Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman | ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.

Kabar Utama

MK Terjepit Opini yang Telanjur Liar

Denny menyebut informasi yang disampaikannya bukan rahasia negara.

JAKARTA – Uji materi sistem pemilu yang kini sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK) menuai polemik sebelum putusan dibacakan majelis hakim. Informasi yang dibocorkan wakil menteri hukum dan HAM Denny Indrayana, yaitu hakim akan memutus sistem pemilu menggunakan proporsional tertutup, kini telanjur menjadi liar.

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Andriadi Achmad, mengatakan, putusan MK tentang sistem proporsional pemilu diharapkan mengusung kepentingan yang lebih baik bagi bangsa dan negara. Menurut dia, posisi MK sudah semestinya netral dan tidak boleh terkontaminasi oleh persoalan politik.

"Apalagi intervensi politik dari pihak tertentu. Putusan MK hendaknya lebih ke arah yang membawa kepentingan bangsa dan negara lebih baik," ujar Andriadi, Selasa (30/5/2023).

Andriadi mengatakan, MK dalam putusannya harus memastikan untuk kepentingan lebih besar, yakni konstitusi. Walaupun, kata dia, dalam perjalanannya MK sering dicap memihak pada kelompok tertentu.

"Terlepas adanya pihak yang membocorkan putusan tersebut, cepat atau lambat MK juga akan memutuskan atas judicial review tersebut, mengingat pemilu sudah semakin dekat," ujarnya.

Evolusi Sistem Pemilu Indonesia - (Republika)

Namun, Direktur Eksekutif Nusantara Institute Political Communication Studies and Research Centre (PolCom SRC) ini menilai partai politik sebaiknya tidak terlalu jauh menyoroti perihal kebocoran informasi putusan tersebut, tetapi mengantisipasi jika putusan memang kembali ke sistem proporsional tertutup.

"Bagi parpol, saat ini lebih penting memikirkan dampak atau polemik serta skenario apa yang akan dilakukan jika putusan MK yaitu kembali ke proporsional tertutup," ujarnya.

Sebab, lanjut dia, tahapan Pemilu 2024 yang saat ini sedang berjalan menggunakan sistem proporsional terbuka. Jika nanti MK memutuskan kembali ke proporsional tertutup, ada kemungkinan itu diberlakukan pada Pemilu 2024 dan mengubah tahapan pemilu yang ada.

"Sebaiknya parpol menyiapkan skenario jika MK memutuskan sistem proporsional tertutup, tentu para bakal calon anggota DPR/DPRD (BCAD) yang masih berharap terpilih dengan sistem proporsional terbuka (suara terbanyak), akan berpikir ulang, bahkan undur diri dari pencalegan (jika diberlakukan di Pemilu 2024 --Red)," ujarnya.

photo
Sebanyak delapan fraksi di DPR, kecuali Fraksi PDIP, menolak sistem proporsional tertutup diterapkan dalam Pemilu 2024, di gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/5/2023). - (Republika/Nawir Arsyad Akbar)

Sebanyak delapan fraksi di DPR menolak sistem proporsional tertutup diterapkan dalam Pemilu 2024. Hanya Fraksi PDIP yang masih menyuarakan dukungan terhadap sistem proporsional tertutup, meski akan patuh terhadap putusan MK.

Kedelapan fraksi tersebut mengingatkan MK terhadap putusannya sendiri pada 2008. Saat itu, MK memutuskan untuk tak lagi menggunakan sistem proporsional tertutup pada pemilihan umum setelahnya.

"Karena sistem demokrasi maka kita harus pilih terbuka. Dulu MK sudah pernah mutus terbuka 2008, katanya kan putusan MK final dan mengikat, kalaupun ada orang uji, tidak lagi kan, udah lulus. Nah, kalau dibuat tertutup, ini salah," ujar Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay.

Sistem proporsional terbuka merupakan putusan MK pada tanggal 23 Desember 2008 yang menyatakan bahwa Pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan begitu, MK menyatakan, sistem pemilu yang digunakan adalah sistem suara terbanyak.

photo
Massa Golongan Karya (Golkar) berkampanye di Jakarta (12/5/1997). Foto: Teguh Indra/Republika - (dokrep)

Sementara itu, pada 2022, pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka kembali digugat ke MK. Sebanyak enam orang menjadi pemohon gugatan tersebut, yakni Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo), Fahrurrozi (bakal caleg 2024), Yuwono Pintadi Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan), Riyanto (warga Pekalongan, Jawa Tengah), dan Nono Marijono (warga Depok, Jawa Barat).

Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Kahar Muzakir mengatakan, akan ada kekacauan jika MK memutuskan sistem proporsional tertutup diterapkan pada Pemilu 2024. Khususnya yang berkaitan dengan kontestasi para bakal caleg.

"Bayangkan, 300 ribu orang (bakal caleg) itu minta ganti rugi dan dia berbondong-bondong datang ke MK, agak gawat juga MK itu. Jadi, kalau ada yang coba mengubah-ubah sistem, itu orang yang mendaftar sebanyak itu akan memprotes," ujar Kahar.

Adapun Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas mengatakan, sistem proporsional tertutup membuat rakyat tak mengenal wakilnya nanti. Rakyat seperti membeli kucing dalam karung karena tak mengerti latar belakang bakal calegnya.

Menurut dia, putusan mengenai sistem proporsional pemilu dinilainya melampaui kewenangan MK. Apalagi, objek putusan tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka, di mana kebijakan mengenai ketentuan dalam pasal tertentu dalam undang-undang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.

"Kami mendukung sistem proporsional terbuka, kita tidak ingin mendapat calon anggota DPR seperti membeli kucing dalam karung. Karena saya yakin wajah-wajah di depan kita ini wajah-wajah yang layak untuk dipilih yang juga diperkenalkan kembali perjuangan kita di masa yang akan datang," ujar Ibas.

photo
Simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berkampanye di Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, di masa Orde Baru (20/5/1997). Foto: Roby Irsyad/Republika - (Dokrep)

Bantah membocorkan

Denny Indrayana buka suara setelah komentarnya yang viral hingga buntut pelaporan terhadap dirinya. Dari Melbourne, Australia, dia mengaku tidak bakal masuk ke dalam wilayah delik hukum pidana maupun pelanggaran etika.

"Karena itu, saya bisa tegaskan: tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik," ujar Denny dalam rilisnya.

Menurut dia, rahasia putusan MK ada di MK. Sedangkan, informasi yang didapatinya bukan dari lingkungan MK, hakim konstitusi, maupun elemen lain di MK.

"Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK," kata dia yang juga sebagai guru besar hukum tata negara.

 
Tidak ada pembocoran rahasia negara dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik.
DENNY INDRAYANA
 

Denny meminta semua pihak dengan hati-hati membaca frasa yang dia pilih. Pernyataannya kemarin, menurut dia, adalah frasa "mendapatkan informasi", bukan "mendapatkan bocoran" sehingga menurut dia tidak ada kebocoran. "Tidak ada pula putusan yang bocor karena kita semua tahu memang belum ada putusannya. Saya menulis, ‘... MK akan memutuskan.’ Masih akan, belum diputuskan," kata Denny memerinci.

"Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah ‘informasi dari A-1’ sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menko Polhukam Mahfud MD. Karena, info A-1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen dan saya menggunakan frasa informasi dari ‘Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya,'" ujar Denny.

Denny mengatakan, informasi yang dia terima sangat kredibel dan patut dipercaya. Maka hal itu patut untuk disebarkan ke publik dan khalayak luas sebagai bentuk pengawasan publik. Itu tidak lain agar MK berhati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut.

"Ingat, putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding). Karena itu ruang untuk menjaga MK agar memutus dengan cermat, tepat, dan bijak, hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka mahkamah," ujar Denny.

KPU tak Terpengaruh Klaim Bocoran Putusan MK Denny Indrayana

Denny mengeklaim mendapat bocoran bahwa MK menetapkan pemilu proporsional tertutup.

SELENGKAPNYA

Anas Hingga SBY pun Bicara Dugaan Kebocoran Putusan MK

Denny Indrayana mengeklaim, pemilu akan diputuskan menjadi proporsional tertutup.

SELENGKAPNYA

Desakan Mengusut Dugaan Dana Narkoba untuk Pemilu Menguat

Penelurusan perlu dilakukan untuk memastikan kebenaran indikasi tersebut.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya