IKHWANUL KIRAM MASHURI | Republika

Resonansi

Arab Wawuh, Kok yang Sewot Amerika dan Inggris

Ibaratnya, negara-negara Arab wawuh, berbaikan, kok yang sewot justru AS dan Inggris.

Oleh IKHWANUL KIRAM MASHURI

Barangsiapa tak mengenal psikologi sosial Arab, bisa saja kecele atau bahkan kecewa, manakala melihat Suriah kembali ke pangkuan Liga Arab.

Beberapa kali saya tulis di kolom ini, negara-negara Arab itu bak satu keluarga dalam rumah besar Arab (al bait al ‘araby al kabir) bernama Liga Arab — 22 negara dengan jumlah penduduk sekitar 400 juta jiwa. Dan, dalam sebuah keluarga besar, berseteru itu biasa. Lalu berbaikan, berseteru, dan berbaikan kembali.

Jadi lumrah saja kalau Suriah sejak 7 Mei 2023 kembali ke pelukan Liga Arab, setelah berseteru atau diseteru selama 12 tahun. Juga ketika kehadiran Presiden Bashar Assad di KTT ke-32 Liga Arab di Jeddah, Jumat (19/5/2023), disambut sebagai saudara oleh para pemimpin Arab. Mungkin kali ini plus pelukan kangen, laiknya anggota keluarga yang sudah lama tak berjumpa.

 
Jadi lumrah saja kalau Suriah sejak 7 Mei 2023 kembali ke pelukan Liga Arab, setelah berseteru atau diseteru selama 12 tahun.
 
 

Hal serupa pernah terjadi pada Qatar. Negara kecil nan kaya di semenanjung kecil Jazirah Arab ini pada 2017 diseteru oleh saudara-saudaranya sesama Negara Teluk — Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, Oman, Kuwait, plus Mesir. Empat tahun kemudian Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani pun berpelukan dengan para pemimpin negara-negara yang menyeterunya, ketika berlangsung KTT di al Ula, Arab Saudi. Alasan perseteruan tidak dipersoalkan lagi.

Sebelumnya, Mesir juga pernah diseteru oleh negara-negara Arab — dikeluarkan dari Liga Arab. Yaitu ketika Presiden Mesir saat itu, Anwar Sadat, pada 1979 menandatangai perjanjian damai dengan Israel.

Ia dianggap telah berkhianat terhadap ‘sumpah setia’ Arab yang menyatakan perang abadi melawan Israel. Toh beberapa tahun kemudian, Mesir kembali dalam pelukan Arab, dan tetap dianggapnya sebagai saudara tua.

Karena itu, bilamana ada pihak yang tidak memahami psikologi sosial Arab, mereka bisa kecewa berat. Bisa jadi negara-negara asing yang menyeteru negara Arab akan terus berseteru, sementara negara-negara Arab yang ikut menyeteru telah wawuh, sudah kembali berbaikan.

Hal inilah yang terjadi dengan sejumlah negara Barat kini. Utamanya Amerika Serikat (AS) dan Inggris, dua negara yang dulu bahu-membahu menginvasi Irak dan menggulingkan Presiden Saddam Husein pada 2003. Ibaratnya, negara-negara Arab wawuh, berbaikan, kok yang sewot justru AS dan Inggris.

Bahkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris James Cleverly pun perlu terbang ke Washington bertemu koleganya Menlu AS Antony John Blinken, guna berkoordinasi menyikapi rujuknya Suriah ke pangkuan Arab. Dalam konferensi pers bersama, Blinken menyatakan, mereka — AS dan Inggris — tidak percaya Suriah laik diterima kembali di Liga Arab. “Kami tidak akan menormalisasi hubungan dengan Assad dan rezimnya.”

 
Dalam konferensi pers bersama, Blinken menyatakan, mereka — AS dan Inggris — tidak percaya Suriah laik diterima kembali di Liga Arab.
 
 

Menurut Blinken dan Cleverly, satu-satunya solusi menyelesaikan krisis yang ditimbulkan rezim Assad di Suriah adalah harus konsisten dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB No 2254. Yaitu gencatan senjata, bantuan kemanusiaan, dan pemilihan umum yang bebas dan adil untuk memastikan orang-orang Suriah memiliki pemerintahan yang mencerminkan keinginan mereka. Dengan kata lain, mereka tidak ridha apabila Bashar Assad tetap berkuasa.

Menlu Cleverly mengatakan, negaranya sangat tidak nyaman dengan kembalinya Suriah ke Liga Arab. Ia menegaskan, rujuknya Suriah ke rumah besar Arab harus bersyarat pada beberapa perubahan mendasar pada perilaku Damaskus dan rezim Assad.

Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS, Senator Demokrat Bob Menendez, dan Senator Senior Republik Jim Risch akur mengutuk keputusan Liga Arab menerima kembali keanggotaan Suriah. Mereka menyebut normalisasi hubungan dengan rezim Bashar Assad sebagai tren mengganggu yang dilakukan mitra AS di Timur Tengah.

Menurut mereka, memberbaiki hubungan dengan Suriah akan mengirimkan pesan yang salah kepada dua pendukung utama Presiden Assad, Iran dan Rusia. Apalagi, lanjut mereka, Presiden Rusia Vladimir Putin telah melakukan kekejaman di Ukraina yang sama persis dengan yang ia lakukan di Suriah.

 
Mereka tidak yakin normalisasi hubungan dengan rezim Bashar Assad akan membuat Iran dan Rusia keluar dari Suriah.
 
 

Mereka tidak yakin normalisasi hubungan dengan rezim Bashar Assad akan membuat Iran dan Rusia keluar dari Suriah. Alasannya, karena dua negara itu merupakan penjamin utama keberlangsungan kekuasaan rezim Assad.

Dua senator AS itu melihat Presiden Assad sebagai pemimpin keras kepala. Ia tetap tidak bersedia mencari solusi politik yang adil dan komprehensif, sesuai Resolusi DK PBB 2254. Menurut mereka, normalisasi itu justru akan memperdalam konflik dan menjadi hambatan untuk meminta pertanggungjawaban terhadap kejahatan rezim Assad.

Mereka pun mendesak Gedung Putih agar segera menerapkan Caesar Act, yaitu undang-undang perlindungan warga sipil Suriah terhadap kejahatan perang rezim Bashar Assad. Undang-undang ini telah disahkan Kongres AS dan ditandatangani Presiden Donald Trump waktu itu.

Jadi memang ada cara pandang yang berbeda. Hal inilah yang juga diakui sendiri oleh Menlu Blinken, bahwa ada ‘perspektif yang berbeda’ dan ‘tindakan yang berbeda’ antara Liga Arab dan AS.

Cara pandang yang berbeda itu, karena Barat adalah pihak asing, yang mempunyai kepentingan dan agendanya sendiri terhadap permasalahan Suriah. Sedangkan negara-negara Arab menganggap Suriah sebagai saudara, sebagai anggota keluarga sendiri.

Dan, laiknya dalam sebuah keluarga besar, berseteru itu biasa. Yang penting segera berbalikan, berbaikan kembali. Yang berabe, ketika berseteru itu ada orang luar masuk, lalu ikut mempengaruhi, sesuai kepentingannya.

Kata Sekjen Liga Arab Ahmad Aboul Gheit, kebanyakan krisis Arab, terutama di Suriah, menjadi berlarut-larut lantaran ditangani di luar kerangka Arab.

 
Kata Sekjen Liga Arab Ahmad Aboul Gheit, kebanyakan krisis Arab, terutama di Suriah, menjadi berlarut-larut lantaran ditangani di luar kerangka Arab.
 
 

Sekjen Liga Arab menggarisbawahi Suriah adalah Arab, bahkan ikut mendirikan Liga Arab. Menurutnya, pemulihan kursi Suriah di Liga Arab adalah urusan internal keluarga Arab. Pihak luar atau kekuatan asing tidak perlu ikut campur.

Menlu Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan menegaskan, krisis Suriah hanya bisa diselesaikan dengan dialog dengan rezim Presiden Bashar Assad. Berbicara dari hati ke hati. Dan, komunikasi kedua belah pihak akan lebih lancar apabila Suriah ada di rumah Arab.

Dengan suasana batin para pemimpin Arab seperti itu, maka Presiden Bashar Assad pun bisa menghadiri KTT Liga Arab di Jeddah, Jumat lalu, dengan kepala tegak. Ia tampil dengan percaya diri. Ia tidak tampak sebagai ‘pesakitan’, sebagai penjahat perang, seperti dituduhkan AS dan Inggris.

Selain mengikuti agenda KTT, Presiden Assad juga bertemu empat mata dengan para pemimpin negara-negara Arab. Ia pun semakin yakin para pemimpin Arab mendukung pemerintahannya.

Ia juga tidak perlu khawatir kekuasaannya akan goyah. Bahkan ia juga tidak takut lagi dengan sanksi ekonomi Barat, karena akan dapat bantuan dari saudara-saudaranya negara Arab.

 
Persoalan Suriah sangat banyak yang tidak mungkin dipikul sendiri oleh Presiden Assad dan rakyat Suriah. Negara-negara Arab harus ikut membantunya.
 
 

Namun, dengan kembali ke pelukan negara-negara Arab, bukan berarti krisis Suriah selesai. Menurut Sekjen Liga Arab dan Menlu Saudi, persoalan Suriah sangat banyak yang tidak mungkin dipikul sendiri oleh Presiden Assad dan rakyat Suriah.

Negara-negara Arab harus ikut membantunya -- dari soal pengungsi, ekonomi buruk, hingga pembangunan kembali infrastruktur Suriah. Intinya, krisis Suriah akan diselesaikan oleh internal rumah tangga Arab sendiri, secara bertahap (at tadrijiyah) dan selangkah demi selangkah (khutwah muqabil khutwah).

Selain masalah Suriah, KTT Liga Arab tentu juga membahas banyak hal — dari persoalan Palestina, Sudan, Yaman, Lebanon, hingga Libia. Namun, yang mengejutkan adalah kumunculan Presiden Volodymyr Zelenskyy di KTT Liga Arab kali. Ia juga diberi kesempatan berpidato. Kepada para pemimpin Arab, ia minta didukung untuk menciptakan perdamian di negaranya tanpa ada intervensi asing.

Tidak jelas model dukungan yang diminta Zelenskyy. Apakah juga penyelesaian model Arab? Semoga KTT kali ini bukan sekadar parade pidato para pemimpin Arab seperti biasanya.

Suriah Disambut Kembali ke Liga Arab

Presiden Suriah akan mencuri perhatian di KTT Liga Arab.

SELENGKAPNYA

Arab tak Rela Suriah Dipeluk Asing

Negara-negara Arab tak rela bila Suriah jatuh ke pelukan asing.

SELENGKAPNYA

Suriah Kembali ke Liga Arab

Kesepakatan menandai akhir dari isolasi terhadap Suriah.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya