
Kisah
Setia dan Kebijaksanaan Sahabat Nabi
Miqdad bin Amr menjadi contoh betapa setia para sahabat mendampingi perjuangan Nabi SAW.
Miqdad bin Amr adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang tergolong paling awal memeluk Islam. Golongan ini merasakan betapa dahsyat intimidasi dan kekerasan yang dilancarkan kaum kafir Quraisy terhadap orang-orang beriman.
Sesudah hijrah ke Madinah, mereka pun turut dalam barisan Muslimin di Perang Badar yang, atas izin Allah SWT, di dalamnya pasukan musyrikin menderita kekalahan.
Perjuangan Miqdad bin Amr tidak kenal kata mundur untuk membela syiar Islam. Abdullah bin Mas’ud, seorang sahabat muda Rasulullah SAW, pernah berkata, "Saya telah menyaksikan perjuangan Miqdad sehingga saya lebih suka menjadi sahabatnya daripada segala isi bumi ini."
Pada masa Jahiliyah dahulu, sosok ini dikenal dengan nama Miqdad bin Aswad. Sebab, keluarga ayahnya, Amr bin Sa’ad, berutang pada Aswad Abdu Yaghuts sehingga dirinya diangkat sebagai anak. Namun, sesudah berislam namanya kembali seperti semula, terutama setelah turunnya ayat yang melarang merangkaikan nama seorang anak dengan nama ayah angkatnya.
Kesetiaannya pada Rasulullah SAW begitu besar. Menjelang pecahnya Perang Badar, dia turut meyakinkan Nabi SAW bahwa betapapun bahayanya musuh-musuh Islam, umat beliau akan selalu taat.
“Wahai Rasulullah, teruslah laksanakan apa yang diperintahkan Allah, dan kami akan bersama Anda. Demi Allah, kami tidak akan berkata seperti yang dikatakan Bani Israil kepada Nabi Musa, 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah.’
Kami akan mengatakan kepada Anda, 'Pergilah Engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami ikut berjuang di sisimu! Demi Zat yang telah mengutus engkau dengan membawa kebenaran! Seandainya engkau menyuruh kami melalui lautan lumpur, kami akan melaluinya dengan tabah hingga mencapai tujuan,” kata Miqdad.
Perkataannya itu mengalir laksana anak panah yang lepas dari busurnya, hingga merasuk ke dalam hati orang-orang Mukmin. Dan, wajah Rasulullah SAW pun berseri-seri, sementara lisannya mengucapkan doa yang terbaik untuk Miqdad.
Sa’ad bin Muadz, pemuka kaum Anshar berkata, "Ya Rasulullah, sungguh, kami telah beriman kepadamu, membenarkanmu, dan kami telah saksikan bahwa apa yang engkau bawa adalah benar. Kami juga sudah bersumpah setia kepadamu. Karena itu, majulah wahai utusan Allah, kami akan bersamamu.
Demi Zat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, seandainya engkau membawa kami ke lautan, lalu engkau mengarungi lautan itu, tentu kami juga akan mengarunginya. Tidak seorang pun akan berpaling. Kami akan bersamamu berperang melawan musuh."
Rasulullah sangat senang. Beliau bersabda kepada para pengikutnya, "Berangkatlah dan bergembiralah!"

Tak mudah menghakimi
Di antara sikap bijaknya adalah kehati-hatiannya dalam menilai orang. Sikap ini juga ia pelajari dari Rasulullah SAW yang telah menyampaikan kepada umatnya, "Berubahnya hati manusia lebih cepat dari periuk yang sedang mendidih."
Miqdad sering menangguhkan penilaian terakhir terhadap seseorang sampai dekat saat kematian mereka. Tujuannya ialah agar orang yang akan dinilainya tidak mengalami hal baru lagi. Adakah perubahan setelah kematian?
Dari percakapannya dengan seorang sahabat dan seorang tabi'in berikut ini, menunjukkan kemahirannya dalam berfilsafat dan ia berhak menyandang gelar seorang filsuf.
Pada suatu hari kami pergi duduk-duduk dekat Miqdad. Tiba-tiba lewat seorang laki-laki, dan berkata kepada Miqdad, "Sungguh berbahagialah kedua mata ini yang telah melihat Rasulullah! Demi Allah, andainya aku bisa melihat apa yang engkau lihat, dan menyaksikan apa yang engkau saksikan."
Miqdad berkata, "Apa yang mendorong kalian untuk menyaksikan peristiwa yang disembunyikan Allah dari penglihatan kalian, padahal kalian tidak tahu apa akibatnya bila sempat menyaksikannya?
Demi Allah, bukankah pada masa Rasulullah banyak orang yang ditelungkupkan Allah mukanya di neraka Jahanam? Kenapa kalian tidak mengucapkan puji kepada Allah yang menghindarkan kalian dari malapetaka seperti yang menimpa mereka itu, dan menjadikan kalian sebagai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Nabi kalian?"

Inilah suatu hikmah yang diungkapkan Miqdad, memang tidak seorang pun yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali ia dapat hidup di masa Rasulullah dan hidup bersamanya. Tetapi pandangan Miqdad tajam dan dalam, pemikirannya dapat menembus sesuatu yang tidak pernah dipikirkan oleh orang sedikit pun.
Kesabaran Khabbab bin Arats
Khabbab bin Arats adalah seorang sahabat Nabi yang pernah alami siksaan dahsyat dari kafir Quraisy.
SELENGKAPNYAMakmum tak Qunut Shalat di Belakang Imam Berqunut, Apa yang Harus Dilakukan?
Hendaknya makmum mengikuti gerakan imam.
SELENGKAPNYAJamaah Lansia Boleh Kenakan Popok Saat Berihram
Mereka tidak disyaratkan harus suci dari hadas atau najis.
SELENGKAPNYA