IKHWANUL KIRAM MASHURI | Republika

Resonansi

Arab tak Rela Suriah Dipeluk Asing

Negara-negara Arab tak rela bila Suriah jatuh ke pelukan asing.

Oleh IKHWANUL KIRAM MASHURI

Membahas pemilu di Turki tentu sangat menarik dan lebih aktual. Pengaruhnya bisa ke mana-mana. Bukan saja buat Turki, tapi juga bagi Timur Tengah, dunia Islam, dan internasional.

Sayangnya, ketika tulisan ini saya garap, pemungutan suara di Turki sedang berlangsung. Hasilnya baru bisa diketahui Ahad (14/5) malam (WIB).

Sebagai gantinya, menulis Suriah juga tidak kalah menarik. Negara tetangga di selatan Turki ini selama 11 tahun diseteru oleh Arab. Akan tetapi, mereka juga tak rela bila Suriah jatuh ke pelukan asing.

Asing yang dimaksud adalah negara mana saja yang bukan Arab. Sedangkan Arab adalah saudara, sekeluarga. Keluarga Arab ini di bawah naungan satu lembaga. Namanya Liga Arab. Anggotanya 22 negara, dengan jumlah penduduk lebih dari 400 juta jiwa.

Namanya juga keluarga, berseteru adalah biasa. Toh, nanti akan wawuh kembali. Itulah yang terjadi dengan negara-negara Arab selama ini.

Yang dianggap berabe adalah bila pihak asing ikut terlibat, seperti terjadi di Suriah. Kini banyak pihak asing yang bermain -- Rusia, Iran, Turki, Amerika Serikat (AS), Israel, dan lainnya.

Akibatnya, Suriah hancur — dari infrastruktur, ekonomi, hingga sosial. Lebih dari separuh penduduk — sekira 22 juta jiwa — meninggalkan tempat tinggalnya, dan jutaan mengungsi. Sejumlah wilayahnya pun dikendalikan asing.

 
Lebih dari separuh penduduk — sekira 22 juta jiwa — meninggalkan tempat tinggalnya, dan jutaan mengungsi. Sejumlah wilayahnya pun dikendalikan asing.
 
 

Mengutip Aljazirah, kisah nestapa Suriah berawal pada 2011, ketika di dunia Arab meletus revolusi rakyat menentang rezim penguasa diktator-otoriter. Di Suriah, revolusi itu berawal dari unjuk rasa di Daraa, kota di selatan negara itu.

Demonstrasi itu dengan cepat menyebar ke berbagai wilayah di Suriah, lalu berubah jadi perang saudara, ketika muncul milisi bersenjata dan pembelotan sejumlah tentara.

Pada Agustus tahun itu terbentuk ‘Tentara Pembebasan Suriah’. Beberapa negara Arab, terutama pada tahun-tahun awal konflik, mendukung oposisi — politik dan senjata. Pada November 2011, mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan Damaskus dan mengeluarkan Suriah dari Liga Arab.

Pada 2012, sebuah kelompok kerja — terdiri dari AS, Cina, Rusia, Prancis, Inggris Raya, Jerman, Turki, dan Liga Arab — membahas ‘prinsip-prinsip fase transisi’, di Jenewa. Pihak yang terlibat dalam konflik berbeda pendapat dan tidak dapat secara jelas menentukan nasib Presiden Bashar Assad. Oposisi menuntut Bashar harus lengser.

AS menganggap prinsip-prinsip itu membuka jalan bagi tahap ‘pasca-Assad’. Sementara itu, Rusia dan Cina menegaskan nasib Assad ada di tangan rakyat Suriah.

Pada Agustus 2013, konflik Suriah memasuki babak baru, setelah serangan senjata kimia di wilayah Ghouta, Damaskus, merenggut lebih dari 1.400 jiwa. Sebelumnya, KTT ke-24 Liga Arab di Doha pada Maret tahun itu telah memberikan kursi Suriah kepada Koalisi Nasional Suriah — oposisi Suriah.

Pada 2014, dunia dikejutkan dengan munculnya sebuah kelompok yang berafiliasi dengan organisasi teroris ‘Alqaidah’ di Kota Raqqa, utara Suriah. Kelompok ini dengan cepat menguasai wilayah luas di Suriah dan Irak. Mereka lalu mendeklarasikan berdirinya ‘Islamic State of Syria and Iraq’ atau ISIS.

Koalisi internasional untuk melawan ISIS pun terbentuk pada September tahun itu. Dari sinilah awal mula kekuatan asing masuk di Suriah.

Di sisi lain, oposisi Suriah awalnya berhasil menguasai wilayah luas di Suriah. Damaskus terkepung. Rezim Bashar Assad bisa saja jatuh kalau tidak didukung militer Rusia dan milisi bersenjata dukungan Iran.

Namun, Presiden Bashar meminta dukungan Rusia untuk menghadapi para penentangnya. Dewan Federasi Rusia pun telah menyetujui Presiden Vladimir Putin untuk menggunakan angkatan bersenjata Rusia di luar negeri.

Pada September 2015, militer Rusia mulai melakukan serangan udara ke wilayah oposisi. Sejak itu perimbangan kekuatan mulai berubah. Posisi rezim Bashar menjadi lebih kuat.

Pada Agustus 2016, Turki untuk pertama kalinya meluncurkan operasi militer di wilayah Suriah. Operasi militer yang diberi nama ‘Perisai Efrat’ ini mendukung faksi-faksi oposisi Suriah guna mengusir ISIS dari perdesaan di utara dan timur Aleppo. Yang terakhir ini terletak di utara Suriah dan merupakan kota terbesar kedua setelah Damaskus.

Setelah beroperasi selama hampir 7 bulan, Turki mengumumkan telah berhasil melucuti senjata lebih dari 3.000 militan. Mereka kemudian membentuk zona aman di daerah perbatasannya dengan memosisikan kembali pasukan Tentara Pembebasan Suriah di kota-kota yang dikuasainya.

Namun, kondisi ini dianggap Rezim Bashar membahayakan. Mereka, dibantu militer Rusia, mengepung dan mengebom basis-basis terbesar pejuang oposisi di Aleppo.

Pada November 2017, pasukan Kurdi yang didukung oleh AS berhasil menghancurkan pertahanan terakhir ISIS di Raqqa. Serangan ini — dan serangan lain yang dilakukan pasukan Bashar dan Turki —mengakhiri keberadaan ISIS yang selama beberapa tahun berhasil menguasai wilayah luas di Irak dan Suriah.

Pada Desember 2019, Rusia melancarkan serangan besar ke kubu terakhir oposisi. Serangan di barat laut Suriah itu menyebabkan hampir 1 juta warga sipil mengungsi.

Krisis kemanusiaan terburuk pun terjadi sejak dimulai konflik. Turki mengirimkan ribuan tentaranya melintasi perbatasan guna menghalau para pengungsi masuk ke negaranya. Ribuan pengungsi terpaksa mengungsi ke Eropa. Turki selama ini telah menerima tidak kurang dari 4 juta pengungsi Suriah.

 
Turki selama ini telah menerima tidak kurang dari 4 juta pengungsi Suriah.
 
 

Sampai di sini, posisi Presiden Bashar Assad tampaknya lebih kuat dari sebelumnya. Kekuatan oposisi sudah sangat berkurang. ISIS hancur. Negara-negara Arab yang dulu menentang rezim Bashar, kini menerima fakta dan mendukungnya. Juga Turki.

Apalagi atmosfer dan semangat negara-negara di Timur Tengah sekarang adalah rujuk. Berbaikan. Saudi dengan Iran. Turki dengan Mesir, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi. Sebelumnya, Qatar telah berbaikan dengan negara-negara Teluk.

Meski begitu, masalah Suriah kini sangat banyak. Dari ekonomi yang terus memburuk, keberadaan kekuatan asing, jutaan pengungsi, pembangunan kembali infrastruktur yang hancur, sanksi ekonomi AS, hingga ke masalah sosial dan lainnya.

Presiden Bashar tentu tidak bisa mengandalkan Rusia dan Iran untuk mengatasi semuanya. Dua negara ini kini sedang disibukkan dengan masalah dalam negeri masing-masing. Apalagi Rusia sedang berperang dahsyat dengan Ukraina.

Maka, gempa bumi dahsyat yang menghancurkan sebagian wilayah di Turki dan Suriah Februari lalu, ternyata, di sisi lain, bisa menjadi berkah. Menjadi pintu masuk kembalinya Suriah ke lingkungan keluarga besar Arab.

Suriah butuh bantuan Arab. Sebaliknya, negara-negara Arab juga tidak rela bila Suriah berada di bawah pengaruh berbagai kekuatan asing, yang bisa membahayakan kawasan Timur Tengah.

 
Suriah butuh bantuan Arab. Sebaliknya, negara-negara Arab juga tidak rela bila Suriah berada di bawah pengaruh berbagai kekuatan asing, yang bisa membahayakan kawasan Timur Tengah.
 
 

Sejak gempa bumi itu, para pejabat tinggi Suriah pun berkunjung ke sejumlah negara Arab. Sebaliknya, banyak pejabat tinggi negara-negara Arab yang berkunjung ke Damaskus.

Bahkan, Presiden Bashar Assad telah bertemu dengan Mohammad bin Zayed Al Nahyan. Mereka bukan hanya membicarakan bantuan ke korban gempa bumi, tapi juga tentang kembalinya Suriah ke Liga Arab.

Puncaknya adalah menteri-menteri luar negeri negara-negara Arab di Kairo pada Ahad lalu memutuskan menerima kembali Suriah menjadi anggota penuh Liga Arab sejak 7 Mei 2023. Penguasa Arab Saudi, Raja Salman bin Abdulaziz, pun sudah melayangkan surat kepada Presiden Bashar Assad untuk menghadiri KTT Liga Arab yang akan digelar di Jeddah pada 19 Mei 2023 mendatang.

Berbagai persoalan menyangkut Suriah akan diselesaikan khutwah khutwah atau selangkah demi selangkah. Atau dalam bahasa Sekjen Liga Arab Ahmad Aboul Gheit, proses penyelesaian krisis di suriah akan dilakukan secara tadrijian alias tahap demi tahap, termasuk keberadaan kekuatan asing.

Begitulah Arab. Begitulah Suriah. Jarak antara berseteru dan berbaikan adalah kesengsaraan rakyat Suriah.

Isyarat dari Pohon Sawo

Para pengikut pangeran menyebar sembari menanam pohon sawo di tempat tinggalnya.

SELENGKAPNYA

Imam Bukhari, Sang Penghimpun Hadis Sahih

Perjuangannya dalam mengumpulkan dan menyeleksi ketat hadis-hadis mewujud dalam Shahih al-Bukhari.

SELENGKAPNYA

Pelacuran Kelas Bawah dalam Foto Hitam Putih

Seorang pelacur sedang asyik bercumbu dengan penggunanya di satu lorong kumuh.

SELENGKAPNYA

Ikuti Berita Republika Lainnya