Juru rawat memeriksa batu-batu di situs Gunung Padang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, (3/12/2012). | Republika

Safari

Memelihara Warisan ‘Zaman Batu’

Banyak orang datang, mencoret- coret, membawa pulang batu Gunung Padang.

Membersihkan batu, teras demi teras. Sudah menjadi kegiatan sehari-hari bagi Rustandi (30 tahun), merawat situs Gunung Padang. Lelaki itu adalah cucu Abah Endi, salah satu dari tiga penemu Gunung Padang dari rimbunan pepohonan dan tebalnya lapisan humus pada 1979.

Ia merasa berkewajiban menjaga temuan kakeknya itu agar tetap utuh hingga anak-cucunya kelak. Warga sekitar pun menjaga situs itu dengan cara mereka masing-masing. Rustandi menyebut, kegiatannya itu sebagai cermin ikatan kuat yang dimiliki warga sekitar situs Gunung Padang.

“Sesuai dengan namanya, saya ingin Gunung Padang bisa selalu menjadi gunung yang mampu menjadi cahaya bagi setiap orang,’’ ujar Rustandi.

Penghormatan Gunung Gede Kata Padang sendiri sebenarnya berasal dari tiga suku kata terpisah, yakni ‘pa’, ‘da’, dan ‘niang’ yang bila digabungkan memiliki makna ‘tempat leluhur yang agung’.

photo
Larangan merusak situs Gunung Padang. - (Republika)

Untuk sebagian warga Cianjur, Gunung Padang tumbuh menjadi mitos dan dikeramatkan. Hamparan bebatuan itu seakan menjadi saksi bisu sejarah yang menghubungkan masa lalu warga sekitar dengan peradaban masa kini.

Sebagian cerita yang beredar dari turun-temurun pada warga setempat, situs Gunung Padang dahulu pernah dijadikan sebagai tempat upacara untuk melakukan penghormatan pada para leluhur. Selain itu, masyarakat sekitar percaya bahwa situs ini juga difungsikan sebagai penghormatan untuk Gunung Gede.

Hal semacam ini masih sering dilakukan sebagian warga maupun pengunjung yang menggelar kegiatan spiritual di sana. Bagi mereka, situs Gunung Padang dengan lokasinya yang berada di ketinggian dan berupa hamparan luas yang menenang kan hati, banyak diyakini dapat memudahkan untuk khidmat dalam berdoa.

photo
Rustandi (kiri) menjelaskan terkait Gunung Padang. - (Republika)

Ketenangan warga yang umumnya bermata pencaharian sebagai petani di sekitar situs Gunung Padang sempat ter usik pada awal 2012. Saat itu, dilakukan pengeboran di zona inti Gunung Padang, untuk tujuan mengetahui usia situs ber se j arah ini. Aktivitas pengeboran dila ku kan tim peneliti Bencana Katastropik Purba di bawah Koordinator Staf Ahli Presiden Bidang Bencana, Andi Arief. Sebuah lubang kecil sedalam 26 meter yang kemudian ditutup lagi dengan tanah.

“Warga tak menolak, tapi penelitian harus menjaga keutuhan situs,” kata Ketua Forum Masyarakat Peduli Situs Gunung Padang Abidin Wardana. Idealnya, kata dia, penelitian maupun penataan tidak merusak keaslian situs dan melibatkan warga sekitar. Sempat ada kekhawatiran warga setempat pengeboran itu bisa mengganggu keseimbangan, mengakibat kan kelongsoran. Mereka juga khawatir, situs yang rusak akan kehilangan nilai historisnya.

Akses bebas

Direktur Lokatmala Institute Cianjur Eko Wiwid berpandangan, akses masuk ke Gunung Padang terlalu bebas. Dampak nya, kerusakan situs Gunung Padang sangat terbuka karena belum ada perlin dung an atau proteksi.

photo
Akses menuju Gunung Padang. - (Republika)

“Contohnya saja, banyak sampah yang menumpuk yang ditinggalkan pengunjung,’’ ujar Eko.

Belum lagi, rawannya pencurian batuan andesit di kawasan Gunung Padang. Terlebih, maraknya pemberitaan Gunung Padang semakin memikat orang untuk datang dan membawa pulang batuan ini.

Kerusakan juga mulai terlihat dengan adanya coretan di sejumlah batuan Gunung Padang. Bahkan, kata Eko, ada sejumlah batuan yang sengaja dipecah menjadi beberapa bagian untuk alasan penataan. Kondisi semacam ini, menurutnya, telah melanggar Undang-Undang (UU) tentang Cagar Alam.

Ke depan, penataan Gunung Padang harus didasarkan pada dua zona, yakni cagar budaya dan alam. Kebijakan ini untuk melindungi kelestarian Gunung Padang dari kehancuran.

Pemerintah, tutur Eko, sebaiknya lebih memperhatikan aspek pendidikan dan kesehatan warga sekitar Gunung Padang yang masih memerlukan perhatian. Misalnya, membangun sarana infrastruktur sekolah dan puskesmas. “Kawasan Gunung Padang dibiarkan tetap alami sesuai dengan keasliannya,” kata dia.

Disadur dari Harian Republika edisi 18 Maret 2012. Reportase oleh Riga Nurul Iman dan foto-foto oleh Prayogi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Tiga Penguak Misteri Gunung Padang

Sejak temuan pada 1979, Gunung Padang tak lagi sama.

SELENGKAPNYA

Eksplorasi Situs Megalitik Gunung Padang

Situs megalitikum terbesar di Asia Tenggara ini menyimpan banyak misteri.

SELENGKAPNYA

Misteri Asal Batu di Gunung Padang

Gunung Padang saat ini seakan menjadi magnet bagi masyarakat untuk datang berkunjung.

SELENGKAPNYA