
Mujahidah
Muadzah Binti Abdullah, Mengganti Malam Pengantin dengan Ibadah
Ketaatannya itu mengalahkan malam pengantin yang lazimnya diisi dengan bermesraan.
“Aku sungguh heran dengan mata yang selalu tidur. Padahal, dia telah mengetahui adanya tidur panjang nanti di dalam kegelapan kubur.” Pernyataan itu diungkapkan oleh Muadzah binti Abdullah yang dikenal sebagai perempuan ahli ibadah.
Ia mengisi hari-harinya dengan berzikir. Ia juga sosok yang gemar membaca Alquran, terutama ba'da shalat Subuh dan sore hari. Hatinya tidak pernah kosong dari mengingat-Nya.
Malam hari, pada saat orang terlelap istirahat, Muadzah tidak menyia-nyiakan malamnya dengan tidur. Ia hidupkan malam untuk kembali beribadah. Ia pun berucap, “Wahai jiwa, tidur di hadapanmu seandainya engkau lakukan maka akan panjang tersungkurmu di alam kubur dalam kesengsaraan. Atau (engkau inginkan) kebahagiaan.”
Wahai jiwa, tidur di hadapanmu seandainya engkau lakukan maka akan panjang tersungkurmu di alam kubur dalam kesengsaraan. Atau (engkau inginkan) kebahagiaan.
Bahkan, ketaatannya itu mengalahkan malam pengantin yang lazimnya diisi dengan bermesraan. Bersama suaminya, Shilah bin Asyyam, Muadzah mengubah malam tersebut dengan beribadah.
Keduanya sebagai tabiin yang tidak pernah berpaling dari Allah. Maka itu, saat malam pengantin, keduanya malah asyik beribadah shalat hingga fajar tiba.

Keesokan harinya, keponakan Shilah menanyakan kepada pamannya, “Wahai paman, putri pamanmu (Muadzah, Red) telah diserahkan kepadamu tadi malam. Lalu, engkau melaksanakan shalat dan membiarkannya.”
Shilah menjawab, “Wahai keponakanku, sesungguhnya kemarin engkau telah memasukkan diriku di dalam sebuah rumah yang mengingatkan aku pada neraka. Kemudian, engkau masukkan aku ke sebuah rumah yang mengingatkan aku pada surga. Dan pikiranku itu terus-menerus ada pada keduanya hingga keesokan harinya.”
Begitulah kehidupan Muadzah bersama suaminya. Tujuan hidup mereka hanya satu, mencari ridha-Nya. Pasangan ini bagaikan pertemuan lautan ilmu. Shilah terhormat, pemimpin teladan, dan juga ahli ibadah. Keduanya merupakan ahli fikih.
Tidak hanya urusan ibadah, Muadzah juga memiliki sifat bijaksana. Hal itu tampak dari kata-kata dan perbuatan. Segala ucapan Muadzah tidak pernah lepas dari nasihat dan peringatan tentang dunia.
Salah satu ucapan Muadzah kepada anak persusuannya, “Wahai anakku, jadikanlah pertemuan dengan Allah diiringi sikap waspada dan pengharapan. Sebab, saya melihat orang yang berharap mendapatkan hak dengan kebaikan tempat kembali pada hari ia menghadap-Nya. Saya melihat orang yang takut mendapatkan angannya akan keselamatan pada hari di mana orang-orang berdiri menghadap-Nya.”
Dia juga mengingatkan, jangan pernah tertipu dengan pesona duniawi. “Saya temani dunia selama 70 tahun. Saya sama sekali tidak melihat ketenangan mata di dalamnya.”
Ketekunannya beribadah menjadikan Muadzhah dijadikan simbol perempuan ‘abidah. Allah menggambarkan perempuan-perempuan salihah dalam firman-Nya, “Sebab itu, perempuan yang saleh, yakni yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Karena itu, Allah telah memelihara (mereka)” (QS an-Nisa: 34).
Perempuan yang memelihara diri dan harta saat suaminya tidak ada adalah idaman perempuan. Muadzah al-Adawiyyah termasuk dalam golongan tersebut.
Belajar dari sumber ilmu
Perempuan ahli ibadah ini memiliki nama lengkap Muadzah binti Abdullah al-Adawiyyah al-Bashriyyah Ummu ash-Shahba’. Semasa hidupnya, ia dekat dengan Rasulullah dan para sahabat. Kedekatan itu yang membuatnya beruntung karena mendapatkan ilmu langsung dari sumbernya.
Ia mendapatkan ilmu dari Rasulullah, belajar dari Aisyah serta para sahabat, seperti Ali bin Abi Thalib, Hisyam bin Amir. Dari para sumber ilmu itulah Muadzah meriwayatkan hadis-hadis.
Pada 62 H, suami dan anaknya syahid perang di Sajistan. Ketika kabar duka datang, ia tetap bersabar dan berserah diri kepada Allah. Banyak yang datang menyampaikan belasungkawa.
Muadzah berkata kepada mereka, “Selamat datang kepada kalian jika kalian datang untuk menyampaikan ucapan selamat. Namun, jika kalian datang bukan untuk tujuan tersebut, pulanglah.”
Para pelayat kagum dengan kesabaran Muadzah. Peristiwa itu makin menambah tinggi kedudukan dan posisinya di mata mereka.
Ummu al-Aswad binti Zaid al-Adawiyyah yang pernah disusui oleh Muadzah berkata, “Muadzah berkata kepadaku saat Abu ash-Shahba dan anaknya terbunuh, ‘Demi Allah, wahai putriku! Tidaklah kecintaanku untuk tetap tinggal di dunia untuk kesenangan hidup dan ketenangan jiwa. Tapi, sungguh saya tidak suka tetap tinggal kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai cara. Semoga Allah mengumpulkan antara diriku dengan Abu ash-Shahba beserta anakku di surga'.”

Berkumpul kembali
Sepeninggal suaminya, Muadzah masih hidup lebih dari 20 tahun. Setiap hari dilewatinya dengan ibadah dan mempersiapkan diri bertemu dengan Allah. Dia berharap dapat berkumpul kembali dengan suami dan anaknya dalam naungan kasih sayang-Nya.
Dikisahkan, saat menjelang ajal, Muadzah menangis, kemudian tertawa. Lalu, ia ditanya, “Apa alasan untuk menangis dan apa alasan untuk tertawa?”
Dia menjawab, “Adapun tangisanku yang kalian lihat karena saya mengingat perpisahan dengan aktivitas puasa, shalat, dan zikir. Itulah tangisan tadi. Adapun senyuman dan tawa karena saya melihat Abu ash-Shahba telah menyambutku di beranda rumah dengan dua kalung berwarna hijau. Dan, ia bersama dalam rombongan. Sungguh saya tidak melihat mereka mempunyai kalung yang menyamainya. Maka, saya tertawa.”
Itulah firasatnya. Ia wafat sebelum masuk waktu shalat pada 83 H. Muadzah termasuk sahabat perempuan yang patut menjadi teladan umat Islam, khususnya kaum Muslimah.
Dua Belas Jam Kehilangan Istri di Masjidil Haram
Kakek berusia 71 tahun ini terpisah dari istrinya yang berusia 65 tahun di tengah lautan manusia.
SELENGKAPNYAE-Money Syariah Menggunakan Akad Apa?
Karena banyak pihak, apa saja akad yang diberlakukan dalam e-money?
SELENGKAPNYAOECD dan Bank Dunia Kompak Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global
Meski proyeksi lebih baik, tingkat pertumbuhan belum akan setinggi sebelum pandemi.
SELENGKAPNYA