbeda dengan aturan yang umum saat itu, letak makam sultan searah dengan kiblat.

Dekorasi yang banyak dijumpai pada dinding masjid ini bercorak tumbuh-tumbuhan, yang menghiasi dinding bagian atas dan dinding pualam. Guratan kaligrafi memakai gaya Kufi yang memperindah dinding, menampilkan ayat-ayat suci Alquran dengan nilai estetika tinggi. Di tengah-tengah kompleks Masjid Sultan Hasan terdapat air mancur yang berbentuk oktagon. Di sana, para jamaah mengambil wudhu.

photo
Sisi eksterior Masjid Sultan Hasan. Bangunan ini merupakan salah satu legasi penting khazanah arsitektur Islam era Mamluk Mesir. - (DOK WIKIPEDIA)

Kebanggaan

Masjid ini mengambil nama Sultan Hasan, yang merupakan anak Sultan Mamluk terkemuka, An-Nashir Muhammad bin Qalawun. Sultan Hasan memerintah selama dua periode. Pertama kali ketika ia masih berusia 13 tahun. Oleh karena itu, kepemimpinannya tidak stabil. Kendati para petinggi militer dan Pangeran Mamluk menggantikannya. Kemudian, Sultan Hasan kembali memegang kendali sejak 1356 Masehi hingga 1361 Masehi, tahun kematiannya sebagai korban pembunuhan.

Hingga kini, Masjid Sultan Hasan masih merupakan salah satu masjid terbesar di dunia. Tetapi, aktivitas pendidikan formal atau madrasah sudah tak seaktif pada masa silam.

Hanya rutinitas shalat lima waktu, shalat Jumat, dan ibadah-ibadah lainnya yang masih terus dilangsungkan di sini. Di sisi barat kompleks Masjid Sultan Hasan, terdapat bazar yang berdiri di atas tanah wakaf Sultan Hasan.

photo
Masjid Sultan Hasan memiliki area lapang di bagian dalamnya. Tempat ibadah ini juga mempunyai empat aula yang selaras dengan jumlah mazhab fikih Sunni. - (DOK WIKIPEDIA)

Sang inisiator

Masjid Sultan Hasan mengambil nama dari sosok an-Nashir Badruddin Hasan bin Muhammad bin Qalawun (1334-1361 M). Sosok yang biasa disebut an-Nashir Hasan ini merupakan pemimpin Mamluk Mesir yang berkuasa selama dua periode, yakni 1347-1351 dan 1354-1361. Putra an-Nashir Muhammad ini wafat dalam usia muda, 27 tahun, akibat dibunuh seorang bawahannya. Kematiannya membawa Dinasti Mamluk Mesir ke dalam masa perpecahan.

Sultan an-Nashir Hasan memiliki ketertarikan pada pengembangan ilmu pengetahuan di negerinya. Pada saat berkuasa, ia gemar mengundang kaum cerdik cendekia dan berdiskusi dengan mereka di istana. Raja Mamluk ini pun menjadi penyokong atau patron berbagai lembaga pendidikan di seluruh Mesir. Termasuk di antaranya adalah kompleks masjid yang diinisiasinya ini.

Masjid Sultan Hasan tidak sekadar menyediakan fasilitas untuk ibadah shalat jamaah, melainkan juga kegiatan belajar mengajar. Bahkan, nama kompleks ini kerap disebut sebagai Masjid-Madrasah Sultan Hasan. Sang penguasa Mamluk mengeluarkan dana besar untuk mewujudkan visinya, yakni menjadikan Kairo sebagai pusat peradaban Islam di dunia.

Perhatiannya tidak hanya terbatas pada Mesir. Ia pun memberikan bantuan kepada banyak negeri Islam. Sebagai contoh, Sultan an-Nashir juga tercatat mendanai renovasi Masjid al-Aqsha di Baitul Makdis (Palestina).

photo
Bagian mihrab. Masjid Sultan Hasan mengambil nama dari Sultan an-Nashir Hasan, seorang raja Mamluk Mesir yang memerintah pada abad ke-14. - (DOK WIKIPEDIA)

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Keluhan Tingginya Biaya Masuk PTN Terus Meluas

Keluhan datang utamanya dari mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri.

SELENGKAPNYA

Menakar Nasib Ribuan Santri Al-Zaytun

Penerimaan santri baru Al-Zaytun diselenggarakan pada 22-27 Juni.

SELENGKAPNYA