
Konsultasi Syariah
Daging Kurban Untuk Konsumsi Panitia
Daging yang dimasak untuk konsumsi itu bukan fee untuk para penyembelih hewan kurban.
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Kebiasaan di RT/RW dan kompleks perumahan, saat menyembelih daging kurban sebagian daging diambil terlebih dahulu dan dimasak oleh ibu-ibu atau petugas konsumsi untuk konsumsi makan siang panitia dan yang membantu proses penyembelihan. Apakah hal itu diperbolehkan? Mohon penjelasan Ustaz. --Wardi, Depok
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Daging kurban yang diambil terlebih dahulu sebelum didistribusikan untuk dimasak sebagai santap siang panitia (mereka yang mengurus dan mengelola hewan kurban) itu dibolehkan (mubah). Dan bagian dari adabnya, panitia menyampaikan hal ini kepada para pekurban bahwa daging itu akan didahulukan untuk dijadikan konsumsi panitia sebelum didistribusikan sebagai sedekah atau hadiah.
Hal ini karena tuntunan atau alasan berikut. Pertama, pada umumnya, panitia adalah mereka yang mengurus dan mengelola kurban dari mulai menghimpun, pembelian hewan kurban, penyembelihan, pengulitan, hingga pendistribusian kepada mereka yang berhak.
Di antara dari rangkaian pengurusan kurban itu ada daging yang dialokasikan oleh panitia untuk konsumsi makan siang saat penyembelihan. Dan yang menjadi kekhasan, pada umumnya panitia ini bukan mereka yang bertugas sebagai penyembelih profesional atau event organizer (EO) yang dibayar, tetapi mereka bagian dari warga setempat yang ditunjuk oleh ketua RT atau pengurus masjid secara sukarela karena faktor guyub dan soliditas.
Kedua, daging yang dimasak untuk konsumsi itu bukan fee atau kompensasi untuk para penyembelih atau jagal karena pada umumnya penyembelihan kurban yang terjadi di masyarakat atau di perumahan atau di RT/RW itu dilakukan oleh masyarakat tanpa kompensasi atau fee, tetapi dilakukan secara sukarela.
Oleh karena itu, penggunaan daging tersebut tidak termasuk ke dalam larangan dalam hadis yang diriwayatkan dari Ali RA, ia berkata, “.... Tetapi aku dilarang oleh beliau mengambil upah untuk tukang potong (jagal) dari hewan kurban itu...” (HR Bukhari Muslim).
Karena larangan hadis tersebut berkenaan dengan kulit atau daging yang diberikan sebagai kompensasi kepada penyembelih yang menjual jasa sembelih, pengulitan, dan sejenisnya. Tetapi daging atau kulit yang diberikan kepada para panitia yang mengurus dan mengelola korban secara sukarela, sebagian memenuhi kriteria dhuafa atau sebagian memenuhi kriteria penerima hadiah.
Oleh karenanya, tidak termasuk ke dalam konteks hadis tersebut.
Ketiga, sesungguhnya daging yang dimasak untuk konsumsi itu bagian dari penyaluran atau distribusi sebagai bagian dari hadiah atau sedekah. Maksudnya dapat di-treatment sebagai hadiah atau sedekah.
Jika panitia tersebut adalah dhuafa, maka boleh menerima daging kurban. Begitu pula jika para panitia adalah warga, maka boleh menerima sebagai hadiah dengan target guyub dan soliditas.
Jika itu yang terjadi, maka mereka berhak sebagai hadiah atau sedekah.
Keempat, jika ada multitafsir antara mengategorikan penggunaan daging itu sebagai distribusi atau biaya operasional, maka lebih maslahat dikategorikan sebagai distribusi karena memudahkan, dan menjadi bagian dari kelaziman para pekurban itu merelakan.
Wallahu a’lam.
Rumah Perwira Polisi di Pusaran Perdagangan Orang
Warga mulai mengendus kegiatan mencurigakan di rumah perwira polisi.
SELENGKAPNYANaik Haji dari Eropa
Naik haji dari manapun tampaknya selalu merupakan pengalaman yang berkesan.
SELENGKAPNYAKemunafikan Sosial
Kemunafikan sosial dilakukan secara kolektif, sistemis, dan sistematis yang berdampak lebih besar dan luas.
SELENGKAPNYA