
Kisah
Para Penyair di Zaman Nabi
Sejumlah sahabat memanfaatkan kemampuan mereka menggubah sajak untuk membela Nabi SAW.
Allah tidak hanya menyebut perihal para penyair di dalam Alquran, tetapi juga menjadikan profesi itu sebagai nama salah satu surah. Hal itu mengisyaratkan, besarnya perhatian Islam pada ranah kesusastraan dan mereka yang bergiat di dalamnya.
Pada zaman Nabi Muhammad SAW, para penyair terbagi menjadi dua kelompok. Masing-masing adalah yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang ingkar. Yang satu membela agama Islam, sedangkan yang lain mencelanya melalui deklamasi syair-syair.
Salah seorang penyair Muslim yang turut di sisi Rasulullah SAW ialah Abdullah bin Rawahah. Ia merupakan salah seorang utusan dari Yastrib (Madinah) yang mengucapkan sumpah setia kepada Rasulullah SAW dalam Baiat Aqabah I.
Peristiwa tersebut kelak membuka jalan bagi hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekkah ke Madinah. Sejak masuk Islam, Abdullah bin Rawahah mendedikasikan kemampuan bersyairnya untuk jihad.
Seperti dinarasikan H Andi Bastoni dalam buku 101 Sahabat Nabi, Rasulullah SAW menikmati syair-syair gubahan Abdullah bin Rawahah. Suatu ketika, Rasulullah SAW sedang duduk bersama para sahabat. Kemudian, Abdullah datang, sehingga Nabi SAW bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan bila akan menggubah syair?”
Abdullah menjawab, “Aku merenungkan dulu apa jadinya, kemudian kuucapkan (syair).”
Namun, perenungan itu tidak memerlukan waktu lama bagi Abdullah. Sekilas kemudian, ia mendeklamasikan sajak yang baru saja tercipta di benaknya:
Wahai putra Hasyim, sungguh Allah telah melebihkanmu dari seluruh manusia dan memberimu keutamaan, di mana orang lain tak akan iri.
Dan sungguh aku menaruh firasat baik yang kuyakini pada dirimu.
Suatu firasat yang berbeda dengan pandangan hidup mereka.Seandainya engkau bertanya dan meminta pertolongan kepada mereka untuk memecahkan persoalan, tidaklah mereka hendak menjawab atau membela.
Karena itu, Allah mengukuhkan kebaikan dan ajaran yang engkau bawa.
Sebagaimana Dia telah mengukuhkan dan memberi pertolongan kepada Musa.
Rasulullah SAW senang mendengarkan pembacaan sajak-sajak itu. “Dan kamu pun akan diteguhkan Allah,” kata Nabi SAW kepada Abdullah bin Rawahah.
Di lain waktu, Abdullah sangat berduka dengan turunnya Alquran surat asy-Syu’ara ayat 224, “Dan para penyair, banyak pengikut mereka orang-orang sesat.” Dia mengira, kepiawaiannya sebagai seorang ahli sastra justru akan mengantarkannya kelak pada api neraka.
Untuk meluruskan persepsi demikian, Rasulullah SAW menjelaskan, tidak semua penyair terbawa dalam kesesatan. Sebab, jalan lurus selalu tersedia bagi siapapun yang dengan ridha menyerahkan diri dan bertakwa kepada Allah.
Kegelisahan sirna dari dalam dada Abdullah bin Rawahah. Sebab, kemudian turun ayat 227 surat yang sama dalam Alquran, “Kecuali orang-orang (penyair) yang beriman, beramal saleh, banyak ingat kepada Allah, dan menuntut bela sesudah mereka dianiaya.”
Abdullah bin Rawahah tak hanya berjuang dengan kata-kata, melainkan juga tindakan. Ia terjun ke medan jihad dalam perang Badar, Uhud, Khandaq, Hudaibiyah, dan Khaibar. “Wahai diri! Seandainya kau tidak tewas dalam perang, kamu akan mati juga!” Itulah kata-kata pengobar semangat gubahan Abdullah. Ajal menjemputnya saat perang Mu’tah terjadi. Pasukan Muslim harus melawan 200 ribu balatentara Romawi.
Awalnya, muncul usulan dari pasukan Muslim untuk mengirim utusan ke Madinah agar Rasulullah SAW mengirimkan tambahan pasukan. Namun, Abdullah bin Rawahah menolak usul itu dan berkata di depan barisan pasukan Muslim.
“Demi Allah, sesungguhnya kita berperang melawan musuh-musuh kita bukan berdasarkan bilangan atau jumlah pasukan kita, melainkan demi mempertahankan agama kita ini.
Salah satu dari dua kebaikan pasti kita raih: kemenangan atau syahid di jalan Allah!” Orasi Abdullah dengan cepat menaikkan semangat perjuangan seluruh pasukan. Usai perang ini, Abdullah bin Rawahah ditemukan gugur sebagai syahid daalm kondisi sedang memegang panji pasukan. Demikian pula dengan pemimpin pasukan pertama dan kedua, yakni Zaid bin Haritsah dan Ja'far bin Abi Thalib.

Penyair Muslim berikutnya pada zaman Nabi SAW adalah Ka’ab bin Malik. Mirip dengan Abdullah bin Rawahah, Ka’ab merupakan warga Yastrib yang berangkat bersama rombongan ke Mekkah untuk mengucapkan sumpah setia kepada Nabi Muhammad SAW. Itu dalam Baiat Aqabah Tsani yang diikuti total 74 penduduk Yastrib. Ka’ab hidup sampai zaman Dinasti Umayyah yakni hingga usia 77 tahun.
Salah satu syair gubahan Ka’ab bin Malik yang paling dikenang adalah ketika perang Uhud berkecamuk. Saat itu, Ka’ab ikut terjun dalam pasukan Muslim yang melawan balatentara musyrik Quraisy dan sekutunya.
Ka’ab berkesempatan mengenakan baju perang Rasulullah SAW yang berwarna kuning. Hal ini menandakan penghormatan yang diberikan kepada Ka’ab sebagaimana kaum Anshar.
Di penghujung perang Uhud, pasukan Muslim berubah keadaan menjadi terdesak mundur. Dalam situasi yang sangat pelik itu, para penyair musyrik mendendangkan syair kemenangan yang berisi cercaan terhadap Nabi SAW sekaligus kesombongan.
Tujuannya tidak lain agar mental pasukan Muslim semakin jatuh sehingga tidak mampu melindungi Rasulullah SAW atau justru mementingkan keselamatan sendiri.
Menyadari pengaruh buruk para penyair perang kaum musyrik tersebut, Ka’ab tampil dan menyerukan bait-bait gubahannya di tengah kondisi pasukan Muslim yang sedang terdesak. Kekuatan kata-kata Ka’ab kian membangkitkan loyalitas pasukan Muslim terhadap Nabi Muhammad SAW. Berikut sajak karya Ka’ab bin Malik sebagaimana dikutip dari kitab Shuwar min Siyar ash-Shahabiyyat (2015) karya Abdul Hamid as-Suhaibani.
Di antara kami ada Rasulullah SAW, kami mengikuti perintah beliau.
Bila beliau bersabda di antara kami, kami tidak menentangnya.
Ar-Ruh (Malaikat Jibril) turun kepada beliau dari sisi Rabbnya.
Turun dari langit yang tinggi dan naik ke sana,
Kami meminta saran beliau bila kami hendak berbuat dan kami menerima,
Bila beliau memerintahkan, kami mendengarkan dan menaati,
Rasulullah bersabda manakala musuh tampak di depan kami,
Jadilah kalian seperti orang yang menjual hidup untuk mendekat
Kepada malaikat yang di sisinya dia hidup dan kembali
Siapkanlah pedang-pedang kalian dan bertawakal kepada Allah
Sesungguhnya segala perkara adalah milik Allah semata
Kami menyerang pemegang panji (dari kubu musyrik) dan bila nyawa melayang,
Bersama berkibarnya panji (Islam), maka hal itu lebih terpuji.
Mereka berkhianat, padahal sebelumnya mereka telah berjanji setia, dan mereka tidak saling membela.
Allah menolak kecuali keputusan-Nya. Dan Dia Mahaperkasa.
Setia dan Kebijaksanaan Sahabat Nabi
Miqdad bin Amr menjadi contoh betapa setia para sahabat mendampingi perjuangan Nabi SAW.
SELENGKAPNYAKesabaran Khabbab bin Arats
Khabbab bin Arats adalah seorang sahabat Nabi yang pernah alami siksaan dahsyat dari kafir Quraisy.
SELENGKAPNYAMenag Ajukan Perpres Hapus Rekomendasi FKUB untuk Pendirian Rumah Ibadah
Menag sudah mengajukan rancangan peraturan presiden mengenai pendirian rumah ibadah dengan rekomendasi cukup dari Kemenag.
SELENGKAPNYA