Arsitektur
Hagia Sophia, Inspirasi Arsitektur Islam
Hagia Sophia mulai berubah fungsi menjadi masjid sejak penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Mehmed II al-Fatih.
Hagia Sophia atau Ayasofya merupakan ikon kebudayaan Romawi Timur (Byzantium). Arsitektur bangunan dua lantai itu turut mengilhami peradaban Islam, khususnya melalui Turki Utsmaniyah.
Pada 27 Mei 1453, kesultanan tersebut berhasil menaklukkan Konstantinopel dan menjadikan basilika terbesar abad pertengahan itu sebagai masjid.
Mio Takikawa dalam artikelnya, “Hagia Sophia and Sinan’s Mosque: Structure and Decoration in Suleymaniye Mosque and Selimiye Mosque,” menjelaskan bagaimana basilika terbesar pada abad pertengahan itu dipandang sebagai model dalam merancang masjid-masjid kesultanan (cami).
Menurut Takikawa, ada tiga bangunan monumental yang merupakan prototipe seni rancang cami pada era Utsmaniyah, yakni Suleymaniye Camii, Sehzade Camii, dan Selimiye Camii. Sang kepala arsitek Utsmaniyah Mimar Sinan (1489-1588) merancang ketiganya. Ia terinspirasi dari keindahan Hagia Sophia.

Sesuai namanya, Suleymaniye Camii merupakan persembahan Sultan Suleiman I, pemimpin yang membawa Utsmaniyah pada puncak kejayaan. Pembangunannya memakan waktu tujuh tahun, antara 1550 dan 1557. Kompleks seluas 4.284 meter persegi itu berada di pinggir Laut Marmara. Ruangan utamanya memiliki luas 58,5 x 57,5 m persegi sehingga mampu menampung sekitar lima ribu orang jamaah.
Corak arsitektur Hagia Sophia tampak pada kubah raksasa masjid itu. Kubah berdiameter 26,5 meter tersebut juga diapit dua separuh-kubah pada sisi-sisinya sehingga secara struktur menyerupai legasi Byzantium itu. Takikawa mengatakan, Mimar Sinan tak bermaksud meniru Hagia Sophia, melainkan berkompetisi dengannya. Dalam arti, sang perwira arsitek berupaya melampaui keindahan bekas gereja itu.
Sehzade Camii juga dilengkapi dengan kubah raksasa, dengan diameter 18,42 m. Ada empat kubah yang berukuran lebih kecil di sekitarnya. Setiap separuh dari kubah-kubah kecil tersebut menempati dinding kubah utama sehingga berkesan tampak luas. Untuk mengurangi kesan berat masjid, dibangun ruang-ruang di samping bangunan dalam itu.
Kubah raksasa juga dapat dijumpai di Selimiye Camii yang berlokasi di Edirne. Kubah tersebut berdiameter 31 m. Kubah utama ini memiliki penampang berbentuk persegi delapan yang masing-masing sudutnya ditopang delapan pilar besar. Pembangunan masjid itu sendiri diselesaikan dalam jangka waktu enam tahun. Pemrakarsanya adalah Sultan Salim II.

Tentunya, gaya arsitektur Utsmaniyah memiliki kekhasan. Misalnya, menara yang tegak menjulang. Bentuknya menyerupai pensil raksasa. Sejak menjadi masjid, Hagia Sophia pun dipercantik dengan keberadaan empat menara khas Turki. Keempatnya dibangun pada masa al-Fatih (menara bagian selatan), Sultan Salim II (menara bagian timur laut), dan Sultan Murad III (dua menara).
Runtuh dan bangkit
Jauh sebelum Turki Utsmaniyah berhasil menguasai Konstantinopel, Hagia Sophia telah mengalami beberapa kali pengrusakan. Bangunan yang ketika itu menjadi pusat religi Kristen Ortodoks tersebut sempat dirusak oleh Tentara Salib gelombang IV.
Seperti dilansir dari Anadolu, Tentara Romawi Barat menjarah banyak barang berharga Hagia Sophia yang suci bagi umat Kristiani Ortodoks saat menduduki kota Istanbul pada 1204. Kota ini baru bisa diselamatkan dari invasi Tentara Salib pada 1261.
Ketika Bizantium mengambil alih lagi kekuasaan pada 1261, Hagia Sophia dalam keadaan hancur. Rakyat Romawi Timur pun bergotong-royong memperbaiki Hagia Sophia yang telah dijarah oleh tentara Roma.
Namun, gempa bumi pada 1344 telah menghancurkan struktur lama Hagia Sophia. Karena tak sanggup memperbaiki bangunan itu akibat keadaan ekonomi yang buruk, Bizantium sempat menutup tempat ibadah itu selama beberapa periode.

Hagia Sophia dikonversi menjadi masjid ketika Sultan Muhammad al-Fatih (1451-1481) menaklukkan Istanbul pada tahun 1453. Menara dan pilar besar yang dibangun oleh arsitek Utsmaniyah yang terkenal, Mimar Sinan, membuat situs bersejarah itu menjadi warisan arsitektur dunia yang berdiri kokoh hingga sekarang.
Segera setelah penaklukan, bangunan itu direnovasi dan dipelihara dengan baik, serta difungsikan sebagai masjid kekaisaran selama periode Turki Utsmaniyah. Ketika Sultan Muhammad al-Fatih menaklukkan kota itu pada tahun 1453, sang raja Muslim hanya menunjuk Hagia Sophia sebagai satu-satunya simbol penaklukkan baginya.
Pada 3 Mei 1481, al-Fatih meninggal dunia. Penggantinya, Sultan Bayezid II turut memperindah Hagia Sophia dengan menambahkan beberapa konstrusi di sana, semisal satu menara baru di sudut timur kompleks tersebut. Namun, bagian ini kemudian retak akibat gempa bumi pada 1509. Sebagai gantinya, otoritas setempat membangun lagi menara baru pada pertengahan abad ke-16 M.
Azan Terakhir
Bilal bin Rabah mengumandangkan azan shalat Subuh dari atas rumah Sahl, wanita bani Najjar.
SELENGKAPNYADari Laut ke Udara: Riwayat Haji Indonesia
Sejak 1950-an, orang Indonesia yang naik haji dapat memilih moda transportasi udara.
SELENGKAPNYACatatan Rihlah Haji di Masa Lalu
Perjalanan haji yang dilakukan Muslimin Nusantara di masa lalu menghadapi banyak tantangan.
SELENGKAPNYA