Anggota KPU Idham Holik (tengah) pada peluncuran Sipol Pemilu 2024 di kantor KPU, Jakarta, Jumat (24/6/2022). | Prayogi/Republika.

Nasional

Dalih KPU yang tak Lagi Mewajibkan Dana Kampanye Dilaporkan

KPU menghapus aturan yang mewajibkan peserta pemilu melaporkan dana kampanye.

JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali membuat kebijakan kontroversial. Kini, KPU menghapus aturan yang mewajibkan peserta pemilu melaporkan dana sumbangan kampanye, lalu menggantinya dengan pelaporan daring. Kebijakan itu dikritik ratusan organisasi karena diyakini akan membuat peserta Pemilu 2024 abai melaporkan donasi yang diterimanya.

Kewajiban menyampaikan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) sebenarnya sudah diterapkan KPU dalam setiap gelaran pemilu dan pilkada sejak 2014. Namun kali ini, KPU tidak memuat ketentuan tersebut dalam Rancangan Peraturan KPU tentang Dana Kampanye.

Beleid itu sudah disetujui Komisi II DPR RI pada pekan lalu sehingga akan segera diundangkan. Dengan berlakunya peraturan tersebut, semua peserta Pemilu 2024, mulai dari pasangan capres-cawapres hingga partai politik, tidak lagi wajib melaporkan dana sumbangan kampanye yang mereka dapat kepada KPU.

photo
Pedagang menyelesaikan pembuatan kaos alat peraga kampanye partai politik di salah satu kios di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (16/5/2023). Menjelang musim Pemilu serentak dan Pilpres 2024, sejumlah pedagang mengaku mengalami kenaikan jumlah permintaan hingga 40 persen. Dalam sekali pesanan, pedagang mampu mengerjakan hingga ribuan kaos dan ratusan kemeja dengan harga dibandrol sekitar Rp 80 ribu hingga Rp 150 ribu. - (Republika/Thoudy Badai)

Komisioner KPU RI, Idham Holik, mengatakan penghapusan LPSDK bukan berarti peserta pemilu tidak lagi melaporkan dana sumbangan kampanye. KPU tetap meminta peserta pemilu menyampaikan dana sumbangan via kanal Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam) KPU.

"Nanti dalam pedoman teknis pelaporan dana kampanye, kita minta agar (peserta pemilu) setiap hari melakukan pembaruan informasi mengenai sumbangan dana kampanye yang diterima (ke Sidakam)," kata Idham kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Selasa (6/6/2023).

Idham menjelaskan, kanal Sidakam hanya bisa diakses oleh petugas KPU dan peserta pemilu. Kendati begitu, nama pemberi dan jumlah sumbangannya akan ditampilkan di laman infopemilu.kpu.go.id sehingga bisa dilihat oleh masyarakat.

"(Dengan Sidakam ini), malah sekarang kami akan mendorong pelaporan dana sumbangan kampanye jauh lebih transparan ketimbang yang terdahulu," kata koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU itu mengeklaim.

photo
Suasana kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Serang, Jawa Barat, di masa Orde Baru (30/4/1997). Foto: A Jarot/Republika - (Dokrep)

Kendati demikian, penghapusan kewajiban dan pengubahan pola pelaporan dana sumbangan kampanye itu ditentang oleh 144 organisasi masyarakat sipil, yang tergabung dalam Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas. Koalisi sipil ini menentang kebijakan tersebut meski perwakilan mereka sudah melakukan audiensi dengan Idham di kantor KPU, Jakarta, Selasa sore.

Perwakilan koalisi, Valentina Sagala, mengatakan KPU hanya memuat ketentuan pelaporan sumbangan kampanye via Sidakam itu di dalam petunjuk teknis (juknis), bukan dalam peraturan KPU (PKPU). Padahal, juknis tidak seperti PKPU yang punya kekuatan mengikat kepada peserta pemilu. Artinya, peserta pemilu tetap tidak wajib melaporkan donasi yang diterimanya.

"Keberadaan Sidakam tanpa diatur dalam PKPU tentu sifatnya tidak mandatory (wajib). Kami kecewa," kata Valentina ketika konferensi pers di Media Center KPU.

photo
Massa Partai Golongan Karya (Golkar) berkampanye di jakarta (12/5/1997).kampanye Pemilu tahun1997 banyak melibatkan anak di bawah umur, dalam kampanye dapat memberikan dampak buruk terhadap pskologis anak tersebut. Foto: Teguh Indra/Republika - (dokrep)

Valentina meyakini, penghapusan kewajiban menyampaikan sumbangan kampanye ini akan membuat peserta pemilu abai melapor. Sebab, saat penyampaian LPSDK masih diwajibkan pada Pemilu 2019, nyatanya terdapat sekitar 13 persen peserta pemilu yang tidak melaporkan.

"Kami sungguh khawatir. Ini merupakan kemunduran kita sebagai bangsa terkait transparansi dan akuntabilitas (pendanaan kampanye calon pejabat publik)," ujar aktivis HAM pendiri Institut Perempuan itu. Dia menilai, penghapusan LPSDK ini melemahkan semangat antikorupsi.

Karena itu, menurut Valentina, Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas menuntut KPU RI tetap mewajibkan peserta pemilu menyampaikan LPSDK. Ketentuan itu harus dimuat dalam PKPU tentang Dana Kampanye.

 
Ini merupakan kemunduran kita sebagai bangsa terkait transparansi dan akuntabilitas.
 
 

Selain itu, pihaknya menuntut KPU dan Bawaslu cermat memeriksa dan memverifikasi kebenaran data laporan dana kampanye dalam Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), LPSDK, dan Laporan Penerimaan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Tujuannya untuk mencegah terjadinya manipulasi data dan aliran dana ilegal hasil tindak pidana, khususnya kasus korupsi.

"Dalam hal lembaga penyelenggara pemilu tidak menindaklanjuti tuntutan di atas, kami akan mengambil upaya pelaporan/pengaduan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)," ujar Valentina.

Bahaya, KPU Hapus Kewajiban Lapor Sumbangan Kampanye

Penghapusan kewajiban lapor sumbangan kampanye dikritik keras masyarakat sipil.

SELENGKAPNYA

Ketua KPU: Ada Konsultan Tawarkan Paket Sebar Hoaks

Aktor intelektual paket sebar hoaks masih sulit ditindak.

SELENGKAPNYA

KPU: Menteri Boleh Nyaleg tanpa Harus Mundur

Delapan menteri dan wakil menteri mendaftar sebagai bakal caleg DPR RI.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya