
Konsultasi Syariah
E-Money Syariah Menggunakan Akad Apa?
Karena banyak pihak, apa saja akad yang diberlakukan dalam e-money?
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Kalau tidak salah, di Indonesia ada e-money yang sudah mendapatkan sertifikat syariah dari Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dan otoritas. Kalau dari sisi akad, apa saja akad yang diberlakukan dalam e-money: antara penerbit dengan pengguna, pengguna dengan merchant, dan para pihak terkait. Kan pihaknya banyak, pasti akadnya juga banyak. Mohon penjelasan Ustaz. --Nanda, Bogor
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Jawaban atas pertanyaan di atas bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut. Pertama, pihak yang terkait dalam transaksi atau ekosistem e-money adalah pengguna, penerbit, bank penampung, dan merchant.
Misalnya, si A membeli barang di toko C (seharga Rp 100 ribu) dengan e-money sebagai pembayaran. Selanjutnya, penerbit membayar kepada merchant dengan harga penuh.
Kedua, pertama-tama perlu ditegaskan bahwa akad yang syariah itu bukan satu-satunya kriteria bahwa suatu e-money dengan akad syar'i itu telah patuh syariah. Karena selain akad, ada kriteria lain yang harus dipatuhi, yaitu bank penampungnya adalah bank syariah, penerbit bekerja sama dengan merchant yang hanya menjual produk halal. (Fatwa DSN MUI No 116 tentang Uang Elektronik Syariah).
Singkatnya, untuk memastikan suatu e-money sesuai syariah atau tidak, cukup dengan memastikan bahwa e-money tersebut telah mendapatkan izin operasional dan sertifikat syariah dari otoritasnya seperti DSN MUI dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ketiga, karena para pihak yang terlibat dalam transaksi yang menggunakan e-money itu beberapa pihak, yaitu pengguna e-money, penerbit, merchant, bank penampung, dan lainnya, dan kebutuhan serta target transaksinya itu berbeda-beda, maka jenis akadnya pun berbeda-beda (multiakad), yang bisa dijelaskan sebagai berikut.
(1) Akad antara penerbit dan pengguna itu wadiah atau qardh. Maksudnya, pada saat pengguna top up, berarti ia kapasitasnya sebagai kreditor yang meminjamkan uang kepada penerbit walaupun dalam pemahaman umum yang ia lakukan adalah top up dan menitipkan sementara untuk dijadikan alat bayar pada saat berbelanja.
Dikategorikan sebagai qardh (kredit/pinjaman) karena pada saat top up, ada dua pilihan akad: (a) Kredit (qardh), di mana pengguna top up menempatkan dananya di dompet digitalnya di akun atau rekening penerbit sebagai pinjaman.
(b) Titipan (wadi'ah). Namun titipan ini karena digunakan oleh penerbit, maka titipan tersebut tidak lagi menjadi titipan (wadi'ah), tetapi berubah skema menjadi qardh. Dengan demikian, akad qardh/pinjaman yang mengatur atau mengikat hubungan antara pengguna dan penerbit.
Sebagaimana fatwa di DSN MUI, akad antara penerbit dengan pengguna uang elektronik adalah akad wadiah atau akad qardh.
Sebagaimana fatwa di DSN MUI, akad antara penerbit dengan pengguna uang elektronik adalah akad wadiah atau akad qardh. Dalam hal yang digunakan adalah akad qardh, maka berlaku ketentuan dan batasan akad Qardh (Fatwa DSN MUI Nomor 116 tentang Uang Elektronik Syariah).
(2) Akad yang mengikat antara penerbit dengan merchant atau pedagang, prinsipal, acquirer, penyelenggara kliring dan penyelenggara penyelesaian akhir, serta agen layanan keuangan digital itu akad ijarah, akad ju'alah, dan akad wakalah bi al-ujrah.
Jika yang diberlakukan adalah akad ijarah, misalnya, di mana penerbit mendapatkan keuntungan dari transaksi ini dengan menetapkan charge kepada merchant atas layanan yang diterima oleh merchant tersebut. Di antara layanannya adalah merchant mendapatkan sekian banyak pembeli atau customer yang dihubungkan dari kemitraan e-money yang diterbitkan oleh penerbit.
Sebagaimana fatwa DSN MUI tentang uang elektronik syariah, di antara akad yang dapat digunakan penerbit dengan para pihak dalam penyelenggaraan uang elektronik (prinsipal, acquirer, pedagang atau merchant, penyelenggara kliring dan penyelenggara penyelesaian akhir), serta agen layanan keuangan digital adalah akad ijarah, wakalah bil ujrah, dan jualah. (Fatwa DSN MUI No 116 tentang Uang Elektronik Syariah).
Akad yang mengikat antara pengguna dan merchant adalah jual beli secara tunai.
(3) Akad yang mengikat antara pengguna dan merchant adalah jual beli secara tunai. Teknisnya, pada saat berbelanja ke merchant mitra penerbit, maka pembayarannya terdebit melalui dana yang dimilikinya dalam dompet digital tersebut. Semua dibayar dan diserahterimakan secara tunai atau cash.
Berdasarkan penjelasan ini, bisa dibuat kesimpulan akad: pengguna e-money top up dana di rekening penerbit dengan akad kredit atau pinjaman kemudian pengguna berbelanja di merchant dengan akad jual-beli tunai. Kemudian penerbit mendapatkan fee dari merchant sebagai kompensasi atas jasa menghubungkan produsen dengan customer dengan akad wakalah bil ujrah atau ijarah atau ju'alah.
Atau dengan ilustrasi berikut. Saat si A top up Rp 100 ribu di rekening penerbit, maka itu berarti ia menitipkan atau memberikan pinjaman kepada penerbit e-money. Selanjutnya, saat ia berbelanja di merchant mitra penerbit dengan alat bayar cash dengan di-top up dari saldo di e-money tersebut, maka yang dilakukan adalah berbelanja secara tunai.
Selanjutnya, jika si penerbit mendapatkan fee dari merchant, maka itu adalah kompensasi atau fee wakalah bil ujrah atau ju’alah sebagai kompensasi atas jasa penerbit me-link-kan dengan merchant.
Wallahu a'lam
Adab Sebelum Ilmu
Adab yang baik menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan keberkahan ilmu.
SELENGKAPNYAKeimanan Melahirkan Keberanian
Iman menumbuhkan keyakinan untuk berani membela agama Allah.
SELENGKAPNYAPara Penyair di Zaman Nabi
Sejumlah sahabat memanfaatkan kemampuan mereka menggubah sajak untuk membela Nabi SAW.
SELENGKAPNYA