Risa Mizuno, seorang mualaf asal Jepang. | DOK INSTAGRAM

Oase

Perjalanan Mualaf Jepang Menemukan Hidayah

Kunjungan Risa Mizuno ke Malaysia mengubah jalan hidupnya.

Risa Mizuno tampak berbeda di antara kerumunan pejalan kaki yang melintasi jalan utama Tokyo. Memang, di Jepang Muslimah berjilbab jarang dijumpai. Komunitas religius yang dominan adalah Shinto atau Buddha. Di samping itu, banyak pula warga Jepang yang ateis. Perempuan berusia 28 tahun itu sudah enam bulan konsisten berhijab. Tidak sedikit pengguna jalan yang menoleh penasaran. Mulanya, Risa cukup risi, tetapi kini ia menganggapnya biasa saja.

"Di stasiun kereta bawah tanah, aku merasa orang-orang memerhatikan. Bila sudah begitu, aku katakan pada diri sendiri bahwa mereka penasaran, kenapa aku menutup rambut? Apa aku orang Jepang atau turis asing," kata Risa Mizuno kepada jurnalis Aljazeera. Ia bercerita, seperti orang Jepang pada umumnya, dirinya lahir bukan sebagai Muslim. Perjalanan spiritualnya dimulai sejak ia mengikuti berbagai program pertukaran budaya, khususnya saat masih menuntut ilmu di kampus.

photo
Risa Mizuno memeluk Islam sejak 2015. Momen syahadat dilakukannya di hadapan dai terkemuka, Dr Zakir Naik. - (DOK INSTAGRAM)

Sejak kecil, dirinya memang tertarik untuk memahami lingkungan dan budaya asing. Kesempatan itu datang ketika Risa menempuh semester akhir untuk mendapatkan gelar sarjana ilmu sosial dan lingkungan.

Pada 2010, ia menjadi peserta program Temu Pemuda Jepang untuk Keberlanjutan Pembangunan (Youth Encounter on Sustainability Japan/YES). Selain Risa, ada 37 orang mahasiswa lain dari 18 negara. Mereka, antara lain berasal dari negara-negara berpenduduk Muslim, seperti Afghanistan, Azerbaijan, India, Maroko, Tunisia, dan Mesir.

Kebetulan, kawan sekamar Risa merupakan mahasiswi asal Mesir, Aisa (bukan nama sebenarnya). Untuk pertama kalinya, Risa berinteraksi secara langsung dengan seorang Muslim. Baginya, hal ini adalah pengalaman yang sulit dilupakan. Ia mulai suka memerhatikan cara orang Islam beribadah. Misalnya, shalat atau membaca Alquran. Dari Aisa, Risa mengetahui Islam mengatur umatnya soal makanan. Muslim hanya mengonsumsi makanan halal.

Kesempatan berikutnya pun tiba. Saat menempuh program pascasarjana, pada 2011, Risa terpilih menjadi delegasi Jepang untuk program pertukaran pelajar, Ship for Souteast Asian Youth Programme (SSEAYP). Ia termasuk angkatan ke-38 yang dikirim ke negara-negara ASEAN, khususnya Malaysia. Melalui SSEAYP, pemerintah Jepang ingin mempromosikan pendidikan dan kebudayaan nasional kepada dunia.

"Kesempatan itu benar-benar mengubah hidupku. Saya bersahabat dengan banyak kawan-kawan dari ASEAN, termasuk yang beragama Islam. Pada waktu itulah saya bertemu pertama kalinya dengan calon suamiku. Saat itu, dia merupakan delegasi asal Malaysia," kata Risa. Di Malaysia, lulusan Sophia University itu tinggal di rumah keluarga Muslim di Kuala Lumpur. Risa begitu terkesan dengan sikap mereka yang ramah. Tidak memerlukan waktu lama, Risa merasa menjadi bagian dari keluarga itu.

photo
Masjid Negara, salah satu destinasi islami di Kuala Lumpur, Malaysia. - (DOK WIKIPEDIA)

Sehari-hari, Risa sering menyaksikan seluruh anggota keluarga mempraktikkan ibadah Islam secara rutin. Tiga hari bersama keluarga tersebut, Risa sudah jatuh cinta terhadap Islam. "Ajaran Islam yang didasari kasih sayang, kepatutan, dan toleransi. Itulah yang aku lihat dari semua anggota keluarga Muslim itu," ujar Risa. Masih di Malaysia, Risa bertemu dengan pria yang kini menjadi suaminya, Ahmad (bukan nama sebenarnya). Melalui Ahmad, Risa menerima berbagai pengajaran Islam. Ahmad saat itu merupakan seorang mahasiswa pascasarjana yang menjadi delegasi Malaysia untuk program pertukaran budaya.

Konsisten

Kemudian, pada 2012, program SSEAYP angkatan ke-38 berakhir. Risa harus kembali ke Jepang. Hubungan Risa dan Ahmad tetap terjalin, meskipun jarak geografis memisahkan keduanya.

Sesampainya di tanah air, Risa mulai konsisten mempraktikkan prinsip-prinsip hidup Islami. Misalnya, ia mulai menghindari minuman memabukkan. Risa ingin mengalami sendiri bagaimana hidup dalam koridor Islam, baru kemudian secara sukarela menjadi seorang Muslim.

Risa melakukannya sambil menyelesaikan studi pascasarjana. Orang-orang terdekatnya mulai menyadari perbedaan sikap Risa sehari-hari. Namun, Risa tidak mempermasalahkannya, selama hubungan dengan keluarga dan teman-teman tetap terawat.

Pada 2013, Risa berhasil meraih gelar master. Beberapa waktu kemudian, ia memutuskan hijrah ke Malaysia. Tujuannya agar bisa mengalami hidup di negeri mayoritas Muslim. Selama di Malaysia, ia tinggal sendirian di sebuah apartemen dan bekerja di sebuah perusahaan pemasaran.

Di sela-sela waktu luang, Risa suka berkumpul bersama kawan-kawannya asal Malaysia yang alumni SSEAYP. Ia juga berkunjung ke rumah keluarga Muslim yang pernah menampungnya di Kuala Lumpur saat menjadi peserta SSEAYP pada 2011.

Setahun kemudian, Risa kembali ke Tokyo. Dia menerima tawaran pekerjaan baru sebagai koordinator program pertukaran pelajar internasional. Ia tetap teguh menjalani keseharian yang Islami, seperti diet halal dengan tidak mengonsumsi daging babi atau minuman beralkohol. Pada 2014, ia berkesempatan mengunjungi beberapa negara di Timur Tengah. Pergaulannya kian luas.

 
Pada 2015, ia mengalami kecelakaan yang cukup parah sehingga harus menjalani operasi.
   

Pada 2015, ia mengalami kecelakaan yang cukup parah sehingga harus menjalani operasi. Padahal, Risa berniat akan melangsungkan pernikahan dengan Ahmad tahun itu. Kekasihnya terus menyemangatinya. Karena itu, Risa tetap yakin kepada masa depannya. Dalam kondisi sakit, Risa untuk pertama kalinya membaca Alquran dalam terjemahan bahasa Jepang. Dia mengaku begitu tersentuh. Beberapa ayat semakin meneguhkan keyakinannya kepada Allah.

Pada 7 November 2015, Risa mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Dr Zakir Naik. Sebelumnya, Risa menjadi salah satu dari 1.200 peserta acara dai terkemuka tersebut. Inilah puncak pengalaman spiritualnya. Beberapa waktu kemudian, Ahmad dan Risa menikah.

Menjadi Muslimah

Bangga Risa semakin giat belajar membaca Alquran. Masjid Tokyo Camii merupakan salah satu pusat bagi orang-orang Jepang yang haus pengajaran Islam. Ia masih aktif sebagai jamaah masjid ini hingga sekarang.

Tokyo ternyata cukup ramah terhadap Muslim. Tempat Risa bekerja tidak mendiskriminasi penganut agama mana pun. Bahkan, ISSFP menyediakan ruang shalat yang nyaman dan tenang.

"Ya, mereka (ISSFP) tidak keberatan sama sekali bahwa saya mengenakan hijab. Demikian pula bila saya menunaikan shalat di kantor. Alhamdulillah," kata Risa.

photo
Risa Mizuno dan suaminya yang berasal dari Malaysia. - (DOK INSTAGRAM)

Di banyak pusat perbelanjaan di Tokyo, konsumen seperti Risa dimanjakan dengan beragam pilihan yang inklusif terhadap gaya hidup Islami. Bahkan, ada cukup banyak merek terkemuka dunia yang menjadi kesukaan Risa.

Menurut perkiraan Asosiasi Muslim Jepang, ada sekitar 100 ribu warga Muslim di Jepang. Risa bersyukur telah menjadi bagian dari umat Islam di tengah masyarakat Jepang yang majemuk. "Alhamdulillah. Saya bersyukur kepada Allah karena telah memberikan kesempatan yang luar biasa ini."

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Bangunan Simbol Persatuan Muslim Amerika

Masjid Islamic Center Washington DC merepresentasikan ukhuwah Islamiyah di Amerika Serikat.

SELENGKAPNYA

Jokowi Ajak Australia Garap Industri Baterai EV

Indonesia menargetkan mulai memproduksi baterai kendaraan listrik pada tahun depan.

SELENGKAPNYA

Jangan Remehkan Ancaman El Nino

Badan Pangan mulai memperkuat cadangan pangan pemerintah.

SELENGKAPNYA