
Gaya Hidup
Benarkah Lebih Baik Berobat ke Luar Negeri?
Berobat keluar negeri, bagi sebagian orang adalah karena gaya hidup.
Belum lama ini, di lini masa Twitter dihebohkan dengan cuitan viral yang membandingkan penanganan medis di Indonesia dan Malaysia. Salah seorang warganet menceritakan telah mendengar pengalaman pasien yang divonis harus mengganti tempurung lutut dengan biaya sekitar Rp 150 juta.
“Baru denger cerita pengalaman pasien yang divonis 15 dokter harus ganti tempurung lutut (±150jt),” kata @savi*****. Setelah vonis dari 15 dokter dengan biaya yang cukup besar, pasien itu akhirnya mengambil pilihan ke dua dengan berobat ke Penang, Malaysia. Di sana, dia tidak perlu melakukan operasi dan biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan di Indonesia.
“Tidak perlu operasi, total biaya pengobatan ±50jt udah sama tiket pp (pulang pergi--Red). Satu lagi udah MRI di Indonesia divonis pergesaran tulang belakang. Di Penang, cuma suruh pake koyo aja,” ujarnya.
Cuitan tersebut menjadi viral hingga 3,3 juta penayangan. Banyak warganet yang menanggapi, salah satunya dokter Tirta.
Terkait lutut kenapa harus akhirnya ganti,
Itu biasanya diagnosanya osteoarthritis, ada derajatnya emang
Kalo derajat awal cuma di "injeksi" cairan pereda nyeri dan "pelumas" semacam cairan sinovial
Tapi kalo sudah parah emang harus diganti tempurung lututnya — TIRTA (@tirta_cipeng) May 28, 2023
Dalam unggahan quote retweet, dokter Tirta juga menceritakan pengalaman serupa. Pilihan yang tercantum dalam cuitan viral itu adalah opsi yang diambil sang ibu pada 2012 karena takut operasi. Namun, pada 2021 ibunya akhirnya harus mengganti tempurung lutut.
“Ini opsi yang diambil mama saya tahun 2012 karena takut operasi. Jalan ceritanya persis. Pada 2021 akhirnya ganti tempurung lutut juga diagnosisnya itu osteoarthritis. Jadi kalo lewat pemeriksaan bandara pasti bunyi-bunyi hahaha. Sekarang sudah bisa jalan ke mana-mana,” katanya.
Menurut dokter spesialis orthopedi, dr Asa Ibrhami, osteoarthritis adalah suatu penyakit yang akan menyerang setiap orang. Osteoarthritis adalah suatu kondisi penyakit kerusakan sendi pada tubuh. Semua sendi bisa terkena, tetapi yang sering adalah sendi lutut, jari, dan panggul.

Keluhan utamanya adalah nyeri saat jalan, menumpu, atau ditekuk. Biasanya ini terjadi pada pasien usia lanjut. Jika sendi sudah telanjur rusak, tidak bisa kembali seperti semula dan hanya bisa diganti.
“Penyakit ini adalah penyakit degeneratif atau penyakit yang terjadi karena proses penurunan fungsi-fungsi organ tubuh seiring waktu,” kata Asa dalam utas yang diunggah pada 2020.
Meskipun terjadi karena faktor alami, ada beberapa hal yang dapat mempercepat osteoarthritis. Pertama, ada patah tulang di dekat sendi yang tidak ditangani dengan baik. Kedua, pekerjaan yang melibatkan angkat-angkat berat. “Tapi, kalau pekerjaannya berat, banyak angkat berat, jalan jauh, bolak balik terus setiap hari, kerusakan sendi akan terjadi lebih cepat,” ujarnya.
Ketiga adalah kondisi obesitas dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 30. Sebab, semakin berat tubuh, semakin berat beban yang diterima lutut. Pada akhirnya ini akan mempercepat kerusakan lutut.
“Jadi buat teman-teman yang dari perhitungan IMT nya >30 (obesity) dan terutama > 35 (morbid obesity), baiknya berusaha untuk diturunkan ya. Karena risiko penyakit mulai dari sendi bisa sampai jantung dan lainnya yang akan jauh lebih tinggi. Terutama, akan dirasakan usia >40 tahun,” katanya.
Faktor Pilihan

Saat ini, sebagian orang lebih memilih berobat keluar negeri. Hal ini dilakukan karena mereka menganggap dokter di Indonesia kurang kompeten, komunikasi kurang baik, pelayanan kurang memadai, bahkan sering melakukan upselling atau menawarkan perawatan yang sebenarnya tidak perlu dan berujung pada melonjaknya harga yang harus dibayar pasien.
Menurut juru bicara Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI), dr Mohammad Syahril SpP MPH, berobat keluar negeri itu sebenarnya adalah pilihan dan keyakinan. Terutama bagi orang yang mampu atau yang mempunyai uang.
Hal ini karena berobat keluar negeri itu tidaklah murah. Banyak biaya yang dikeluarkan, termasuk ongkos keluar negerinya. "Secara keseluruhan karena dia punya kewenangan memilih, kemampuan membayar, maka dia ujungnya-ujungnya mendatangkan suatu kepercayaan dan kepuasan," ujarnya disela Media Briefing Kenali PPOK, Lindungi Parumu, Senin (29/5/2023).
View this post on Instagram
Dalam hal ini, ada yang berhubungan dengan kepercayaan, tetapi memang ada juga yang keluar negeri karena beberapa penyakit yang memang ahlinya ada di luar negeri.
Namun, menurut Syahril, pada dasarnya, dokter di Indonesia tidak kalah kompetennya dengan dokter luar negeri. Banyak kasus yang memang bisa ditangani di Indonesia salah satunya kasus TBC, sehingga tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri.
"Ada orang pergi keluar negeri seperti Singapura, di sana pasien TBC disuruh kembali saja ke Indonesia. Karena memang penyakitnya hanya begitu," katanya mengungkapkan.
Melihat itu, Syahril menilai berobat keluar negeri ini bagi sebagian orang hanya karena gaya hidup. "Kalau enggak keluar negeri tidak mantap," ujarnya.
Selain itu, ada juga karena pengaruh orang lain mengenai informasi berobat di luar negeri.
Syahril mengatakan, persoalan berobat keluar negeri secara keseluruhan adalah totalitas. Saat seseorang memilih dokter untuk berobat, masyarakat akan melihat bagaimana pelayanan yang diberikan perawat, bagaimana pengobatan dan obat yang dipakai.
Sehingga mereka merasa mudah dan cepat. Kemudian mereka menilai, apakah dokter dan tenaga kesehatan lainnya memuaskan dan komunikatif. "Itu yang mereka beli sebenarnya," ujar Syahril.
Ia mengatakan untuk koreksi ke depannya, bagi dokter dan rumah sakit di Indonesia, meski tenaga dokternya tidak kalah, itu bukan satu-satunya, melainkan totalitas. "Rumah sakit bersih, baik, pelayanannya juga baik, obat juga oke," katanya menyarankan.

Selain itu, biaya berobat pun jangan terlalu mahal. "Artinya, ada yang tidak perlu diperiksa buat apa diperiksa yang membuat biaya terlalu mahal," ujarnya.
Ia mengatakan, transformasi layanan kesehatan yang digalakkan Kementerian Kesehatan, salah satunya transformasi layanan rujukan. Menurut Syahril, empowering rumah sakit di Indonesia yang bagus-bagus perlu juga dilakukan.
Beberapa rumah sakit yang bagus di Indonesia, di antaranya untuk sakit kanker, sudah bagus di RS Dharmais. Untuk masalah paru-paru, pusatnya ada di Rumah Sakit Persahabatan.
Ada orang pergi keluar negeri seperti Singapura, di sana pasien TBC disuruh kembali saja ke Indonesia.DR MOHAMMAD SYAHRIL SPP, MPH, juru bicara Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI).
Kemapanan Tasawuf di Tangan al-Ghazali
Berkat Imam Ghazali, tasawuf sebagai ilmu menjadi kian kukuh dan diterima luas Muslimin.
SELENGKAPNYATolak Pembongkaran Masjid, Muslim Hui Lawan Polisi Cina
Ratusan maju membela Masjid Najiaying di Tonghai.
SELENGKAPNYALebih Dekat dengan Sang Pelopor Tasawuf
Al-Muhasibi disebut sebagai sang pelopor ilmu tasawuf.
SELENGKAPNYA