
Gaya Hidup
Mendampingi Anak Melalui Masa Pubertas dengan Optimal
Pendidikan seks dapat diberikan, bahkan sejak usia balita.
Dalam sebuah wawancara di kanal Youtube Macan Idealis, seorang praktisi kriminologi mengungkapkan kasus yang ditanganinya di lapangan.
Kasus ini dinilainya "horor" karena faktanya seorang anak perempuan kelas empat SD membayar teman prianya untuk melakukan hubungan seksual. Bahkan, dia melakukan itu dengan dua teman pria sekaligus.
Miris memang mendengar kabar tersebut. Namun, apakah benar anak usia sekolah dasar ini sudah memiliki hasrat seksual bahkan sampai melakukan threesome?
View this post on Instagram
Praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum, mengatakan, anak SD usia pre teenager dapat saja sudah memiliki nafsu birahi seiring pertumbuhan hormon dalam tubuh. Beberapa anak SD umur sembilan tahun juga sudah mengalami pubertas, khususnya yang perempuan ada yang sudah mengalami menstruasi.
"Sebenarnya ini semua wajar saja selama anak disiapkan secara mental juga," ujar perempuan yang akrab disapa Lia kepada Republika, Rabu (7/6/2023).
Jadi, menurut Lia, menghadapi masa pubertas yang baik adalah adanya kesiapan secara fisik dan psikis atau mental. Ia menyarankan orang tua untuk menyiapkan masa akil balig anak. "Akil, yaitu mampu secara akal atau mental dan balig artinya siap secara fisik," katanya.
Paparan pornografi
Kasus-kasus seperti anak SD melakukan hubungan seksual bahkan threesome ini, menurut Lia, biasanya terjadi karena pornografi. "Tidak hanya film, tetapi bisa juga dari konten media sosial," ujarnya.
Lia menjelaskan, pengaruh pornografi dapat merusak lima bagian otak anak. Jika anak yang terpapar narkoba akan rusak tiga bagian otaknya, dampak pornografi lebih berat karena dapat merusak lima bagian otak.
"Akibatnya, anak tidak dapat berpikir wajar karena salah satu fungsi otaknya telah rusak," ujarnya.
Selain itu, Lia melanjutkan, dampak pornografi lainnya adalah seseorang dapat menjadi ketagihan. Rasa senang yang didapat dalam pornografi akan membuat orang tersebut terus merasa kurang dan terus mencari kegiatan yang bisa mendatangkan rasa senang versinya. "Sehingga terus melakukan kegiatan berisiko yang semakin lama, bahkan bisa semakin berisiko," ujar Lia.
Lia mengatakan, lingkungan juga dapat memengaruhi anak. Jika anak dekat dengan pergaulan teman temannya yang biasa mengakses konten pornografi, kegiatan seperti itu dianggap hal biasa atau hal wajar untuk dilakukan.
Apalagi, jika anak belum memdapatkan pendidikan seksualitas dari orang tuanya dan sekolah, tentu akan mudah terpengaruh oleh mindset yang ditanamkan oleh lingkungan.
Pendidikan seksual sejak balita
Perilaku seks bebas tak hanya dilakukan oleh orang dewasa saat ini, tapi anak-anak juga sudah mulai melakukan hal demikian. Menurut Lia, untuk mencegah hubungan seksual sangat dini pada anak, sebaiknya pendidikan seksualitas diberikan segera. "Pendidikan seksualitas wajib diberikan oleh orang tua dan sekolah," ujar Lia, Rabu.
Pemerintah, kata dia, juga dapat membantu mencegah tindakan seperti ini. Salah satu caranya dengan bekerja sama dan bantu memberikan dukungan pada lembaga atau instansi tertentu dalam membuat program penyuluhan atau edukasi ke sekolah sekolah.
Lia mengatakan, pendidikan seksualitas tidak hanya mengenai reproduksi dan resikonya, tetapi perlu dimulai dari hal dasar. "Pendidikan seksualitas dapat dimulai sejak anak balita," ujarnya.
Lia juga menyarankan untuk mengajarkan seksualitas pada anak, sebaiknya tentu bahasanya disesuaikan dengan usia anak. Misalnya, dengan pengenalan aurat pada anak.
Kemudian, mengenalkan anak mengenai bagian bagian tubuh dan fungsinya. Orang tua, Lia melanjutkan, juga bisa mengenalkan anak mengenai bagian tubuh yang boleh dilihat dan disentuh atau tidak boleh dilihat dan disentuh orang lain.
View this post on Instagram
Pada anak yang sudah lebih besar dapat diajarkan mengenai baik dan buruknya pengaruh tontonan pada HP-nya. Ajarkan anak bagaimana cara memilah tontonan. "Pantau terus apa yang dikonsumsi anak pada HP-nya dan observasi pergaulannya," ujar Lia.
Sebagai orang tua, dia menyebut, perlu lebih banyak memeluk anak, lebih banyak mendengarkan cerita anak, bangun attachment yang kuat dengan anak. "Yang paling penting, terus berdoa agar Allah menjaga anak anak kita dari segala macam bahaya, termasuk bahaya pornografi," ujarnya.
Lalu, bagaimana jika kasus demikian sudah telanjur terjadi pada anak? Lia mengatakan jika sudah telanjur terjadi, bawa anak "kembali ke rumah". Orang tua perlu mengambil alih perhatian anak.
"Banyak banyaklah peluk anak, ajak anak ngobrol, banyak banyaklah melakukan aktivitas bersama anak, khususnya dengan anak yang sudah telanjur terpapar," ujarnya.
Ajak anak berdiskusi dan edukasi seksualitas perlu diberikan pada anak agar anak dapat memahami bahwa apa yang dilakukannya salah. "Jika kebiasaannya tidak dapat hilang, bawa anak ke ahlinya, seperti psikolog untuk melakukan treatment atau psikoterapi," ujar Lia.
Lingkungan juga dapat mempengaruhi anak.NUZULIA RAHMA TRISTINARUM, Praktisi psikolog keluarga.
Ketika Mimpi Dibalas Mimpi
Dengan dalih disuruh perintah lewat mimpi, Abu Nawas menyuruh para muridnya hancurkan rumah kadi.
SELENGKAPNYAKhoirul Hikmah Faqih, Bangkit Lewat Energi Baru Alquran
Anggota MQA telah tersebar di beberapa daerah di Indonesia.
SELENGKAPNYARevolusi Hijau di Masjid Istiqlal
Air yang sudah diolah bersih ditampung pada satu tempat yang kemudian digunakan untuk menyiram tanaman dan pepohonan di area Istiqlal.
SELENGKAPNYA