Nurcholish Madjid | Daan Yahya/Republika

Refleksi

Falsafah Orang Pagan dan Dzu 'l-Qarnayn

Masalah yang kemudian dibahas ialah seberapa jauh intelek tersebut murni.

Ketika para failasuf diserang dan dituduh bahwa mereka mengikuti falsafah dari orang-orang pagan (musyrik) Yunani, mereka mengatakan, "Tidak! Kami ini sebenarnya mengikuti Aristoteles; dan Aristoteles itu adalah gurunya Dzu 'l-Qarnayn, seorang tokoh tauhid, yang disebut dalam Alquran surat Al-Kahfi (18): 83-98; oleh karena itu, dengan mengikuti falsafah, kami juga mengikuti ajaran tauhid!"

Dzu 'l-Qarnayn secara harfiah berarti "Orang yang bertanduk dua" (penguasa dari dua zaman). Siapakah dia, Al-Qur'an tidak memberi penjelasan lebih lanjut. Secara salah kaprah orang biasanya menyebut Raja Alexander (Iskandar) dari Makedonia --yang hebat itu-- sebagai "Iskandar Dzu 'l-Qarnayn."

Ia disebut hebat, karena selalu menang dalam penyerbuan ke mana-mana, bahkan sampai ke India, dan memberi nama kepada anak benua itu dengan sebutan India dan menyebut sungai di sana sebagai Indus.Orang-orang Timur Tengah pada masa klasik memang banyak yang berpendapat bahwa Iskandar Yang Agung (The Great Alexander) itu adalah Dzu 'l-Qarnayn, seperti yang diceritakan dalam surat Al-Kahfi (18): 83, "Mereka bertanya kepadamu tentang Dzu 'l-Qarnayn. Katakanlah, 'Akan kuceritakan kepada kamu tentang dia'."

 
Kalau kita baca cerita Dzu 'l-Qarnayn dalam surat Al-Kahfi itu, maka Dzu 'l-Qarnayn itu sebenarnya adalah tokoh tauhid.
 
 

Kalau kita baca cerita Dzu 'l-Qarnayn dalam surat Al-Kahfi itu, maka Dzu 'l-Qarnayn itu sebenarnya adalah tokoh tauhid. Tetapi Ibn Taymîyah, dalam rangka menentang para failasuf, mengatakan bahwa Dzu 'l-Qarnayn dalam Alquran itu bukanlah Iskandar Yang Agung. 

Iskandar itu, kata Ibn Taimiyah, adalah seorang musyrik penyembah bintang (penganut agama Yunani Kuno). Dia adalah murid Aristoteles, yang belajar padanya pada usia 13 (belajar dari 342-340 SM). Iskandar menjadi raja pada usia 19 tahun, dan meninggal pada usia sangat muda pada 23 tahun, dengan warisan kerajaan sangat besar membentang dari kawasan Yunani Kuna hingga India --yang kelak setelah kematiannya disebut sebagai daerah berkebudayaan Helenisme. 

Mitos bahwa para failasuf senang menghubungkan Dzu 'l-Qarnayn yang disebut dalam Alquran sebagai Iskandar yang Agung. Guru failasuf besar Yunani itu menunjukkan bahwa, menurut para failasuf, antara agama dan falsafah sebenarnya tidak ada masalah. Apalagi Aristoteles itu adalah guru Dzu 'l-Qarnayn yang namanya disebut dalam Alquran, yang digambarkan sebagai tokoh yang menegakkan tawhid.

 
Mitos bahwa para failasuf senang menghubungkan Dzu 'l-Qarnayn yang disebut dalam Alquran sebagai Iskandar yang Agung.
 
 

Walaupun mengenai Dzu 'l-Qarnayn ini dibantah oleh Ibn Taymîyah. Memang, dalam bidang falsafah, di antara para pemikir falsafah Yunani, yang paling dikagumi oleh orang-orang Arab Muslim terutama adalah Aristoteles. Karena itulah dia disebut sebagai al-mu`allim-u 'l-awwal (guru yang pertama). 

Kelak ada guru yang kedua, yaitu Al-Farabi. Dan dari mereka--juga sebelumnya Al-Kindi--muncullah kelompok besar pemikir Muslim yang mendalami falsafah, sebagai salah satu dari empat disiplin ilmu tradisional keislaman (tiga lainnya: fiqh, kalam, dan tasawuf). Dalam bahasa memang disebut kata falsafah, tetapi jelas perkataan falsafah bukanlah asli Arab. Ia adalah pengaraban dari kata Yunani, philosophia, yang berarti cinta kepada kearifan.

Dalam Bahasa Arab terdapat pula istilah yang digunakan sebagai padanan dari falsafah itu, yaitu al-hikmah. Oleh karena itu, para failasuf juga disebut sebagai al-hukama', jamak dari al-hakim, yang artinya "orang yang arif" atau "orang yang cinta kepada kearifan". Dalam Bahasa Indonesia sering digunakan kata "kebijaksanaan" untuk kearifan itu, dan ini agak rancu, karena kata kebijaksanaan bisa merupakan terjemahan dari kata Inggris policy

Satu hal yang sangat penting disadari, falsafah itu muncul sebagai hasil interaksi intelektual antara orang-orang Arab Muslim yang keluar dari jazirah Arabia dengan orang-orang yang mereka bebaskan di daerah-daerah sekitarnya (yang terjadi memang pembebasan [fath], dan bukan penaklukan). Akibat pembebasan ini, seluruh kegiatan intelektual di daerah-daerah yang dibebaskan itu pun terus berkembang pesat.

 
Bahkan orang Islam sendiri ikut tertarik mempelajari ilmu-ilmu Yunani (Helenisme).
 
 

Bahkan orang Islam sendiri ikut tertarik mempelajari ilmu-ilmu Yunani (Helenisme). Hal itu, secara menyeluruh, pernah dibahas oleh De Lacy O'Leary, How Greek Science Passed to the Arabs. Pada waktu itu, hampir semua daerah Kristen Romawi di Afrika Utara dan Asia Barat memang jatuh ke Dunia Islam. Tetapi mereka tetap bisa menjalankan agama dan ilmunya tanpa hambatan.

Bahkan kekhalifahan di Damaskus dan Baghdad sangat mendukung penerjemahan bahan-bahan ilmu Yunani dan Helenisme itu ke dalam Bahasa Arab, dan kemudian mengembangkannya dalam lingkungan dan pandangan dunia keislaman. Ada yang menarik tentang penduduk kota Harran --sebuah kota yang mempunyai banyak failasuf, berada di Mesopotamia Utara yang tidak menjadi Kristen pada masa Romawi tetapi mempertahankan agama Yunani Kuna, yaitu menyembah bintang; Supaya diakui oleh orang-orang Islam, mereka kemudian menyebut dirinya sebagai al-shabi'un, karena dalam Al-Qur'an ada firman Allah yang berbunyi, "Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabi`un, siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian serta berbuat kebajikan, bagi mereka pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak pula mereka akan bersedih hati." (QS. Al-Baqarah [2]: 62).

Juga ayat yang maknanya sama (QS Al-Ma`idah [5]: 69). Maka, supaya termasuk dalam ayat tersebut, mereka pun menyebut diri sebagai al-shabi'un. Dan memang kemudian orang Islam melindungi mereka. Bahkan kemudian mereka berfungsi sebagai narasumber bagi orang-orang Islam dalam mempelajari falsafah dan ilmu Yunani dan Helenisme. 

 
Apa yang disebut pada waktu itu sebagai falsafah sebetulnya mirip dengan apa yang sekarang disebut ilmu pengetahuan umum.
 
 

Apa yang disebut pada waktu itu sebagai falsafah sebetulnya mirip dengan apa yang sekarang disebut ilmu pengetahuan umum. Dengan demikian termasuk juga di dalamnya kedokteran, ilmu kimia, ilmu alam, astronomi, bahkan juga musik dan puisi. Tegasnya, yang dimaksud dengan falsafah waktu itu ialah suatu pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan intelektual, berbeda dengan agama yang diperoleh melalui wahyu. 

Masalah yang kemudian dibahas ialah seberapa jauh intelek tersebut murni, karena itu kemudian ada gradasinya. Yang paling murni intelek (aqliyah) adalah metafisika, yang betul-betul hanya berdasarkan kepada deduksi intelektual, dan karena itu orang Arab menyebutnya al-falsafat-u 'ula (filsafat pertama). 

Sedangkan yang paling tidak murni aqliyah-nya ialah, misalnya, kedokteran dan ilmu-ilmu lainnya seperti ilmu alam. Ini karena disiplin-disiplin tersebut lebih banyak berdasar kepada empirisme. Di antara semua falsafah itu, yang paling banyak ditentang waktu itu adalah metafisika (al-falsafat-u 'l-ula) itu.

Sedangkan kedokteran, sekadar menyebut contoh, dikatakan misalnya oleh Ibn Taymîyah sebagai wajib dipelajari, sama wajibnya dengan mempelajari fiqih, karena mempunyai manfaat bagi orang banyak. 

Disadur dari Harian Republika edisi 9 Februari 2001. Nurcholish Madjid (1938-2005) adalah mantan rektor Universitas Paramadina. Ia salah satu budayawan dan pemikir Muslim paling berpengaruh di Indonesia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Tujuh Lagi Gugur di Jenin

2.000 pasukan penjajah Israel dikerahkan ke Jenin.

SELENGKAPNYA

Petualangan Perusahaan Luhut di Papua

Sidang pencemaran nama baik terhadap Luhut dilanjutkan.

SELENGKAPNYA

Membantu Sesama

Betapa beruntungnya orang yang senantiasa mempermudah urusan orang lain

SELENGKAPNYA